Kisah terciptanya Huruf Jawa HA NA CA RA KA
Alkisah di zaman dahulu kala seorang raja bernama Sang Prabu Ajisaka meninggalkan kerajaan dan menuju tanah Jawa, beliau adalah seorang raja yang senang bepergian, keliling dunia yang hanya diantar oleh dua orang pe- ngawalnya ialah Surya dan Candra. Setelah beberapa saat perjalanan beliau sampai ke tanah Jawa Sang Prabu beristirahat beberapa hari di atas lereng Gunung Kendil.
Malam hari pada saat beliau sedang menikmati tidur lelap karena kecapaian beliau terjaga seakan dibangunkan oleh seorang kakek tua. Beliau terbangun lalu duduk, melihat ke kiri dan ke kanan ternyata beliau tidak melihat seorang manusiapun di dekatnya kecuali hanya Surya dan Candra, terlena lelap, me- nikmati tidurnya. Namun Sang Ajisaka tidak tidur lagi hingga pagi hari.
Pada malam harinya Sang Ajisaka terpengaruh oleh kantuk yang berat, di alam tidurnya beliau bermimpi bermacam-macam, antara lain beliau diminta oleh seorang kakek tua untuk bangun dan segera meneruskan perjalanan- nya. Karena telah pagi hari matahari mulai muncul di ufuk Timur ramai ter- dengar bermacam kicau burung, Sang Ajisaka segera bangun dan berangkat meneruskan perjalanannya.
Namun hanya seorang pembantunya saja yang ikut serta yaitu Surya, dan Candra diperintahkan agar tetap di tempat tersebut untuk menjaga pusakanya yang berupa sebuah pisau besar (wedung Jw) yang ditanam di atas lereng Gunung Kendil, dan beliau berpesan kepada Candra, bahwa benda pusaka tersebut jangan sekali-kali diserahkan kepada siapapun yang memintanya, kecuali hanya kepada beliau sendiri,
Candra menjawab siap melaksanakan perintah Rajanya. Namun seakan-akan ada yang membisikkan kepada beliau bahwa Ayah Baginda Sang Raja pernah berkata apabila beliau ingin mendapatkan ketiga kesempurnaan hidup serta bebas dari segala mara bahaya, janganlah sekali-kali berpisah dengan kedua orang pembantunya tersebut dan jangan sekali-kali lepas pandangan nya dengan benda pusakanya.
Beliau segera tergagap berfikir harus segera memberi perintah kepada Surya untuk kembali ke lereng Gunung Kendil ke tempat Candra, untuk meminta benda pusaka beliau, dengan pesan bahwa jangan sekali-kali kembali apabila belum membawa benda pusaka tersebut.
Alkisah perjalanan Surya telah sampai ke tempat Candra; setelah saling bertutur sapa tentang keadaan masing-masing, Surya menerangkan tentang tugas yang diembannya yaitu diutus oleh Rajanya untuk meminta pusakanya.
Namun Candra tidak bergeming sedikitpun tekadnya, menjawab bahwa tidak akan menyerahkan pusaka tersebut kepada Surya karena dia tetap setia kepada titah Rajanja, bahwa pesannya ………………” pusaka jangan sekali-kali diserahkan kepada siapapun kecuali kepada saya sendiri. “
Karena masing-masing berpendirian benar, menerima perintah dari Sang Baginda Ajisaka, keduanya tetap teguh pendiriannya, saling berdebat bersilat lidah teguh setia terhadap perintah Rajanya. Berakhir dengan perkelahaian hebat karena keduanya mempunyai kesaktian yang sama dan berperangai suci serta luhur budinya. Akhirnya seperti telah terpateri laksana suatu suratan nasib yang tidak bisa berubah dari Tuhan Yang Maha Kuasa; Surya dan Candra keduanya gugur.
Alkisah Sang Ajisaka terkantuk-kantuk menunggu kedatangan Surya, yang telah beberapa hari belum juga pulang, beliau berfikir: “Apakah mungkin dia tersesat salah jalan atau terjadi kecelakaan menimpanya “ Sambil beristirahat dan berfikir, tak lama kemudian beliau teringat perintahnya kepada Candra pada saat akan meninggalkannya, beliau sangat terperanjat segera berangkat menuju ke tempat penanaman pusakanya yang ditunggui oleh Candra.
Ketika Ajisaka sampai di tempat yang dituju beliau sangat terperanjat serta amat pilu ketika melihat kedua orang pembantunya tergeletak telah menjadi mayat, dengan sangat sedih mengakui kesalahannya. Sang Ajisaka segera berdoa mohon ampun kepada Tuhan Yang Maha Esa yang maha kasih dan maha pemaaf. Kemudian jasad kedua pembantunya dimakamkan di tempat bekas penanaman pusakanya, diletakkan sejajar dan diberi tanda seperti yang kini amat terkenal sebagai huruf aksara Jawa, ialah :
Ha – na – ca – ra – ka
Da – ta – sa – wa – la
Pa – da – ja – ya – nya
Ma – ga – ba – ta – nga
Maksud Sang Ajisaka, ha, na, ca, ra, ka tadi ialah sebagai ungkapan terima kasih yang tidak terhingga atas kesetiaan dan keluhuran budi yang luar bisa kedua orang pembantunya Surya dan Candra, yang dibuktikan hingga kedua- nya meningal dunia, tanda terima kasih tersebut mempunyai makna sebagai berikut :
Ha – na – ca – ra – ka = Ada utusan
Da – ta – sa – wa – la = Saling bertengkar
Pa – da – ja – ya – nya = Keduanya mempunyai kesaktian yang sama
Ma – ga – ba – ta – nga = Keduanya (wafat) menjadi mayat
Terjemahan bebas dari karangan Bahasa Jawa
“ Dumadine Aksara Jawa Ha Na Ca Ra Ka.”
( Kisah terciptanya huruf Jawa Ha Na Ca Ra Ka )
Dimuat di majalah Aneka Warta HIS
(Himpunan Insan Sejahtera) No. 48 Maret – April 91
Hal 11,12,13 Semarang -
Karangan : Sumber m-s 010558.