Latest News

Showing posts with label Badan Usaha. Show all posts
Showing posts with label Badan Usaha. Show all posts

Monday 8 June 2015

Membangun Budaya Koperasi

Kita memperingati Hari Koperasi, 12 Juli. Ironisnya, UU Koperasi justru dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Oleh karena itu, Kementerian Koperasi dan masyarakat koperasi sibuk menyusun rancangan undang-undang (RUU) baru yang akan mengarahkan dan melindungi gerakan koperasi di seluruh Indonesia.

Gerakan koperasi, selain memerlukan aturan yang menggariskan struktur dan mekanisme ekonomi koperasi juga memerlukan jiwa, budaya dan semangat kerja sama gotong-royong. Inilah yang kemudian dirumuskan dalam aturan-aturan hukum yang memberi arah dan dinamika gerakan koperasi untuk sebesar-besarnya bagi kesejahteraan sebanyak mungkin rakyat yang bekerja cerdas dan keras dengan penuh kepedulian.

Membangun jiwa, budaya dan semangat koperasi dalam suasana persaingan untuk menjadi paling unggul bukanlah merupakan hal yang mudah. Secara naluri-ah setiap orang ingin menjadi yang paling unggul, paling nomor satu dan kalau mungkin menjadi satu-satunya yang ditempatkan di barisan paling depan. Apabila diambil secara sederhana setiap orang ingin menjadi Superman, jarang yang mengusahakan kehadiran suatu super tim yang membuat semua anggota mem-punyai jiwa kebersamaan dan berjuang untuk kemenangan seluruh tim secara keseluruhan.

Ambil saja dalam Timnas Indonesia yang berpenduduk lebih dari 250 juta hampir tidak pernah berhasil membentuk suatu super tim dengan 11 pemain sepak bola yang tangguh dan berhasil membawa nama bangsa di kancah internasional dengan penuh kebanggaan.

Tekanan untuk menjadi nomor satu selalu diiming-imingi dengan slogan bahwa bangsa ini harus sanggup bersaing dengan bangsa lain di seluruh dunia. Tema slogan ini diterjemahkan secara harfiah bahwa setiap individu harus menjadi nomor satu sehingga setiap anak bangsa harus satu demi satu bersaing sesama anak bangsa lainnya. Bahkan akhir-akhir ini dalam pencalonan untuk pemilihan umum, setiap calon, bahkan sesama partai, penempatan pada nomor urut pertama, kedua, ketiga atau seterusnya, menjadi ajang persaingan sesama anggota yang sengit.

Karena itu, dalam kampanye, segala cara ditempuh untuk mengalahkan sesama anggota partainya. Ironis sekali karena dalam satu kelompok para anggota saling bersaing, dan akhirnya sesama pengikut juga terbelahdan persatuan kesatuan dalam suatu partai menjadi pecah. Tidak ada mufakat untuk sepakat dalam pemberian nomor sehingga sesama anggota partai tidak perlu berkelahi dan pengikut partai tidak perlu terbelah serta saling gontok-gon-tokan.

Syarat pertama untuk membangun budaya kerja sama gotong-royong adalah kesadaran diperlukannya kekuatan bersama untuk maju dengan menempatkan kepedulian pada kepentingan yang lebih penting melalui kebersamaan. Kepedulian itu justru terletak pada dinamika yang banyak sekali tergantung pada bagian yang paling lemah sehingga proses gotong-royong bukan hanya memperhatikan kekuatan yang paling kuat, tetapi perhatian pada upaya pemberdayaan yang paling lemah agar seluruh kelompok atau tim berada pada posisi yang semua kekuatannya makin merata. Kekuatan yang makin merata itu akan memungkinkangerak yang lebih dinamis dan kepuasan seluruh kelompok yang mempunyai tanggungjawab bersama.

Dengan demikian, peningkatan kesadaran kebersamaan itu harus diikuti dengan dinamika pemberdayaan untuk meningkatkan mutu mulai dari anggota yang paling lemah melalui sistem berbagi terhadap sesama di mana setiap anggota mempunyai kontribusi sehingga tumbuh kebersamaan yang saling menguntungkan. Kesempatan saling berbagi dan kebersamaan itu menumbuhkan rasa persatuan dan kesatuan yang dinamis karena solidaritas yang tulus disertai perasaan saling harga-menghargai di antara sesamanya.

Dengan kesadaran kebersamaan dan peningkatan kualitas melalui upaya saling peduli itu dihasilkan karya bersama melalui pengembangan tim yang dari hari ke hari akan menjadi super tim yang menghasilkan karya bersama tanpa ada persaingan di antara anggotanya. Hasil super tim yang semula tidak terlalu moncer, dalam waktu yang tidak terlalu lama, apabila dihargai dan dibeli atau diangkat tinggi-tinggi oleh sesama anggota tim akan menjadi ajang peningkatan dinamika kelompok yang membanggakan. Dinamkia kelompok ini akan membe-rikan apresiasi positif, menuai anjuran perbaikan, bukan sekedar kritik yang mematikan, sehingga tumbuh gagasan baru untuk maju.

Gagasan untuk maju ini perlu diikuti dengan apresiasi oleh seluruh anggota tim yang akhirnya menimbulkan nilai positif yang menjalar kepada masyarakat luas. Perkembangan itu akan menghasilkan nilai-nilai positif sebagai awal berkembangnya budaya gotong-royong saling menghargai. Budaya inilah yang kemudian diterjemahkan menjadi aturan yang sesungguhnya bukan untuk membatasi, tetapi untuk mengingatkan bahwa kebersamaan tetap perlu menjadi pedoman bersama untuk dijunjung tinggi sebagai kemenangan bersama.

Karena, prinsipnya adalah kemenangan bersama, maka segala keuntungan suatu koperasi yang diraih oleh kelompok, sejak awal selalu memberi perhatian kepada keuntungan yang bisa dirasakan langsung oleh seluruh anggota. Hal ini agar ada perasaan yang makin mematri kepercayaan bahwa kebersamaan merupakan bentuk perhatian sebagai sumbangan pribadi secara merata kepada semua anggota secara adil.

Diolah dari sumber: keuanganlsm.com, 5 September 2014

Thursday 4 June 2015

Kembangkan 2.000 BUMDes, Pemerintah Akan Beri Rp 250 Juta per Desa

JAKARTA, KOMPAS.com – Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT) menargetkan pembentukan 2.000 Badan usaha miliki desa (BUMDes) hingga 2019 nanti. Untuk mewujudkan target tersebut, pemerintah pun akan memberikan Rp 250 juta kepada desa.

Untuk tahun 2015, pilot project program dari PPDT yaitu membuat proyek 2.000 BUMDes . Dananya Rp 250 juta untuk satu desa,yang akan disalurkan langsung ke desa. Seperti yang sudah dijelaskan oleh Menteri PDT Marwan Djafar di Kantor Bappenas, Jakarta, Senin (27/4/2015).

Menurut Marwan, pembentukan BUMDes sangatlah penting untuk meningkatkan perekonomian masyarakat desa. Saat ini ada sekitar 43.000 desa pembangunannya mesti diprioritaskan karena masuk kategori desa tertinggal.

Lebih lanjut, kata dia, desa tertinggal tersebut tersebar di berbagai wilayah khususnya di timur Indonesia yaitu Papua, Maluku, Sulawesi, dan Kalimantan. Marwan menuturkan nantinya dana Rp 250 juta itu bisa digunakan untuk membentuk BUMDes baru atau pun mengembangkan BUMDes yang sudah ada. Misalnya kata dia, dana itu juga bisa digunakan untuk pengembangan sektor Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM).

Saat ditanya realisasinya, Marwan menjawab sudah menyiapkan berbagai petunjuk teknis (Juknis), petunjuk pelaksanaan (Juklak). Diharapkan nantinya program tersebut dapat mampu mengembangkan ekonomi masyarakat di pedesaan.

Diolah dari sumber: kompas.com, Yoga Sukmana, 27 April 2015

Saturday 30 May 2015

Strategi Pengembangan BUMDes Sebagai Pilar Ekonomi Desa

Badan Usaha Milik Desa selanjutnya disingkat dengan BUMDes diproyeksikan muncul sebagai kekuatan ekonomi baru di wilayah perdesaan. UU No 6 tahun 2014 tentang Desa memberikan payung hukum atas BUMDes sebagai pelaku ekonomi yang mengelola potensi desa secara kolektif untuk meningkatkan kesejahteraan warga desa.

Apa itu BUMDes? Istilah BUMDes muncul melalui Peraturan Pemerintah (PP) No 72/2005 dan dirincikan melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No 39/2010. BUMDes merupakan wadah usaha desa yang memiliki semangat kemandirian, kebersamaan, dan kegotong-royongan antara pemerintah desa dan masyarakat untuk mengembangkan aset-aset lokal untuk memberikan pelayanan dan meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat dan desa.

Sebelum lahirnya kebijakan di atas, inisiatif BUMDes sudah muncul di sejumlah daerah dengan nama yang berbeda-beda, tapi mereka memiliki prinsip dan tujuan yang sama. Ada yang menjalankan bisnis simpan-pinjam (keuangan mikro), ada juga yang menyelenggarakan pelayanan air minum untuk mengatasi kesulitan akses masyarakat terhadap air bersih.

Police Paper Forum Pengembangan Pembaharuan Desa (FPPD) yang ditulis oleh Yunanto dkk (2014:3-4) menjelaskan ada sejumlah kelemahan yang secara inheren ada pada BUMDes, yaitu:
  1. Penataan kelembagaan desa belum berjalan secara maksimal sehingga BUMDes pun belum dilembagakan dalam format kepemerintahan dan perekonomian desa.
  2. Keterbatasan kapasitas sumber daya manusia di desa untuk mengelola dan mengembangkan BUMDes yang akuntabel dan berkinerja baik.
  3. Rendahnya inisiatif lokal untuk menggerakkan potensi ekonomi lokal bagi peningkatan kesejahteraan sosial dan ekonomi warga desa.
  4. Belum berkembangnya proses konsolidasi dan kerjasama antar pihak terkait untuk mewujudkan BUMDes sebagai patron ekonomi yang berperan memajukan ekonomi kerakyatan.
  5. Kurangnya responsivitas Pemda untuk menjadikan BUMDes sebagai program unggulan untuk memberdayakan desa dan kesejahteraan masyarakat.
Secara substansial, UU No 6 tahun 2014 mendorong desa sebagai subjek pembangunan secara emansipatoris untuk pemenuhan pelayanan dasar kepada warga, termasuk menggerakan aset-aset ekonomi lokal. Posisi BUMDes menjadi lembaga yang memunculkan sentra-sentra ekonomi di desa dengan semangat ekonomi kolektif.

Apa bedanya BUMDes dengan lembaga ekonomi masyarakat lainnya? Antara BUMDes dan ekonomi pribadi maupun kelompok masyarakat lainnya sebenarnya tidak ada yang perlu dipertentangkan. Semuanya saling melengkapi untuk menggairahkan ekonomi desa. Namun, BUMDes merupakan lembaga yang unik dan khas sepadan dengan keunikan desa.

Yunanto (2014:7) menjelaskan keunikan BUMDes sebagai berikut:
  1. BUMDes merupakan sebuah usaha desa milik kolektif yang digerakkan oleh aksi kolektif antara pemerintah desa dan masyarakat. BUMDes merupakan bentuk public and community partnership atau kemitraan antara pemerintah desa sebagai sektor publik dengan masyarakat setempat.
  2. BUMDes lebih inklusif dibanding dengan koperasi, usaha pribadi maupun usaha kelompok masyarakat yang bekerja di ranah desa. Koperasi memang inklusif bagi anggotanya, baik di tingkat desa maupun tingkat yang lebih luas, namun koperasi tetap ekslusif karena hanya untuk anggota.
Lalu, apa saja ruang usaha yang bisa dilakukan oleh BUMDes? UU No 6 tahun 2014 pasal 87 ayat 3 menyebutkan BUMDes dapat menjalankan usaha di bidang ekonomi dan/atau pelayanan umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Artinya, BUMDes dapat menjalankan pelbagai usaha, mulai dari pelayanan jasa, keuangan mikro, perdagangan, dan pengembangan ekonomi lainnya. Sebagai contoh, BUMDes bisa membentuk unit usaha yang bergerak dalam keuangan mikro dengan mengacu secara hukum pada UU Lembaga Keuangan Mikro maupun UU Otoritas Jasa Keuangan.

Aksa (2013) menjelaskan ada empat jenis bisnis yang bisa dikembangkan oleh BUMDes, antara lain:
  1. BUMDes tang bertipe serving. BUMDes semacam ini menjalankan bisnis sosial yang melayani, yaitu melakukan pelayanan publik kepada masyarakat sekaligus juga memperoleh keuntungan finansial dari pelayanan itu. Usaha ini memanfaatkan sumber daya okal dan teknologi tepat guna, seperti usaha air minum desa dan usaha listrik desa.
  2. BUMDes yang bertipe banking. BUMDes ini menjalankan bisnis uang seperti bank desa atau lembaga perkreditan desa. Modalnya berasal dari ADD, PADes, tabungan masyarakat serta dukungan dari pemerintah. Bisnis uang desa ini mengandung bisnis sosial dan bisnis ekonomi. Bisnis sosial artinya bak desa merupakan proteksi sosial terhadap warga desa, terutama kelompok warga yang rentan dan perempuan dari jeratan para rentenir. Bisnis ekonomi artinya bank desa berfungsi untuk mendukung permodalan usaha-usaha skala mikro yang dijalankan oleh pelaku ekonomi di desa.
  3. BUMDes bertipe renting. BUMDes ini menjalankan bisnis penyewaan barang-barang (perangkat pesta, traktor, alat transportasi, ruko, dan lain sebagainya), baik untuk memenuhi kebutuhan masyarakat maupun untuk memperoleh pendapatan desa.
  4. BUMDes bertipe brokering. BUMDes ini berperan sebagai lembaga perantara, seperti jasa pelayanan kepada warga maupun usaha-usaha masyarakat, misalnya jasa pembayaran listri, desa mendirikan pasar desa untuk memasarkan produk-produk yang dihasilkan masyarakat. BUMDes juga bisa membangun jaringan dengan pihak ketiga untuk memasarkan produk-produk lokal secara lebih luas.

Tags

Recent Post