Latest News

Showing posts with label Akhlaq. Show all posts
Showing posts with label Akhlaq. Show all posts

Saturday, 19 April 2014

Perempuan – perempuan yang tidak boleh dikawini

Perjodohan adalah salah satu Sunnatulah atau aturan dan ketetapan yang telah digariskan oleh Allah SWT. “Dan Yang menciptakan semua yang berpasang-pasangan dan menjadikan untukmu kapal dan binatang ternak yang kamu tunggangi. (Q.S. Zukhruf:12)”
Dengan maksud utamanya ialah agar semua  makhluk dapat melestarikan keturunan dan menjadikan berbangsa-bangsa. “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah  orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya  Allah  Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal (Q.s. al Hujuraat:13)”
 
Ketetapan  Tuhan itu tidak boleh dilanggar. Jadi kita tidak boleh melampiaskan nafsu seks itu untuk sesama jenis; sesama laki-laki ataupun sesama perempuan. Karena jika demikian berarti kita melampaui batas, dan meninggalkan isterinya untuk mendatangi  laki-laki dengan syahwat bukan kepada perempuan. Yang demikian ini juga dikatakan sebagai orang jahil. Oleh karena itu setiap manusia  perlu memahami apa artinya seks. Untuk itulah pentingnya pendidikan seks, dengan maksud agar manusia tidak berbuat salah dalam bertindak.
Buat kaum laki-laki, dalam memilih pasangannya (istri) ada aturannya. Berikut adalah perempuan-perempuan yang tidak boleh dikawini :
 
  1.  Perempuan yang telah dikawin oleh ayahnya (Q.s. An Nisaa:22)
  2. Ibunya  (Q.s. An Nisaa:23)
  3. Anak-anak perempuannya (Q.s. An Nisaa:22)
  4. Saudara perempuannya (Q.s. An Nisaa:22)
  5. Saudara perempuan ayahnya (Q.s. An Nisaa:22)
  6. Saudara perempuan ibunya (Q.s. An Nisaa:22)
  7. Kemenakan dari saudara-saudara ayah atau ibunya
  8. Ibu yang menyusuinya (Q.s. An Nisaa:22)
  9. Saudara perempuan sesusunya (Q.s. An Nisaa:22)
  10. Mertua perempuannya (Q.s. An Nisaa:22)
  11. Anak tiri dalam pemeliharaannya dari isteri yang telah di campuri (Q.s. An Nisaa:22)
  12. Dua perempuan bersaudara (Q.s. An Nisaa:22)
 
"Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh) (Q.s. An Nisaa’:22)"

"Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu, anak-anakmu yang perempuan, saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan, saudara-saudara ibumu yang perempuan, anak-anak perempuan dari  saudara-saudaramu yang perempuan, ibu-ibumu yang menyusui kamu, saudara perempuan sepersusuan, ibu-ibu istrimu (mertua) , anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya, (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu), dan menghimpunkan (dalam  perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa. (Q.s. An Nisaa’;23)"
 

Bagi orang Jawa khususnya, lebih hati-hati dalam memilih calon isteri. Jika yang nomor 7 diatas itu hubungan keluarganya masih dekat, ialah saudara “Nak sanak”, ini jelas tidak boleh. Perkawinan ini dari segi ilmu kedokteran dapat meningkatkan angka kecacatan menjadi 7 kali lipat. Saudara satu buyut yang disebut saudara “misan” pun belum boleh karena masih dapat menjadikan angka  kecacatan menadi 3 kali lipat. Ini hanya boleh jadi “besan”. Jika sudah  “tunggal canggah” yang disebut saudara “mindho” baru boleh menadi “bojo”. Jadi ada istilah  “misan” jadi “besan” dan “mindho” jadi “bojo”.  (sumber: Buku Sabdo Pandhita Ratu Bab Perjodohan)
Semoga bermanfaat

Tuesday, 15 October 2013

AKHLAK & ETIKA BEKERJA DALAM ISLAM

AKHLAK & ETIKA BEKERJA  DALAM ISLAM

Bekerja Sebagai Satu Kewajiban Seorang Hamba Kepada Allah SWT
          Allah SWT memerintahkan bekerja kepada setiap hamba-hamba-Nya (QS. Attaubah/ 9 : 105) :
وَقُلِ اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ وَسَتُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ
فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
                Dan katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mu'min akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan".
          Seorang insan minimal sekali diharuskan untuk dapat memberikan nafkah kepada dirinya sendiri, dan juga kepada keluarganya.
          Dalam Islam terdapat banyak sekali ibadah yang tidak mungkin dilakukan tanpa biaya & harta, seperti zakat, infak, shadaqah, wakaf, haji dan umrah. Sedangkan biaya/ harta tidak mungkin diperoleh tanpa proses kerja. Maka bekerja untuk memperoleh harta dalam rangka ibadah kepada Allah menjadi wajib. Kaidah fiqhiyah mengatakan :
مَالاَ يَتِمُّ الْوَاجِبُ إِلاَّ بِهِ فَهُوَ وَاجِبٌ
                Suatu kewajiban yang tidak bisa dilakukan melainkan dengan pelaksanaan sesuatu, maka sesuatu itu hukumnya wajib.

Keutamaan (Fadhilah) Bekerja  Dalam Islam
          Orang yang ikhlas bekerja akan mendapatkan ampunan dosa dari Allah SWT. Dalam sebuah hadits diriwayatkan :
مَنْ أَمْسَى كَالاًّ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ أَمْسَى مَغْفُوْرًا لَهُ (رواه الطبراني)
                Barang siapa yang sore hari duduk kelelahan lantaran pekerjaan yang telah dilakukannya, maka ia dapatkan sore hari tersebut dosa-dosanya diampuni oleh Allah SWT. (HR. Thabrani)
          Akan diampuninya suatu dosa yang tidak dapat diampuni dengan shalat, puasa, zakat, haji & umrah. Dalam sebuah riwayat dikatakan :
إِنَّ مِنَ الذُّنُوْبِ لَذُنُوْبًا، لاَ تُكَفِّرُهَا الصَّلاةُ وَلاَ الصِّياَمُ وَلاَ الْحَجُ وَلاَ الْعُمْرَةُ، قَالَ وَمَا تُكَفِّرُهَا يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قاَلَ الْهُمُوْمُ فِيْ طَلَبِ الْمَعِيْشَةِ (رواه الطبراني)
Sesungguhnya diantara dosa-dosa itu, terdapat satu dosa yang tidak dapat dihapuskan dengan shalat, puasa, haji dan umrah.’ Sahabat bertanya, ‘Apa yang dapat menghapuskannya wahai Rasulullah?’ Beliau menjawab, ‘Semangat dalam mencari rizki.’ (HR. Thabrani)
          MendapatkanCinta Allah SWT’. Dalam sebuah riwayat digambarkan :
إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الْمُؤْمِنَ الْمُحْتَرِفَ (رواه الطبراني)
Sesungguhnya Allah SWT mencintai seorang mu’min yang giat bekerja. (HR. Thabrani)
          Terhindar dari azab neraka
            Dalam sebuah riwayat dikemukakan, "Pada suatu saat, Saad bin Muadz Al-Anshari berkisah bahwa ketika Nabi Muhammad SAW baru kembali dari Perang Tabuk, beliau melihat tangan Sa'ad yang melepuh, kulitnya gosong kehitam-hitaman karena diterpa sengatan matahari. Rasulullah bertanya, 'Kenapa tanganmu?' Saad menjawab, 'Karena aku mengolah tanah dengan cangkul ini untuk mencari nafkah keluarga yang menjadi tanggunganku." Kemudian Rasulullah SAW mengambil tangan Saad dan menciumnya seraya berkata, 'Inilah tangan yang tidak akan pernah disentuh oleh api neraka'" (HR. Tabrani)

Rumusan Bekerja Dalam Islam JAMSOS – AKH
JAMSOS – AKH yaitu Jaminan Sosial Akhirat = SURGA
وَعَدَ اللَّهُ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا اْلأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا وَمَسَاكِنَ طَيِّبَةً فِي جَنَّاتِ عَدْنٍ وَرِضْوَانٌ مِنَ اللَّهِ أَكْبَرُ ذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
Allah menjanjikan kepada orang-orang yang mu'min lelaki dan perempuan, (akan mendapat) syurga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai, kekal mereka di dalamnya, dan (mendapat) tempat-tempat tinggal yang bagus di syurga `Adn. Dan keridhaan Allah adalah lebih besar; itu adalah keberuntungan yang besar. (QS. Attaubah, 9 : 72)
Bekerja Yang Shahih = Surga
العمل الصحيح = الجنة
Pertanyaan Besar Tentang Pekerjaan Kita ????
          Apakah pekerjaan yang kita lakukan akan mengantarkan kita ke surga?
          Apa syaratsyarat yang dapat menjadikan pekerjaan kita sebagai sarana untuk mendapatkan surga Allah SWT?
          Bagaimana menjadikan pekerjaan kita sebagai sarana untuk mendapatkan surga?

Syarat Mendapatkan Surga  Dengan Bekerja
1.         Niat Ikhlas Karena Allah SWT
                النية الخاصة لله تعالى
                Artinya ketika bekerja, niatan utamanya adalah karena Allah SWT sebagai kewajiban dari Allah yang harus dilakukan oleh setiap hamba. Dan konsekwensinya adalah ia selalu memulai aktivitas pekerjaannya dengan dzikir kepada Allah. Ketika berangkat dari rumah, lisannya basah dengan doa bismillahi tawakkaltu alallah.. la haula wala quwwata illa billah.. Dan ketika pulang ke rumahpun, kalimat tahmid menggema dalam dirinya yang keluar melalui lisannya.
2. Itqan, sungguh-sungguh dan profesional dalam bekerja
                الإتقان في العمل
                Syarat kedua agar pekerjaan dijadikan sarana mendapatkan surga dari Allah SWT adalah profesional, sungguh-sungguh dan tekun dalam bekerja. Diantara bentuknya adalah, tuntas melaksanakan pekerjaan yang diamanahkan kepadanya, memiliki keahlian di bidangnya dsb. Dalam sebuah hadits Rasulullah bersabda
إِنَّ اللهَ يُحِبُّ إِذَا عَمِلَ أَحَدُكُمْ عَمَلاً أَنْ يُتْقِنَهُ (رواه الطبراني)
                Sesungguhnya Allah mencintai seorang hamba yang apabila ia bekerja, ia menyempurnakan pekerjaannya. (HR. Tabrani_
3. Bersikap Jujur & Amanah
                الصدق والأمانة
                Karena pada hakekatnya pekerjaan yang dilakukannya tersebut merupakan amanah, baik secara duniawi dari atasannya atau pemilik usaha, maupun secara duniawi dari Allah SWT yang akan dimintai pertanggung jawaban atas pekerjaan yang dilakukannya. Implementasi jujur dan amanah dalam bekerja diantaranya adalah dengan tidak mengambil sesuatu yang bukan menjadi haknya, tidak curang, obyektif dalam menilai, dan sebagainya. Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda:
التَّاجِرُ الصَّدُوْقُ اْلأَمِيْنُ مَعَ النَّبِيِّيْنَ وَالصِّدِّيْقِيْنَ وَالشُّهَدَاءِ (رواه الترمذي)
                Seorang pebisnis yang jujur lagi dapat dipercaya, (kelak akan dikumpulkan) bersama para nabi, shiddiqin dan syuhada’. (HR. Turmudzi)

4. Menjaga Etika Sebagai Seorang Muslim
                التخلق بالأخلاق الإسلامية
                Bekerja juga harus memperhatikan adab dan etika sebagai seroang muslim, seperti etika dalam berbicara, menegur, berpakaian, bergaul, makan, minum, berhadapan dengan customer, rapat, dan sebagainya. Bahkan akhlak atau etika ini merupakan ciri kesempurnaan iman seorang mu'min.
Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda :
أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ إِيْمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا (رواه الترمذي)
                Sesempurna-sempurnanya keimanan seorang mu’min adalah yang paling baik akhlaknya (HR. Turmudzi)
5. Tidak Melanggar Prinsip-Prinsip Syariah
                مطبقا بالشريعة الإسلامية
                Aspek lain dalam etika bekerja dalam Islam adalah tidak boleh melanggar prinsip-prinsip syariah dalam pekerjaan yang dilakukannya. Tidak melanggar prinsip syariah ini dapat dibagi menjadi beberapa hal :
Pertama dari sisi dzat atau substansi dari pekerjaannya, seperti memporduksi tidak boleh barang yang haram, menyebarluaskan kefasadan (seperti pornografi), mengandung unsur riba, maysir, gharar dsb.
Kedua dari sisi penunjang yang tidak terkait langsung dengan pekerjaan, seperti risywah, membuat fitnah dalam persaingan, tidak menutup aurat, ikhtilat antara laki-laki dengan perempuan, dsb.
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَلاَ تُبْطِلُوا أَعْمَالَكُمْ
                Hai orang-orang yang beriman, ta`atlah kepada Allah dan ta`atlah kepada rasul dan janganlah kamu merusakkan (pahala) amal-amalmu. (QS. Muhammad, 47 : 33)
6. Menghindari Syubhat
                الإبتعاد عن الشبهات
                Dalam bekerja terkadang seseorang dihadapkan dengan adanya syubhat atau sesuatu yang meragukan dan samar antara kehalalan dengan keharamannya. Seperti unsur-unsur pemberian dari pihak luar, yang terdapat indikasi adanya satu kepentingan terntentu. Atau seperti bekerja sama dengan pihak-pihak yang secara umum diketahui kedzliman atau pelanggarannya terhadap syariah. Dan syubhat semacam ini dapat berasal dari internal maupun eksternal.
                Oleh karena itulah, kita diminta hati-hati dalam kesyubhatan ini. Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda, "Halal itu jelas dan haram itu jelas, dan diantara keduanya ada perkara-perkara yang syubhat. Maka barang siapa yang terjerumus dalam perkara yang syubhat, maka ia terjerumus pada yang diharamkan..." (HR. Muslim)
7. Menjaga Ukhuwah Islamiyah
                المراعاة بالأخوة الإسلامية
                Aspek lain yang juga sangat penting diperhatikan adalah masalah ukhuwah islamiyah antara sesama muslim. Jangan sampai dalam bekerja atau berusaha melahirkan perpecahan di tengah-tengah kaum muslimin. Rasulullah SAW sendiri mengemukakan tentang hal yang bersifat prefentif agar tidak merusak ukhuwah Islamiyah di kalangan kaum muslimin. Beliau mengemukakan, "Dan janganlah kalian membeli barang yang sudah dibeli saudara kalian" Karena jika terjadi kontradiktif dari hadits di atas, tentu akan merenggangkan juga ukhuwah Islamiyah diantara mereka; saling curiga, su'udzon dsb.



Wednesday, 10 July 2013

Sumber-sumber Kebahagiaan



Jangan kagumi orang jahat, tapi kagumilah orang baik

Aristoteles mengatakan, “Manusia ideal adalah manusia yang gembira dengan pekerjaan yang ia lakukan demi kepentingan orang lain dan Ia sangat malu jika ada orang lain melakukan pekerjaan yang menjadi tugasnya. Sebab, memberi belas kasihan kepada orang lain adalah  sebuah tanda ketinggian nilai. Sedangkan menerima belas kasihan dari orang lain merupakan petunjuk tentang kegagalan.”
Dalam sebuah hadits disebutkan: “Tangan yang di atas jauh lebih baik daripada tangan yang di bawah.” Yang di atas adalah yang member. Sedangkan yang di bawah adalah yang menerima.

Sumber-sumber  Kebahagian

  1. Amal salih
    {Barang siapa mengerjakan amal salih, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik}
    (QS. An-Nahl:97)
  2. Istri Salihah
    {Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami) dan jadikan kami imam bagi orang-orang yang bertakwa} (QS. Al-Furqan:74)
  3. Rumah yang luas
    Dalam sebuah hadits Rasulullah berdoa: “Ya Allah, jadikan rumah kami terasa luas.”
  4. Penghasilan yang baik
    Dalam sebuah hadits disebutkan: “Sesungguhnya Allah Maha Baik dan Dia tidak menerima kecuali yang baik-baik,”
  5. Akhlak yang baik dan penuh kasih kepada sesama
    {Dan, Dia menjadikan aku seorang yang diberkahi di mana saja aku berada.}  (QS. Maryam:31)
  6. Terhindar dari impitan utang dan sifat boros{Dan, orang-orang yang apabila membelanjakan (harta) mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir.}  (QS. Al-Furqan:67)
    {Dan, janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya.} (QS. Al-Isra:29)


Friday, 21 June 2013

BEJO



Pituturipun Paku Buwana IX lan Paku Buwana X dhumateng para putri Dalem, ingkang kababar ing serat Wasita Dyah Utama. Ing ngriku wonten andharan menggah werdinipun Begja tumraping tiyang ngagesang, mliginipun gesang ing salebetipun bebrayan agung.

Manut ingkang sinerat, tiyang ingkang kalebet kadunungan begja menika tiyang ingkang saged nggayuh kawan prekawis, inggih menika “gunawan”, “wiryawan”, “kartawan”, lan “berawan”.

1. Gunawan 
    Tegesipun inggih menika tiyang ingkang nggadhahi samukawisipun kawruh ingkang migunani
    minangka gegaran kangge srana tumindak becik ing salebetipun sesrawungan ing bebrayan agung.  
    Gunawan menika boten ngemungaken nggadhahikawruh agal, nanging ugi alus. Boten ngemungaken
    olah nalar, nanging ugi olah rasa.
2. Wiryawan 
    Tegesipun tiyang ingkang nyandhang drajad pangkat luhuring asma awit saking beciking pakarti lan
    sucining budi saengga migunani tumraping bebrayan. Wiryawan menika boten ngemungaken
    nggadhahi kalenggahan ingkang inggil ingpamarentahan lan gelar ingkang inggil saking pawiyatan.

3. Kartawan 
    Tegesipun inggih menika tiyang ingkang kadunungan bandha donya ingkang boten namung kangge
    mulyanipun pribadi, nanging kepara kangge mulyaning bebrayanagung. Kartawan menika boten
    ngemungaken sugih-brewu. Kartawan menika kawiwitan saking sugih bandha lan lajeng anjalari sugih
    bandhu utawi sanak-kadang lan mitra.

4. Berawan 
    Tegesipun inggih menika sugih momongan utawi anak. Boten ngemungaken nggadhahi putra
    ingkang kathah, nanging ugi tansah nanem tresna asih dhateng sinten kemawon ing salebetipun
    bebrayan agung. Tansah saged nglenggahi jejeripun pamomong ingkang kedah ngemong,
    nggulawenthah, nyembadani, lan anjurungi dhateng pikajenganipun akathah ingkang tumuju dhateng
    kasaenan kanthi tanpa pamrih kejawi namung nggadhang rahayuning bebrayan.


Tags

Recent Post