Latest News

Showing posts with label Jagad Pakeliran. Show all posts
Showing posts with label Jagad Pakeliran. Show all posts

Saturday 16 November 2013

FILOSOFIS GUNUNGAN



Dalam setiap pergelaran wayang kulit selalu ditampilkan gunungan, yang berbentuk persegi lima yang terdapat gambar atau simbol di dalamnya. Gunungan ini biasanya ditampilkan dalam berbagai permainan wayang misalnya dalam wayang purwa, wayang gedog, wayang krucil, wayang golek, wayang suluh dan sebagainya.
Gunungan mempunyai dua jenis yaitu Gunungan Blumbangan (perempuan) dan Gunungan Gapuran (laki-laki). Di balik  gunungan Blumbangan ini dapat kita lihat sunggingan yang menggambarkan api sedang menyala. Ini merupakan candrasengkalan yang berbunyi “geni dadi sucining jagad” yang mempunyai arti 3441 dan apabila dibalik menjadi 1443 tahun Saka. Itu diartikan bahwa gunungan tersebut diciptakan oleh Sunan Kalijaga pada tahun 1443 Saka= 1521 Masehi pada masa pemarintahan Raden Patah. Gunugnan Gapuran (Gerbang) sendiri digunakan pada masa pemerintahan Suushunan Pakubuwono 2, dengan sengkalan Gapura lima retuning bumi” 1659 J=1734 M.
Disebut gunungan karena bentuknya seperti gunung yang ujung atasnya meruncing. Gunungan ini dalam legendanya berisi mitos sangkan paraning dumadi, yaitu asal mulanya kehidupan ini dan disebut juga kayon. Kata kayon melambangkan semua kehidupan yang terdapat di dalam jagad raya yang mengalami tiga tingkatan yakni:
Tanam tuwuh (pepohonan) yang terdapat di dalam gunungan, yang orang mengartikan pohon Kalpataru, yang mempunyai makna pohon hidup.

Lukisan hewan yang terdapat di dalam gunungan ini menggambarkan hewan- hewan yang terdapat di tanah Jawa.
Kehidupan manusia yang dulu digambarkan pada kaca pintu gapura pada kayon, sekarang hanya dalam prolog dalang saja.
Kayon atau gunungan yang biasanya diletakkan di tangah kadang disamping itu mempunyai beberapa arti, arti dari diletakkannya gunungan ada 3 yakni:
  • Dipergunakan dalam pembukaan dan penutupan, seperti halnya layar yang dibuka dan ditutup pada pentas sandiwara.
  • Sebagai tanda untuk pergantian jejeran (adegan/babak).
  • Digunakan untuk menggambarkan pohon, angin, samudera, gunung, guruh, halilintar, membantu menciptakan efek tertentu (menghilang/berubah bentuk).
Gunungan merupakan simbol kehidupan, jadi setiap gambar yang berada di dalamnya melambangkan seluruh alam raya beserta isinya mulai dari manusia sampai dengan hewan serta hutan dan perlengkapannya. Gunungan dilihat dari segi bentuk segi lima, mempunyai makna bahwa segi lima itu lima waktu yang harus dilakukan oleh agama adapun bentuk gunungan meruncing ke atas itu melambangkan bahwa manusia hidup ini menuju yang di atas yaitu Allah SWT.
Dalam kayon terdapat ukiran-ukiran atau gambar yang diantaranya :
  • Rumah atau balai yang indah dengan lantai bertingkat tiga melambangkan suatu rumah atau negara yang di dalamnya ada kehidupan yang aman, tenteram dan bahagia.
  • Dua raksasa kembar lengkap dengan perlengkapan jaga pedang dan tameng. diinterprestasikan bahwa gambar tersebut melambangkan penjaga alam gelap dan terang
  • Dua naga kembar bersayap dengan dua ekornya habis pada ujung kayon.
  • Gambar hutan belantara yang suburnya dengan kayu yang besar penuh dengan satwanya.
  • Gambar ilu-ilu Banaspati melambangkan bahwa hidup di dunia ini banyak godaan, cobaan, tantangan dan mara bahaya yang setiap saat akan mengancam keselamatan manusia.
  • Pohon besar yang tinggi dibelit ular besar dengan kepala berpaling kekanan.
  • Dua kepala makara ditengah pohon melambangkan manusia dalam kehidupan sehari mempunyai sifat yang rakus, jahat seperti setan.
  • Dua ekor kera dan lutung sedang bermain diatas pohon dan dua ekor ayam hutan sedang bertengkar diatas pohon, macan berhadapan dengan banteng.
Menggambarkan tingkah laku manusia.
Kebo = pemalas
Monyet = serakah
Ular = licik
Banteng = lambang roh , anasir tanah , dengan sifat kekuatan nafsu Aluamah
Harimau = lambang roh , anasir api dengan sifat kekuatan nafsu amarah, emosional, pemarah
Naga = lambang Roh , anasir air dengan sifat kekuatan nafsu sufiah
Burung Garuda = lambang Roh , anasir udara dengan sifat kekuatan nafsu Muthmainah.
  • Gambar raksasa digunakan sebagai lambang kawah condrodimuka, adapun bila dihubungkan dengan kehidupan manusia di dunia sebagai lambang atau pesan terhadap kaum yang berbuat dosa akan di masukkan ke dalam neraka yang penuh siksaan.
  • Gambar samudra dalam gunungan pada wayang kulit melambangkan pikiran
  • Gambar api merupakan simbol kebutuhan manusia yang mendasar karena dalam kehidupan sehari-hari akan membutuhkannya.
  • 7 anak tangga: berarti tujuan atau PITUtur (pemberitahuan) bahwa kita semua yang bernama hidup pasti mati kullu nasi dha ikhotul maut “.
  • Gerbang/pintu selo manangkep: pintu alam kubur yang kita tuju.
  • Pohon hayat: jalan hidup seseorang yang lurus dan mempunyai 4 anak cabang yang menjadi perlambang nafsu kita dan banyak anak cabangnya.
Sedangkan dari filosofi bentuk adalah : bentuk gunungan sendiri menyerupai serambi bilik kiri yang ada di dalam tubuh kita, itu mungkin mempunyai makna kalau kita harus menjaga apapun yang ada di dalam hati kita hanya kepada sang pencipta. Dan yang lebih hebat lagi adalah dari segi bentuk yang persisi dengan “mustoko” di atas masjid yang ada banyak di negara kita. itu perlambang dari sipembuat untuk kita supaya menjaga hati kita secar lurus (seperti pohon) kepada masjid/agama/tuhan.
Gunungan bisa diartikan lambang Pancer, yaitu jiwa atau sukma, sedang bentuknya yang segitiga mengandung arti bahwa manusia terdiri dari unsure cipta, rasa dan karsa. Sedangkan lambang gambar segi empat lambing sedulur papat dari anasir tanah, api , air, udara.

Gunungan atau kayon merupakan lambang alam bagi wayang, menurut kepercayaan hindu, secara makrokosmos gunungan yang sedang diputar-putar oleh sang dalang, menggambarkan proses bercampurnya benda-benda untuk menjadi satu dan terwujudlah alam beserta isinya. Benda-benda tersebut dinamakan Panca Maha Bhuta, lima zat yakni: Banu (sinar-udara-setan), Bani (Brahma-api), Banyu (air), Bayu (angin), dan Bantala (bumi-tanah).
Makara yang terdapat dalam pohon Kalpataru dalam gunungan tersebut berarti Brahma mula, yang bermakna bahwa benih hidup dari Brahma. Lukisan bunga teratai yang terdapat pada umpak (pondasi tiang) gapura, mempunyai arti wadah (tempat) kehidupan dari Sang hyang Wisnu, yakni tempat pertumbuhan hidup.

Berkumpulnya Brahma mula dengan Padma mula kemudian menjadi satu dengan empat unsur, yaitu sarinya api yang dilukiskan sebagai halilintar, sarinya bumi yang dilukiskan dengan tanah di bawah gapura, dan sarinya air yang digambarkan dengan atap gapura yang menggambarkan air berombak.

Dari kelima zat tersebut bercampur menjadi satu dan terwujudlah badan kasar manusia yang terdiri dari Bani, Banyu, Bayu, dan Bantala, sedang Banu merupakan zat makanan utamanya.
Jawa memang menyimpan berbagai macam budaya yang beragam dan menyimpan berbagai makna yang terkandung dalam setiap itemnya, bahkan secara tidak  kita sadari sesuatu yang kita pegang sekarangpun itu juga mengandung makna filosofis yang sangat besar jika kita mau mangkaji lebih dalam.
Dengan gambaran di atas saya sedikit banyak mengetahui tantang apa makna filosofis dari gunungan yang terdapat dalam pewayangan. Dari segi bentuk maupun nilai yang terkandung dalam wayang dan dari gambar yang ada di dalamnya. Kapan dan siapa yang menciptakan gunungan tersebut, fungsi dari gunungan dalam permainan wayang.
Dengan nama Negara Kesatuan Republik Indonesia mari kita lestarikan kebudayaan yang ada di Indonesia. Jangan ada lagi kekerasan dalam mengatasi masalah, kita sebagai Bangsa yang berbudi luhur seharusnya dapat menjadi contoh bagi Negara lain. Kalau bukan kita sebagai anak bangsa siapa lagi?

Semua yang ada di Indonesia aku suka.
Negara yang kaya akan budaya, orang-orang yang ramah, menjunjung tinggi nilai kebersamaan, lingkungan yang asri, sejuk, indah yang tentunya tak kalah dengan luar negri, tak perlulah aku keliling DUNIA (kata Gita Gutawa) I LOVE INDONESIA…

Dari uraian di atas, kita  mempelajari ilmu filsafat mampu membuat kita lebih bijak dalam memandang segala sesuatu yang ada di dunia ini tanpa melepaskan kaidah-kaidah ke-islaman yang ada untuk menjadi orang yang lebih arif dalam memaknai dan menjalani hidup ini. Selain itu setelah belajar filsafat, saya jadi tahu bahwasanya segala sesuatu yang ada di dunia ini akan selalu berhubungan meskipun dalam wujud yang berbeda akan tetapi kesemuanya itu jika kita mau menggali lebih dalam maka semuanya akan kembali pada satu sumber yaitu Alloh SWT. (Sumber :
last_zie27@ymail.com)

Tuesday 15 October 2013

FILOSOFI KISAH RAMAYANA


FILOSOFI KISAH RAMAYANA
Secara garis besar konon kisah wayang Ramayana itu menunjukan bahwa manusia itu harus bergelut dengan dirinya sendiri terlebih dahulu sebelum mencapai pencerahan atau mendapatkan wahyu. Disini penggambaran itu di gambarkan sebagai berikut.
Rama digambarkan sebagai satria, sang diri atau pancer.
Shinta digambarkan sebagai wahyu atau pencerahan yang harus dicari atau dicapai.
Rahwana digambarkan sebagai sang nafsu merah yang mencuri perhatian dan waktu satria sehingga menjauhkan manusia dari pencapaian wahyu. Penuh dengan amarah dan nafsu memiliki yang membuat manusia menjauh dari pencapaian.
Sarpakenaka digambarkan sebagai sang nafsu hitam yang digambarkan getol mendukung sang nafsu merah dan merintangi manusia dari pencapaian pencerahan. Penuh dengan nafsu kejahatan dan pelampiasan.
Kumbakarna digambarkan sebagai nafsu kuning yang berusaha untuk menggunakan logika dalam berpikir, dan ahirnya walau mengetahui kebenaran tetap teguh membela apa yang dirasa benar. Tapi kadang kala justru merintangi pencarian karena merasa perlu menjaga apa yang “menurutnyabenar.
Wibisana dan Hanoman digambarkan sebagai nafsu putih yang terkalahkan dan menyingkir menyeberang jalan untuk bersatu dengan diri pribadi memerangi ke 3 nafsu tersebut.
Jalanya cerita juga jelas dimulai dari pencurian shinta oleh rahwana sebagai bentuk dari pencurian kesadaran manusia oleh emosi dan nafsu merah. Dimana sering dalam keadaan kita emosi maka sangat sulit mempertahankan kesadaran. Emosi adalah simbol rahwana yang selalu siap nyolong shinta, kesadaran kita.
Kemudian sadarlah sang diri, yang kemudian atas bantuan hanoman mencari sang shinta yang kemudian bersatu dengan wibisana ketika berjalan ke Alengka. Disini ditunjukan bahwa sang diri harus mendekat dan percaya kepada sifat putih yang ada dalam diri masing masing.
Dan terjadilah perang yang kemudian berujung pada kalahnya Kumbakarna, Sarpakenaka, dan Rahwana. Kumbakarna kalah dengan tangan dan kaki terpotong, menghadapi nafsu kuning kita harus bisa memotongangan-angan” yang menjadi lambang kaki tangan Kumbakarna.
Matinya Sarpakenaka karena kerisnya sendiri. Disini bisa diberi arti bahwa seharusnya kita menyadari bahwa semua perbuatan jahat itu merusak. Dengan menyadari akan keburukan diri maka kita akan insyaf. Keinsyafan sebab mau merenung dan menyadari itu dianggap sebagai keris sarpakenaka.
Terahir kita akan berhadapan dengan Rahwana yang punya dasa, sepuluh wajah dan kepala. Lambang begitu banyak alasan yang kita ungkapkan untuk menunjang pembelaan diri kita. dimana di putus satu akan tumbuh lagi lainya. hanya memutuskan semuanya maka sang Rahwana akan gugur. dan Shinta sang wahyu kembali ke pangkuan sang diri. (Copas dari Internet)

Tuesday 16 July 2013

Makna dan Lambang dalam Pedalangan



Didalam pedalangan kita, kaya akan nilai-nilai . Nilai-nilai di dalam pedalangan diantaranya:
  • Nilai kepahlawanan contoh: tokoh Kumbakarna, Adipati Karna. 
  • Nilai kesetiyaan contoh: tokoh Dewi Sinta, Raden Sumantri (Patih Suwanda) dan sebagainya.. 
  • Nilai keangkara murkaan contoh: tokoh Rahwana, Duryudana dan sebagainya. 
  • Nilai kejujuran  contoh: Tokoh Puntadewa dan sebagainya.
Di sini masih banyak nilai-nilai yang lain yang patut ditimba manfaatnya bagi kita semua. Arti lambang juga terdapat didalam pakeliran lewat lakon-lakon wayang. Kalau kita mengamati lakon Dewa Ruci di dalamnya mengandung lambang kehidupan manusia di dalam mencapai cita-cita hidup kita harus dapat melewati beberapa tantangan, kalau kita berhasil mencapainya kita akan mendapatkan buahnya.

Gunungan

Kalau kita melihat pagelaran wayang kulit pasti akan melihat gunungan, dan lebih sering disebut juga kayon. Dinamakan gunungan karena bentuknya mirip sepucuk gunung yang mencuat tinggi keatas. Adapun kita melihat gunungan yaitu pada saat pakeliran belum dimulai, gunungan ditancapkan tegak lurus di tengah kelir pada batang pisang bagian atas. Tetapi jika pakeliran telah dimulai maka gunungan ditancapkan pada simpingan bagian kanan dan kiri.
Gunungan terdapat pada setiap pagelaran wayang, misalnya: wayang purwa, wayang gedog, wayang krucil, wayang golek, wayang suluh dan sebagainya. Tetapi gambar gunungan kalau kita lihat juga banyak dijadikan simbol, atau suatu lambang.

Contoh:
Dalam lingkungan hidup atau sering disebut Kalpataru, digambarkan lambang sebuah kayon.
Kalau kita membedakan jenis kayon atau gunungan itu ada dua macam yaitu:
1. Kayon Gapuran 
2. Kayon Blumbangan 

Adapun ciri-ciri kayon gapuran adalah sebagai berikut :
1. Bentuknya ramping 
2. Lebih tinggi dari kayon blumbangan. 
3. Bagian bawah berlukiskan gapura. 
4. Samping kanan dan kiri dijaga dua raksasa kembar yaitu Cingkarabala dan balaupata. 
5. Bagian belakang berlukiskan api merah membara. 

Adapun ciri-ciri kayon blumbangan adalah sebagai berikut :
1. Bentuknya gemuk 
2. Lebih pendek dari keyon gapuran 
3. Bagian bawah berlukiskan kolam dengan air yang jernih. 
4. Ditengah ada gambar ikan berhadap-hadapan ditengah kolam. 
5. Bagian belakang berlukiskan api berkobar merah membara biasanya juga ada lukisan kepala makara. 

Untuk lebih jelasnya dapat kita melihat gambar kayon disamping kiri ini. Gunungan di dalam pegelaran wayang kulit mempunyai kegunaan yang penting sekali. Adapun guna kayon adalah sebagai berikut:
  1. Tanda dimulainya pentas pedalangan dengan dicabutnya kayon lalu diletakkan pada simpingan kanan dan kiri. 
  2. Tanda pergantian adegan / tempat.
    Contoh: Setelah adegan Astina akan diganti adegan Amarta biasanya diawali dengan memindahkan kayon atau memutar kayon lalu ditancapkan pada posisi semula.
  3. Untuk menggambarkan suasana. Contoh : Suasana sedih dalam suatu adegan, kayon digerak-gerakkan diikuti ceritera dalang.
  4. Untuk menggambarkan sesuatu yang tidak ada wayangnya.
    Contoh:Suatu ajian yang dikeluarkan dari badan tokoh wayang. Dewa tertinggi yang tidak ada wayangnya. Misalnya Sang Hyang wenang dan sebagainya.
  5. Menggambarkan air, api, dan angin.
    Contoh:Dari patet enem ke patet sanga di tandai dengan perubahan letak kayon. Misalnya dari kayon condong kekiri dirubah gerak tegak lurus.
  6. Tanda berakhirnya pentas pakeliran yaitu dengan menancapkan kayon ditengah-tengah. 
Gambar kayon didalamnya berlukiskan :
  • Rumah atau balai yang indah dengan lantai bertingkat tiga. 
  • Dua raksasa kembar lengkap dengan perlengkapan jaga pedang dan tameng. 
  • Dua naga kembar bersayap dengan dua ekornya habis pada ujung kayon. 
  • Gambar hutan belantara yang suburnya dengan kayu yang besar penuh dengan satwanya. 
  • Gambar macan berhadapan dengan banteng. 
  • Pohon besar yang tinggi dibelit ular besar dengan kepala berpaling kekanan. 
  • Dua kepala makara ditengah pohon. 
  • Dua ekor kera dan lutung sedang bermain diatas pohon. 
  • Dua ekor ayam hutan sedang bertengkar diatas pohon.
    Jadi kesimpulannya gambar kayon didalamnya sudah melambangkan seluruh alam raya beserta isinya mulai dari manusia sampai dengan hewan serta hutan dan perlengkapannya
PARA DEWA (DEWA-DEWA)
Setelah kita menguraikan secara sederhana tentang gunungan maka mulai kita menginjak nama-nama dari pelaku wayang. Kita mulai dari nama-nama dewa. Jumlah dewa-dewa dan dewi-dewi sangatlah banyak. Di sini yang ingin kami ketengahkan hanyalah nama-nama dewa atau dewi yang sering digunakan di dalam setiap lakon wayang. Kita mulai dari Batara Guru.

BATARA GURU
Nama lain :
1. Hyang jagad Pratingkah
2. Sang Hyang catur buia
3. Sang Hyang Manikmaya

Tempat : Kayangan Jonggirikaelasa
Istri : Dewi Uma

Anak :

  1. Batara Indra 
  2. Batara Bayu 
  3. Batara Wisnu 
  4. Batara Brama 
  5. Batara Kala 
  6. Batara Sakra 
  7.  Batara Mahadewa 
  8. Batara Asmara 

Ayah Batara Guru : Hyang Tunggal 
Keterangan :
Batara Guru adalah dewa yang merajai kayangan serta mengusai alam. Batara Guru pada saat dilahirkan berwajah tampan serta tanpa cacat. Karena kecongkakannya dan merasa bangga karena mempunyai wajah tampan dia akhirnya menerima hukuman dari Hyang tunggal serta dewa yang Agung dengan bertangan empat, bercaling, leher berwarna biru. Hal ini adalah buah dari perbuatannya. Batara Guru didalam ceritera pedalangan sering mengganggu dunia dengan menyamar menjadi manusia ingin menghancurkan Kyai Semar, Pandawa tetapi hal ini selalu kalah dengan kebajikan dan kejujuran yang akhirnya Hyang Guru minta maaf dan kembali kekhayangan.

BATARA NARADA
Nama lain : Kanekaputra
Tempat : adalah kayangan Sudukpangudaludal

Keterangan :
Batara Narada adalah ketua dari para dewa ia bertugas memimpin para dewa serta dewa yang dimintai pertimbangan oleh batara Guru dalam segala hal. Tugas lain adalah menyampaikan anugerah pada manusia serta mengamati kejadian di dunia. Asal mula batara Narada berparas elokvdan sakti yaitu dia ingin mengalahkan para dewa maka bertapa terus sehingga bertemu dengan dewa guru/Batara Guru.
Setelah terjadi bantah Batara Guru kalah. Akibat hal itu batara Guru selalu memanggil kakang. Batara Narada akhirnya berwajah buruk serta berbadan cebol karena pada suatu ketika mendapat umpat batara Gutu sehingga seperti bentuk gambar diatas. Batara Narada selalu melaksanakan tindakan kebenaran maka pada saat batara Guru bertindak salah selalu dilawannya.

BATARI DURGA
Tempat : Hutan Setra Gandamayit
Suami : Batara Kala
Bentuk : Raseksi yang ganas dan bengis

Keterangan:
Batari Durga dahulu adalah seorang putri yang cantik jelita berujud bidadari bernama dewi Uma. Ia sangat dicintai oleh Hyang Guru. Peristiwa itu terjadi pada saat Hyang Guru sedang rekreasi naik lembu Nandini melihat keindahan jagad raya, karena asyiknya betara Guru timbullah nafsu asmara dengan dewi Uma. Tetapi dewi Uma tidak mau karena mengingat sedang naik Lembu Nandini. Karena Batara Guru sangat bernafsu maka kamanya jatuh di laut. Yang akhirnya lahir Batara Kala. Setelah kejadian itu Dewi Uma diajak pulang. Di kayangan Batara Guru marah bukan kepalang karena marahnya Betari Uma disabda menjadi reseksi yang bengis dan disuruh kehutan Setra Gandamayit.

Mari kita melihat kembali pada kejadian yang lalu, pada saat Batara Guru akan memaksa Batari Uma. Maka Batari Uma mengutuk sikap Batara Guru seperti itu bagaikan raksasa. Maka jadilah Batara Guru mirip raksasa dengan mempunyai caling. Atas kejadian itu Batara Guru merasa masgul hatinya. Batari Durga dapat kembali ujut seperti sedia kala setelah diruat oleh satria bungsunya Pandawa yaitu raden Sadewa. Maka lakon itu disebut lakon Sudamala atau Durga ruwat.
Batari Durga di Setra Gandamayit memerintah para jin, iblis, banaspati, gandaruwo, engklek-engklek balung antandak dan sepadannya.

BATARA BRAMA
Tempat : Kayangan Deksina di dalam pedalangan sering disebut kayangan Argadahana.
Ayah : Batara Guru
Istri : Dewi Saraswati
Ibu : Batari Uma
Kesaktian : Dewa yang menguasai api.

Keterangan:
Batara Brama pernah memberikan pusaka Alugara dan Nanggala kepada raden Kakrasana pada saat ia bertapa di pertapaan Arsonya. Maka seolah-olah Hyang Brama adalah guru dari raden Kakrasana. maka kalau kita lihat bentuk wayang Prabu Baladewa, raden Kakrasana mirip dengan bentuk wayang Batara Brama. Batara Brama selalu atau sering mengikuti perjalanan Batara Guru ke Ngarcapada / Bumi menjelma menjadi raja seberang dengan nama misal prabu Dewa Pawaka atau yang lain.
Hal ini dapat digagalkan oleh Semar. Sehingga kehendaknya ingin memusnahkan Pandawa atau membuat onar dunia tidak berhasil. Juga dapat dilihat dalam lakon lahirnya Wisanggeni. Tujuan Batara Drama akan mengawinkan putrinya Dewi Dresanala dengan Dewa Srani serta menceraikan radaen Arjuna. Hal ini dapat digagalkan oleh Semar dan para Pandawa. Jadi kesimpulannya bahwa semua ulah dewa jika salah akan kalah oleh tindakan manusia yang benar.

BATARA INDRA
Tempat : Kayangan Jonggirisaloka
Kesaktian :
Batara Indra mempunyai kekuasaan memerintah para Dewa atas perintah Hyang Guru. Batara Indra mempunyai keahlian berperang dan banyak mempunyai panah sakti.
Anak :

  • Dewi Tara 
  • Dewi Tari 
  • Dewi Gagar Mayang
  • Batari Suprada dan masih banyak lagi yang berwujud bidadari.

Ayah : Batara Guru
Ibu : Batari Uma
Keterangan :
Batara Indra mempunyai kekuasaan atas para dewa dan para bidadari di sorga. Selain itu sering memberikan anugrah atau hadiah pada siapa saja yang gemar bertapa dan membantu ketentraman dunia serta permintaan titah yang sedang bertapa.
Sebagai contoh: Raden Arjuna mendapatkan panah Pasopati sebagai panah sakti akibat dari dia bertapa dan membantu atas ketentraman di kayangan, sehingga panah tersebut berguna di dalam perang besar Baratayuda.

BATARA ANTABOGA
Kayangan : kayangan Saptapratala atau Saptabumi
Anak : Dewi Nagagini.

Keterangan :
Batara Antaboga adalah dewa ular maka disebut juga ujud naga besar. Hyang Antaboga mempunyai putri cantik jelita yang diperistri raden Werkudara. Peristiwa ini terjadi pada saat Pandawa ditipu Kurawa diajak berkumpul dan pesta. Tiba-tiba tempat tersebut dibakar oleh para Kurawa dalam pedalangan dalam lakon Balesigalagala. Pandawa tidak mati karena ditolong oleh garangan putih yaitu kajadian dari Hyang Antaboga. Akhirnya Pandawa selamat Werkudara dikawinkan dengan dewi Nagagini mempunyai keturunan raden Hanantareja.

BATARA KAMAJAYA
Tempat : Kayangan Cokrokembang
Putra dari : Batara Ismaya (Semar)
Istri : Batari Ratih

Keterangan:
Dewa ini berparas elok serta selalu rukun bersama istrinya. Maka dari itu oleh orang jawa dijadikan kegemarannya (idam-idaman) sampai pada cita-citanya. Kalau orang mempunyai putra atau putri diharapkan berwajah elok dan cantik. Hal ini terbukti di dalam acara tujuh bulan bayi di kandungan diadakan upacara mitoni yang dilambangkan pada cengkir (kelapa muda) berlukiskan Batara Kamajaya dan Batari Ratih.

BATARA SURYA
Putra dari : Semar (Batara Ismaya)
Kekuasaan : Dewa Matahari

Keterangan :
Batara Surya adalah seorang dewa yang menguasai gerak Matahari. Serta dalam lakon lahirnya Karna Betara Surya adalah salah satu dewa yang menurunkan raden Suryaputra dengan ibunya dewi Kunti.

BATARA BAYU
Tempat tinggal : Kayangan Panglawung
Ayah : Batara Guru
Ibu : Dewi Uma
Istri : Dewi Sumi
Kesaktian :
Batara Bayu mempunyai kesaktian angin dan ia menjadi dewanya hewan, raksasa, dan manusia.
Yang tersebut golongan putera dewa Bayu adalah :

  • Batara Bayu 
  • Hanuman 
  • Wrekodara Wil Jajalpaweka 
  • Liman setubanda 
  •  Sarpa Nagakuawara 
  • Garudha Mahambira 
  • Begawan Maenaka 


Keterangan :
Batara Bayu pernah menjadi raja di Mayapada di negara Medanggora, bergelar prabu Bhima. Pada ceritera Pedalangan dalam lakon Bhima Bungkus di situ terlukis putera Pandu yang masih berada dalam keadaan terbungkus, sebelum sang bayi berwujud sebagai layaknya bayi biasa, Batara Bayu masuk kedalam bungkus sang bayi dan memberinya busana seorang kesatria.

BATARA WISNU
Tempat : Kayangan Utarasagara
Ayah : Batara Guru
Ibu : Batari Uma
Isteri : Dewi Pertiwi

BATARA KALA
Kayangan : kayangan Selamangumpeng
Ayah : Batara Guru
Istri : Batari Durga

Keterangan :
Batara Kala lahir dari Kama salah yang jatuh dilaut pada saat Batara Guru rekrasi dengan Batari Uma (lihat hal Batari Uma). Batara Kala dilahirkan dalam wujud api yang berkobar-kobar yang makin lama makin besar. Hal ini membuat gara-gara di Suralaya, sehingga para dewa diperintahkan oleh Batara Guru untuk mematikan api yang berkobar-kobar tetapi tidak mati, malah makin lama makin besar dan naik ke Suralaya menanyakan bapaknya.
Karena Hyang Guru kwatir kalau kayangan rusak maka Batara Guru mengakui kalau Kala adalah anaknya. Maka diberi nama Batara Kala dan Batara Kala minta makanan, maka Batara Guru memberi makanan tetapi ditentukan yaitu :
1. Orang yang mempunyai anak satu yang disebut ontang-anting
2. Pandawa lima anak lima laki-laki semua atau anak lima putri semua.
3. Kedono kedini, anak dua laki-laki perempuan jadi makanan Betara Kala.

Untuk menghindari jadi mangsa Batara Kala harus diadakan upacara ruwatan. Maka untuk lakon-lakon seperti itu di dalam pedalangan disebut lakon Murwakala atau lakon ruwatan. Di dalam lakon pedalangan Batara Kala selalu memakan para pandawa karena dianggapnya Pandawa adalah orang ontang anting. Tetapi karena Pandawa selalu didekati titisan Wisnu yaitu Batara Kresna. Maka Batara Kala selalu tidak berhasil memakan Pandawa.

BATARA YAMADIPATI
Putra dari : Semar (Betara Ismaya)
Tempat : Kayangan Argodulamilah

Keterangan :
Betara Yamadipati, dewa yang ditugasi mencabut nyawa dan menjaga neraka. Adapun wajah Yamadipati berbentuk manusia dan wajah raksasa yang mengerikan. Yamadipati juga terseret pada perbuatan tidak benar tetapi setelah direnungkan tidak baik, maka berbelok pada posisinya semula.*

JENENGE RATU LAN PANDHITA


  1. Prabu Arjuna Sasrabahu ratu ing Maespati 
  2. Prabu Baladewa         ratu ing Mandura 
  3. Prabu Basudewa         ratu ing Mandura 
  4. Prabu  Bomanarakasura ratu ing Trajutrisna 
  5. Prabu Drupada                 ratu ing Cempala 
  6. Prabu Dasarata                 ratu ing Ngayodya 
  7. Prabu dasamuka         ratu ing Ngalengka 
  8. Prabu Drestarata         ratu ing Ngastina 
  9. Prabu Kresna         ratu ing Dwarawati
  10. Prabu Karna ratu ing Ngawangga 

Seni Pewayangan



Wayang merupakan bentuk konsep berkesenian  yang kaya akan cerita falsafah hidup sehingga masih bertahan di kalangan masyarakat jawa hinggga kini.
Disaat pindahnya Keraton Kasunanan dari Kartasura ke Desa Solo (sekarang Surakarta) membawa perkembangan juga dalam seni pewayangan. 

Seni pewayangan yang awalnya merupakan seni pakeliran dengan tokoh utamanya Ki Dalang yang berceritera, adalah suatu bentuk seni gabungan antara unsur seni tatah sungging (seni rupa) dengan menampilkan tokoh wayangnya yang diiringi dengan gending/irama gamelan, diwarnai dialog (antawacana), menyajikan lakon dan pitutur/petunjuk hidup manusia dalam falsafah.

Seni pewayangan tersebut digelar dalam bentuk yang dinamakan Wayang Kulit Purwa, dilatar-belakangi layar/kelir dengan pokok cerita yang sumbernya dari kitab Mahabharata dan Ramayana, berasal dari India. Namun ada juga pagelaran wayang kulit purwa dengan lakon cerita yang di petik dari ajaran Budha, seperti cerita yang berkaitan dengan upacara ruwatan (pensucian diri manusia). Pagelaran wayang kulit purwa biasanya memakan waktu semalam suntuk.

Semasa Sri Susuhunan X di Solo seni Pakeliran berkembang  medianya setelah didirikan tempat pementasan Wayang Orang, yaitu di Sriwedari yang merupakan bentuk pewayangan panggung dengan pemainnya terdiri dari orang-orang yang memerankan tokoh-tokoh wayang. Baik cerita maupun dialognya dilakukan oleh masing-masing pemain itu sendiri. Pagelaran ini diselenggarakan rutin setiap malam. Bentuk variasi wayang lainnya yaitu wayang Golek yang wayangnya terdiri dari boneka kayu.

Seniman keturunan Cina yang berada di Solo juga kadang menggelar wayang golek cina yang disebut Wayang Potehi. Dengan cerita dari negeri Cina serta iringan musiknya khas cina. 
Ada juga Wayang Beber yang dalam bentuknya merupakan lembaran kain yang dilukis dan diceritakan oleh sang Dalang, yang ceritanya berkisar mengenai Keraton Kediri, Ngurawan, Singasari (lakon Panji).

Wayang Klitik
adalah jenis pewayangan yang media tokohnya terbuat dari kayu, ceritanya diambil dari babat Majapahit akhir (cerita Dhamarwulan).
Dulu terkadang "wong Solo" memanfaatkan waktu senggangnya membuat wayang dari rumput, disebut Wayang Rumput

Orang jawa mempunyai jenis kesenian tradisional yang bisa hidup dan berkembang hingga kini dan mampu menyentuh hati sanubari dan menggetarkan jiwa, yaitu seni pewayangan. Selain sebagai alat komunikasi yang ampuh serta sarana memahami kehidupan, wayang bagi orang jawa merupakan simbolisme pandangan-pandangan hidup orang jawa mengenai hal-hal kehidupan yang tertuang dalam dilaog dialur cerita yang ditampilkan.

Dalam wayang seolah-olah orang jawa tidak hanya berhadapan dengan teori-teori umum tentang manusia, melainkan model-model hidup dan kelakuan manusia digambarkan secara konkrit. Pada hakekatnya seni pewayangan mengandung konsepsi yang dapat dipakai sebagai pedoman sikap dan perbuatan dari kelompok sosial tetentu.

Konsepsi-konsepsi tersebut tersusun menjadi nilai nilai budaya yang tersirat dan tergambar dalam alur cerita-ceritanya, baik dalam sikap pandangan terhadap hakekat hidup, asal dan tujuan hidup, hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan lingkungannya serta hubungan manusia  dengan manusia lain.
Pertunjukkan wayang terutama wayang kulit sering dikaitkan dengan upacara adat: perkawinan, selamatan kelahiran bayi, pindahan rumah, sunatan, dll, dan biasanya disajikan dalam cerita-cerita yang memaknai hajatan dimaksud, misalnya dalam hajatan perkawinan cerita yang diambil "Parto Krama" (perkawinan Arjuna), hajatan kelahiran ditampilkan cerita Abimanyu lahir, pembersihan desa mengambil cerita "Murwa Kala/Ruwatan" 

KHUSUS WAYANG PURWA 
Wayang purwa adalah bagian dari beberapa macam yang ada, diantaranya wayang gedog, wayang madya, wayang klitik purwa, wayang wahyu, wayang wahono dan sebagainya.

Wayang purwa sudah ada beberapa ratus tahun yang lalu dimana wayang timbul pertama fungsinya sebagai upacara menyembah roh nenek moyang. Jadi merupakan upacara khusus yang dilakukan nenek moyang untuk mengenang arwah para leluhur. Bentuk wayang masih sangat sederhana yang dipentingkan bukan bentuk wayang tetapi bayangan dari wayangan tersebut. 

Perkembangan jaman dan budaya manusia selalu berkembang wayang ikut pula dipengaruhi bentuk wayang pun berubah, misalnya, bentuk mata wayang seperti bentuk mata manusia, tangan berkabung menjadi satu dengan badannya. Hal ini dipandang kurang enak maka tangan wayang dipisah, untuk selanjutnya diberi pewarna.

Perkembangan wayang pesat pada jaman para wali, diantaranya Sunan Kalijaga, Sunan Bonang dan yang lain ikut merubah bentuk wayang sehingga menjadi lebih indah bentuknya. Langkah penyempurnaan di jaman Sultan Agung Hanyakrakusuma, jaman kerajaan Pajang, kerajaan Surakarta, jaman Pakubuwono banyak sekali menyempurnakan bentuk wayang sehingga tercipta bentuk sekarang ini, dimana telah mengalami kemantapan yang dirasa pas dihati pemiliknya.

Pengaturan wayang
Jumlah wayang dalam satu kotak tidak sama trgantung kepada pemiliknya. Jadi ada wayang yang jumlahnya 350 sampai 400 wayang, ada yang jumlahnya hanya 180 wayag dan ada yang kurang dari 180 wayang. Biasanya wayang yang banyak, wayang yang rangkap serta wanda yang banyak sesuai yang diinginkan. Pengaturan wayang pada layar atau kelir atau disebut simpingan. Di dalam simpingan wayang ada simpingan kanan dan simpingan kiri. 


SIMPINGAN KIRI 
1.Buto raton (Kumbakarno) 
2.Raksasa muda (Prahasta,Suratimantra) 
3.Rahwana dengan beberapa wanda 
4.Wayang Bapang (ratu sabrang) 
5.Wayang Boma (Bomanarakasura) 
6.Indarajit 
7. Trisirah 
 8.Trinetra dan sejenisnya 
9.Prabu Baladewa dengan beberapa wanda 
9.Raden Kakrasana 
10Prabu Salya 
11.Prabu Matswapati 
12Prabu Duryudana 
13.Prabu Salya 14.Prabu Salya 
15.Prabu Matswapati 
16.Prabu Duryudana 
17.Raden Setyaki 
18.Raden Samba 
20.Raden Narayana 

Keterangan :
Pada contoh diatas hanya secara garis besar saja. Jadi masih banyak nama tokoh yang tidak kami cantumkan.
  • Wayang Eblekan :
    Yaitu wayang yang masih diatur rapi didalam kotak, tidak ikut disimping. Contoh: Buta brabah, wayang wanara, wayang kewanan (hewan), wayang tatagan yang lain, misal: wadya sabrang buta cakil dan lain-lain.
  • Wayang dudahan :
    Yaitu wayang yang diletakkan di sisi kanan dhalang. Contoh: Punakawan, pandita, rampogan, dewa dan beberapa tokoh wayang yang akan digunakan didalam pakeliran.

 SIMPINGAN KANAN 
Dimulai dari wayang Tuguwasesa diakhiri wayang bayen. Adapun wayang yang disimping adalah sebagai berikut :

1.Prau Tuguwasesa (Tuhuwasesa) 
2.Werkudara dari beberapa macam wanda 
3.Bratasena dari beberapa macam wanda 
4.Rama Parasu 
5.Gatotkaca dari beberapa macam wanda 
6.Ontareja
7.Anoman dari beberapa macam wanda 
8.Kresna dari beberapa macam wanda 
9.Prabu Rama 
10.Prabu Arjuna Sasra 
11.Pandhu 
12,Arjuna 
 13.Abimanyu 
14.Palasara 
15.Sekutrem 
16.Wayang putran 
17.Bati 

Keterangan :
Wayang tersebut disimping pada debog atau batang pisang bagian atas. Untuk batang pisang bagian bawah hanya terdiri dari simpingan wayang putren.

Simpingan sebelah kiri terdiri atas:

1.Buta raton 
2.Wayang buta enom (raksasa muda) 
3.Wayang boma 
4.Wayang Sasra 
5.Wayang Satria 


Pakem Ringgit Purwa Warni-warni:       
Lakon-lakon: Peksi Dewata, Gambiranom, Semar Mantu, Bangbang Sitijaya, Wangsatama Maling, Thongthongborong, Srikandhi Mandung, Danasalira, Lesmana Buru Bojone Bangbang, Caluntang, Carapang Sasampuning Prang Baratayuda, Parikesit, Yudayana, Prabu Wahana, Mayangkara, Tutugipun Lampahan Bandung, Carangan Ingkang Kantun Jayaseloba, Doradresanala Larase Semarasupi. Bandhaloba, Ambungkus, Lahire Pandhu, Lahiripun Dasamuka, Dasamuka Tapa Turu, Lahire Indrajit, Lokapala, Sasrabahu, Bambang Sumantri, Sugriwa Subali, Singangembarawati, Anggit Dalem, Tutugipun Lampahan Wilugangga, Tunjung Pethak, Gambar Sejati, Bangbang Dewakasimpar, Ingkang Serkarta Jalintangan Suksma Anyalawadi, Samba Rambi, Antasena Rabi, Wilmuka Rabi, Partajumena, Wisatha Rabi, Sumitra Rabi, Sancaka Rabi, Antareja Rabi, Pancakumara Rabi, Sayembara Dewi Mahendra, Sayembara Dewi Gandawati, Sayembara Tal Pethak, Dhusthajumena Rabi, Pancadriya Rabi, Rukma Ical, Ugrasena Tapa, Leksmana Mandrakumara Rabi, Ada-ada Bimasuci, Pandhawa Kaobongan, Sembadra Dilarung and Secaboma (59 wayang lakon). 

Pakem Ringgit Wacucal: 
Lakon-lakon: Kresna Kembang, Sayembara Setyaki, Erangbaya,Kresna Gugah, Prabu Kalithi, Wilugangga, Waosan Panitibaya Lampahipun Para Dewa, Asmaradahana, Karagajawa dan Sudhamala (11 wayang lakon). 

Pakem Ringgit Purwa Warni-warni: 
Lakon-lakon: Sembadra Edan, Sembadra Larung, Arjuna Besus, Sukma Ngembaraning Sembadra, Peksi Gadarata, Wrekudara Dados Gajah, Cekel Endralaya, Manonbawa, Surga Bandhang, Bangbang Kembar, Bangbang Danuasmara, Palgunadi, Bimasuci, Loncongan, Wrekudara Dipun Lamar, Yuyutsuh, Samba Rajah, Sunggen Wilmuka, Lobaningrat, Anggamaya, Brajadenta Balik, Tapel Sewu, Dewakusuma, Sunggen Gathutkaca, Sugata, Tuguwasesa, Lambangkara, Semar Minta Bagus, Retna Sengaja, Prabu Pathakol, Jayamurcita, Karna Wiguna, Bangbang Supena, Pandhawa Gupak, Gugahan Kresna, Srikandhi Manguru Manah, Kresna Malang Dewa, Bangbang Sinom Prajangga Murca Lalana dan Pandha Widada (42 wayang lakon). 

Pakem Ringgit Purwa:  
Lakon-lakon: Angruna-Angruni, Mikukuhan, Begawan Respati, Watugunung, Wisnupati, Prabu Namintaya, Nagatatmala, Sri Sadana, Parikenan, Bambang Sakutrem, Bambang Sakri, Bagawan Palasara, Kilatbuwana, Narasoma, Basudewa Rabi, Gandamana Sakit, Rabinipun Harya Prabu Kaliyan Ugrasena, Bima Bungkus, Rabinipun Ramawidura, Lisah Tala, Obong-obongan Pasanggrahan Balesegala, Bambang Kumbayana, Jagal Bilawa, Babad Wanamarta, Kangsa Pragat, Semar Jantur, Jaladara Rabi, Alap-alapan Surtikanthi, Clakutana, Suyudana Rabi, Jayadrata Rabi, Pandhawa Dulit, Gandamana, Kresna Sekar, Alap-alapan Secaboma, Kuntul Wilanten, Partakrama, Gathutkaca Lair, Setija, Bangun Taman Maerakaca dan Wader Bang (43 wayang lakon).

Pakem Ringgit Purwa Warni-warni:
Lakon-lakon: Sembadra Edan, Sembadra Larung, Arjuna Besus, Sukma Ngembaraning Sembadra, Peksi Gadarata, Wrekudara Dados Gajah, Cekel Endralaya, Manonbawa, Surga Bandhang, Bangbang Kembar, Bangbang Danuasmara, Palgunadi, Bimasuci, Loncongan, Wrekudara Dipun Lamar, Yuyutsuh, Samba Rajah, Sunggen Wilmuka, Lobaningrat, Anggamaya, Brajadenta Balik, Tapel Sewu, Dewakusuma, Sunggen Gathutkaca, Sugata, Tuguwasesa, Lambangkara, Semar Minta Bagus, Retna Sengaja, Prabu Pathakol, Jayamurcita, Karna Wiguna, Bangbang Supena, Pandhawa Gupak, Gugahan Kresna, Srikandhi Manguru Manah, Kresna Malang Dewa, Bangbang Sinom Prajangga Murca Lalana dan Pandha Widada (42 wayang lakon).

Pakem Ringgit Purwa Warni-warni:
Lakon-lakon: Peksi Dewata, Gambiranom, Semar Mantu, Bangbang Sitijaya, Wangsatama Maling, Thongthongborong, Srikandhi Mandung, Danasalira, Lesmana Buru Bojone Bangbang, Caluntang, Carapang Sasampuning Prang Baratayuda, Parikesit, Yudayana, Prabu Wahana, Mayangkara, Tutugipun Lampahan Bandung, Carangan Ingkang Kantun Jayaseloba, Doradresanala Larase Semarasupi. Bandhaloba, Ambungkus, Lahire Pandhu, Lahiripun Dasamuka, Dasamuka Tapa Turu, Lahire Indrajit, Lokapala, Sasrabahu, Bambang Sumantri, Sugriwa Subali, Singangembarawati, Anggit Dalem, Tutugipun Lampahan Wilugangga, Tunjung Pethak, Gambar Sejati, Bangbang Dewakasimpar, Ingkang Serkarta Jalintangan Suksma Anyalawadi, Samba Rambi, Antasena Rabi, Wilmuka Rabi, Partajumena, Wisatha Rabi, Sumitra Rabi, Sancaka Rabi, Antareja Rabi, Pancakumara Rabi, Sayembara Dewi Mahendra, Sayembara Dewi Gandawati, Sayembara Tal Pethak, Dhusthajumena Rabi, Pancadriya Rabi, Rukma Ical, Ugrasena Tapa, Leksmana Mandrakumara Rabi, Ada-ada Bimasuci, Pandhawa Kaobongan, Sembadra Dilarung and Secaboma (59 wayang lakon). 

Pakem Ringgit Wacucal:
Lakon-lakon: Kresna Kembang, Sayembara Setyaki, Erangbaya,Kresna Gugah, Prabu Kalithi, Wilugangga, Waosan Panitibaya Lampahipun Para Dewa, Asmaradahana, Karagajawa dan Sudhamala (11 wayang lakon).

Pakem Wayang Purwa I:
Ki Prawirasudirja
Surakarta.

Lakon-lakon: Angruna Angruni, Bambang Srigati, Bathara Sambodana Rabi, Hendrasena, Ramaparasu, Setyaki Rabi, Bagawan Sumong, Doradresana Makingkin, Tuhuwisesa, Sridenta, Bratadewa, Jayawisesa, Janaka Kembar, Jayasuparta, Endhang Madyasari, Sekar Widabrata, Samba Rabi, Partajumena Rabi, Calunthang dan Carapang.
Jika anda nonton wayang purwa, baik yang dipagelarkan semalam maupun yang dipergelarkan padat, maka jika direnungkan benar-benar didalamnya terkandung banyak nilai serta ajaran-ajaran hidup yang sangat berguna. Semua yang ditampilkan baik berupa tokoh dan yang berupa medium yang lain didalamnya banyak mengandung nilai filosafi. Secara gampang saja baru melihat simpingan wayang, orang telah mempunyai penilaian. Bahwa simpingan kanan melambangkan tokoh yang baik, simpingan kiri melambangkan tokoh yang jelek atau buruk. Kalau kita melihat perangnya wayang, wayang yang diletakkan atau diperangkan tangan kiri pasti kalah. Tetapi hal ini tidak semua benar. (Copas dari Berbagai Sumber)




Tags

Recent Post