Latest News

Friday, 12 December 2014

Banjaran Cerita Pandhawa (23) - Perkawinan Arjuna Supraba

Daitya Niwatakawaca, di kaki Gunug Sumeru bentengnya
Ada maksudnya memorakporandakan kediaman Bathara Indra
Karunia kesaktian telah diperolehnya
Takkan binasa oleh dewa, yaksa maupun asura
“Hanya saja, jika ada manusia sakti, kau mesti waspada!”
Demikianlah padanya berujar Bathara
Kalut-kemelut segenap resi sorgaloka
Tak putus merembuk perkara begini gentingnya
(terjemahan cuplikan naskah kitab Arjuna Wiwaha tulisan Mpu Kanwa pada tahun 1019 M.
diekspresikan dalam bentuk lukisan oleh Herjaka HS tahun 2004)
Bathara Endra dihadap oleh Bathara Brama dan para dewa. Mereka membicarakan Prabu Niwatakawaca raja Ngimaimantaka yang bersama perajurit akan menyeang Indraloka. Bathara Endra telah menerima ilham, bahwa ada manusia yang sedang bertapa, kelak akan dapat menolongnya. Manusia itu bernama Arjuna, ia sedang bertapa di Indrakila. Bathara Endra meragukan tujuan tapa Arjuna itu. Para dewa disuruh mengusir para perajurit Ngimaimantaka yang bersiap-siap di luar negara.
Bathara Endra menemui Dewi Supraba, Wilotama, Warsiki, Surendra dan Gagarmayang. Mereka ditugaskan menguji tapa Arjuna di Indrakila. Para bidadari berangkat ke Indrakila.
Bathara Brama dan para dewa bersiap-siap akan mengusir pergi para perajurit Ngimaimantaka, yang bersiaga di tapal batas Indrakila.
Lima bidadari tiba di pertapaan Indrakila. Mereka menggoda tapa Arjuna. Supraba berhias seperti Sumbadra, Wilotama seperti Manohara, Warsiki seperti Ulupi, Surendra seperti Gandawati, Gagar Mayang seperti Srikandi. Mereka menggoda dan menguji keteguhan tapa Arjuna, tetapi usaha mereka tidak berhasil. Mereka lalu kembali ke Indraloka, melapor hasil tugas mereka. Bathara Endra amat senang.
Bathara Endra menyamar sebagai seorang Begawan bernama Padya, datang dipertapaan Ajuna. Setelah berdebat tentang tujuan tapa, akhirnya Bathara Endra tahu, bahwa Arjuna ingin menang perang melawan Korawa dan ingin membuat keselamatan dunia. Bathara Endra memberi tahu, bahwa Bathara Siwah akan datang menemui Arjuna. Bathara Endra minta diri kembali ke Indraloka.
Perang besar antara perajurit Ngimaimantaka dengan perajurit Indraloka. Para dewa tidak mampu mengusir raksasa perajurit Niwatakawaca. Bidadari bernama Prabasini diserahkan kepada utusan Niwatakawaca. Perajurit raksasa tidak menyerang indraloka lagi.
Prabu Niwatakawaca menyuruh Mamangmurka supaya membunuh Arjuna yang sedang bertapa di Indrakila. Mamangmurka segera berangkat.
Mamangmurka tiba di Indrakila, lalu merusak pertapaan Arjuna. Panakawan memberi tahu kepada Arjuna. Arjuna berhenti bersamadi, lalu memungut panah, mengejar Mamangmurka yang telah berubah menjadi babi hutan.
Babi hutan mati kena panah Arjuna dan panah Keratarupa. Arjuna dan Keratarupa berebut sebagai pemanah babi hutan. Terjadilah perkelahian. Keratarupa ditangkap, lalu dibanting, seketika lenyap. Tampaklah Hyang Siwah, Arjuna datang menghormatinya. Hyang Siwah menganugerahkan panah Pasupati kepada Arjuna.
Bidadari Badra dan Erwana menemui Arjuna, menyampaikan surat Bathara Endra. Bidadari menyerahkan terumpah Batikacerma. Arjuna segera berangkat ke Indraloka.
Bathara Endra dan Bathara Brama menerima kehadiran Arjuna. Supraba ditugaskan pergi ke Ngimaimantaka, supaya mengetahui rahasia hidup mati Niwatakawaca. Arjuna disuruh mengiringnya.
Kedatangan Supraba di Ngimaimantaka disambut oleh Suprabasini, lalu diantar menghadap raja Niwatakawaca. Atas kelihaian Supraba rahasia kesaktian Niwatakawaca dapat diketahuinya. Arjuna membuat hura-hura di istana Ngimaimantaka. Supraba dapat meloloskan diri, lalu kembali ke Indraloka bersama Arjuna.
Supraba dan Arjuna menghadap Bathara Endra, lalu melapor hasil kerja mereka. Para dewa bersiap-siap untuk berperang.
Perang besar terjadi, para dewa digempur perajurit raksasa. Akhirnya perajurit raksasa musnah, Niwatakawaca mati terkena panah Pasopati.
Para dewa kembali ke Indraloka, Arjuna dinobatkan menjadi raja bergelar Prabu Kalithi, bersemayam di Tinjomaya.
Pesta kemenangan di Indraloka, dihadiri oleh para dewa dan bidadari.
R.S. Subalidinata
Mayer, 1942: 121-130

No comments:

Post a Comment

Tags

Recent Post