Latest News

Showing posts with label Baladewa. Show all posts
Showing posts with label Baladewa. Show all posts

Tuesday, 23 July 2013

Prabu Baladewa



BALADEWA, PRABU, merupakan salah satu tokoh wayang yang di-kenal adil, tegas, jujur, tetapi juga pemarah dan mudah dihasut. la adalah putra Prabu Basudewa dari Kerajaan Mandura, yang kemudian mewarisi takhta ayahnya. Sedangkan adiknya yang bernama Kresna, menjadi raja di Dwarawati. Baladewa dilahirkan kembar bersama Kresna, namun kulit mereka berbeda rupa. Baladewa berkulit putih, sedangkan Kresna hitam. Ibu mereka adalah Dewi Mahindra, yang kadang-kadang diucapkan Mahendra. Dari ibunya yang lain, mereka berdua mempunyai adik perempuan bernama Dewi Bratajaya alias Wara Subadra. Sementara itu dari ibu yang lain lagi, yakni Dewi Maerah, Baladewa mempunyai saudara haram, yakni Kangsa.

Permaisuri Baladewa bernama Dewi Erawati, putri sulung Prabu Salyapati. Tidak seperti kebanyak raja dalam pewayangan yang beristri banyak, sampai akhir hidupnya Prabu Baladewa hanya punya seorang istri. Anaknya dua, dinamakan Wisata dan Wimuka.

Sebagian dalang menyebutkan Prabu Baladewa tidak mempunyai anak. Hal ini disebabkan karena Raja Mandura itu dititisi oleh arwah Laksmana, adik Ramawijaya. Pada mulanya Laksmana menitis pada Arjuna. Tetapi karena Arjuna memiliki banyak istri, arwah Laksmana tidak kuat berada dalam badan  Arjuna, sehingga ia kemudian pindah Prabu Baladewa.
Sejak dititisi arwah Laksmana, Baladewa  semula sifatnya pemarah menjadi lebih sabar daripada sebelumnya. Selain dititisi arwah Laksmana, Baladewa juga merupakan titisan Batara Basuki, dewa kesejahteraan dan keselamatan.

Pada masa kecilnya, bersama kedua adiknya Baladewa terpaksa diungsikan ke Kademangan Widarakandang oleh orangtuanya. Waktu itu Ba¬ladewa masih menggunakan nama Kakrasana. Kresna memakai nama Narayana, sedangkan Dewi Bratajaya atau Subadra dipanggil Lara Ireng atau Rara Ireng, kulitnya memang hitam “manis”.

Di Widarakandang mereka diasuh oleh Ki Demang Antagopa dan istrinya, Nyai Segopi. Pengungsian ini terpaksa dilakukan karena ketiga anak yang baru inenjelang remaja itu diancam akan dibunuh oleh Kangsa, anak Prabu Gorawangsa yang lahir dari Dewi Maerah, istri pertama Prabu Basudewa. Jadi sebenarnya Kangsa adalah saudara haram dari Baladewa dan adik-adiknya.

Selama masa tinggal di pengungsian di Kademangan Widarakandang ini, daripada nganggur main kartu atau catur, secara diam-diam Kakrasana belajar berbagai ilmu dari Dewa Brama yang waktu itu menyamar sebagai seorang brahmana kelana, lagi keluyuran nggak ada kerjaan.

Pengajaran itu dilakukan di Gunung Hargasonya. Sesudah dinyatakan lulus, Baladewa diberi hadiah senjata pemusnah yang dahsyat bernama Nanggala dan Alugara.  Nanggala berujud mata bajak, sedangkan Alugara berupa gada dengan kedua ujung runcing. Baladewa juga menguasai ilmu yang memungkinkannya terbang dengan kecepatan tinggi, mungkin mengalahkan F16 atau Eurofighter kalau jaman sekarang. Ilmu itu disebut Aji Jaladara, ilmu ngirit BBM paling cuma nasi kucing saja sudah cukup buat tancap gas, karena itu pula Baladewa juga mempunyai nama lain : Wasi Jaladara, kapan ya kita ciptakan pesawat dengan nama Jaladara ..

Selain memiliki berbagai ilmu, Prabu Baladewa dikenal sebagai jagonya perkelahian dengan gada. Dalam ilmu keterampilan gada ini ia dianggap guru oleh Bima, dan juga oleh Prabu Anom Suyudana, raja muda Astina. Berkat Baladewa, kedua orang itu menjadi ahli dan piawai memainkan gada.
Dalam banyak hal Baladewa yang merupakan titisan Batara Basuki ini sering berbeda pendapat dengan Kresna yang titisan Batara Wisnu. Tetapi pertentangan itu tidak membuat mereka bermusuhan. Bahkan kalau keduanya berdebat. selalu Kakrasana yang mengalah karena ia menganggap adiknya itu memang lebih mahir bicara, pandai membujuk dan meyakinkan orang, kakak yang baik selalu mengalah pada adik.
Baladewa juga bernama sang Karsana. Balarama, Alayuda, Basukiyana. Tetapi Bima mempunyai panggilan khusus pada raja Mandura ini. Bima memanggilnya dengan julukan Bule. sebab kulitnya putih, kalau ke Kresna selalu dipanggil “Jlitheng kakangku” karena kulitnya hitam.

Dalam pewayangan memang Baladewa dan Kresna ini hampir serupa kecuali di pakelirannya.
Nama Baladewa mengandung arti balatentara dewa. Kata bala artinya kekuatan atau prajurit.
Baladewa dapat memperistri Dewi Erawati, antara lain karena bantuan Arjuna. Suatu ketika Dewi Erawati diculik oleh Kartapiyoga (dalam pewayangan sering juga disebut Kartawiyoga), putra mahkota Kerajaan Tirtakadasar, Negeri itu berada di dasar laut … lha namanya saja “Tirta” serta “Dasar”, kalau ngambang ditengah-tangah kan repot.

Itulah sebabnya tidak mudah untuk menemukan putri sulung Prabu Salyaputra tersebut, Arjuna yang kemudian membantu Baladewa sehingga ia dapat menemukan dan membebaskan Dewi Erawati. Dengan bantuan Arjuna pula Baladewa dapat membunuh si Penculik. yakni Kartapiyoga dan bapaknya. Prabu Kurandageni.

Menjelang saat pecah Baratayuda, Baladewa yang selalu menjunjung sikap adil. berusaha tidak memihak. Raja dan pemimpin para Kurawa menurut penilaiannya memang berada di pihak yang salah. namun bagaimana pun Prabu Duryudana adalah iparnya. Akhirnya, sesuai dengun keinginan Kresna, Prahu Baladewa memutuskan untuk tidak mau menyaksikan peperangan besar yang menyedihkan hatinya itu. Itulah sebabnya pada saat Baratayuda dimulai, ia pergi bertapa di Grojogan Sewu, agar gemuruh air yang selalu terjun di dekat pertapaan itu dapat membuat telinganya tidak mendengar suara perang.

Versi lain menyebutkan, menyepinya Prabu Bala¬dewa dengan bertapa di Grojogan Sewu adalah karena ulah dan tipu muslihat Prabu Kresna yang tidak menginginkan kakaknya terlibat dalam Baratayuda. Kresna memperkirakan, jika terpaksa harus memihak, maka mungkin Prabu Baladewa akan memihak Kurawa, karena mertua dan dua iparnya berada di pihak Kurawa. Bila kemungkinan ini sampai terjadi, maka berarti Kresna akan terpaksa berhadapan dengan ahangnya sebagai lawan, walaupun dalam perang besar itu Kresna tidak ikut aktif dalam pertempuran, Prabu Kresna lalu meminta abangnya agar bertapa di Grojogan Sewu ditemani oleh salah seorang anak Kresna, yakni Setyaka. Prabu Baladewa diminta jangan berhenti bertapa sebelum sebuah kuntum bunga tunjung yang ada di pertapaan itu mekar. Sementara itu, sebenarnya Kresna telah mengikat kuntum bunga tunjung itu dengan sehelai rambutnya. sehingga bunga itu tidak dapat mekar, urik tenan Kresna iki.

Karena setelah ditunggu-tunggu bunga tunjung itu tidak juga mekar, suatu hari Prabu Baladewa yang mulai curiga memeriksa kuntum bunga itu. Maka tahulah ia bahwa Kresna telah memperdayakannya.
Dengan marah ia langsung berangkat ke tegal Kurusetra, dan sempat menyaksikan babak akhir yaitu pertarungan gada antara Bima dan Duryudana. Ketika Bima meremukkan paha kiri lawannya, dan kemudian membunuhnya, Prabu Baladewa marah besar dan langsung hendak menghukum Bima yang dianggapnya berlaku curang, meninggalkan sikap ksatria. Duryudana dan Bima dianggap muridnya dan Baladewa tidak ingin muridnya berlaku curang apalagi terhadap saudara sendiri.

Namun. untuk kesekian kalinya Prabu Kresna dapat meredakan amarah abangnya, dengan menjelaskan bahwa terpukulnya paha kiri Duryudana itu adalah sudah menjadi takdirnya, karena kutukan Begawan Maetreya, inilah fungsi Kresna yaitu untuk mencari celah “ngeles” disaat hukum mau diterapkan agar yang “bersalah” bisa lepas dari tuntutan.
Dalam pewayangan Jawa, seharusnya Prabu Baladewa. yang memihak keluarga Kurawa, memang harusnya mati ketika melawan Antareja, anak sulung Bima, saat perang Baratayuda. Hal ini diketahui Kresna beberapa saat sebelum perang besar pecah. Waktu itu dengan cara ngraga sukma, yakni jiwanya lepas dari tubuhnya, Prabu Kresna pergi ke kahyangan dan mengubah ujud dirinya menjadi seekor kumbang. Dalam ujud serangga itu ia terbang dan menumpahkan tinta tepat di atas tulisan takdir Baladewa dan Antareja sehingga “adegan” ini dihapus dari buku “nasib” tersebut. Kitab takdir itu dalam pewayangan disebut Kitab Jiptasara (Kitab Jitapsara).

Setelah mengacaukan takdir itu Kresna lalu turun kembali ke dunia dan menanyakan pada Antareja, apakah ksatria sakti itu sanggup mengorbankan jiwanya demi kejayaan para Pandawa. Sesudah Antareja menyatakan kesanggupannya, Kresna menyuruhnya menjilat bekas telapak kakinya sendiri. Karena kesaktian lidahnya, saat itu juga Antareja meninggal. Dengan begitu, selamatlah Baladewa.

Dalam kitab Mahabarata Baladewa sering disebut Balarama. la juga dipandang sebagai inkarnasi Krishna (Kresna), khususnya oleh penganut Hindu sekte Waisnawa.
Baladewa hidup lama, jauh setelah semua Pandawa dan Kresna tiada, baru ditengah kesepian Prabu Baladewa meninggal saat bertapa.
Baladewa merupakan contoh wayang yang setia, jujur, sayang saudara, walau sering marah tapi juga sering ngalah ..

Tags

Recent Post