Latest News

Showing posts with label Sejarah Desa. Show all posts
Showing posts with label Sejarah Desa. Show all posts

Monday, 8 August 2016

Sejarah Desa Mindi

SEJARAH DESA MINDI



Desa Mindi merupakan salah satu desa di Kecamatan Leuwimunding Kabupaten Majalengka. Tidak terlepas dengan sejarah desa disekitarnya. Desa Mindi memiliki hubungan sejarah  dengan desa Rajawangi, desa parakan maupun desa patuanan. Semuanya berhulu ke sejarah Kesultanan Cirebon.
Sekitar tahun 1700an ketika mayoritas daerah Majalengka masih berupa hutan belantara. Sekelompok penduduk nomaden berpindah dari satu wilayah ke wilayah lain untuk bercocok tanam dan berburu untuk menutupi kebutuhan hidupnya. Dipimipin oleh Ki Perwata, sekelompok penduduk tesebut berasal dari daerah Cirebon Selatan. Mereka berkelana ke Parakan yang saat itu dipimpin oleh Rd. Tarajutisna dan Patuanan yang dipimipin oleh Papak. Secara administratif kedua wilayah tersebut (Parakan dan Patuanan) dibawah kekuasaan Kesultanan Cirebon, setiap tahun mereka melakukan upeti dan seba. Ki Perwata menjalin hubungan baik dengan kedua pemimpin wilayah tersebut.

Ketika suatu saat pimipnan dari Parakan dan Patuanan mengajak Ki Perwata untuk melakukan upeti dan seba ke Cirebon, Ki Perwata sedang mengerjakan Welitan dari Janur (Daun Kelapa), sehingga mempersilahkan kedua Pemimpin tersebut untuk mendahului pergi ke Cirebon.

Namun betapa terkejutnya ketika kedua peminpin tersebut (Parakan dan Patuanan) baru sampai ke Kasultanan Cirebon, mereka  mendapati Ki Perwata sudah berada di Kesultanan Cirebon. Ketika keduanya mempertanyakan kenapa Ki Perwata sudah sampai terlebih dahulu dari mereka padahal justru pemimpin dari Parakan dan patuananlah yang pergi duluan meninggalkan Ki Perwata . Ki Perwata menjawab bahwa beliau pergi menunggang kuda dan sekarang diikat di pohon pisang klutuk dekat Sumur Kejayaan di belakang (yang ketika keduanya mengajak pergi, “kuda” tersebut sedang dalam proses pengerjaan).

Kejadian tersebut langsung menjadi buah bibir diantara para utusan Upeti &Sseba dari penjuru wilayah kasultanan Cirebon, dan pada akhirnya justru menjadi topik utama dalam acara rapat kasultanan. Sultanpun memberi komentar kepada Ki Perwata atas kejadian tersebut “ Ee..kalau begitu Ki Perwata Minda – minda” artinya pura – pura bodoh. Bahkan dari beberap sumber tidak tertulis disebutkan bahwa berkat “prestasi” tersebut Ki Perwata dikasih sebuah tongkat dari Sultan Cirebon yang diberi nama Tongkat Naga Sari. Namun keberadaan tongkat tersebut sekarang kemungkinan dimiliki oleh penduduk bukan penduduk Desa Mindi atau dikubur disuatu tempat.

Atas komentar Sultan tersebut “Ee..kalau begitu Ki Perwata Minda-minda (Pura- pura bodoh seperti Kambing)”, sehingga Ki Perwata dijuluki Utusan dari Minda

Dalam perkembangannya Ki Perwata merubah Minda menjadi Mindi untuk penamaan wilayah kekuasannya. Ki Perwata mengajar ilmu pertanian dan anyaman dari bambu bagi para penduduk Mindi.

Dalam perkembangannya, ada beberapa peraturan tidak tertulisyang sekarang masih melekat di masyarakat Mindi, yaitu :
  1. Dilarang beternak Biri – biri (Domba) kalau memaksakan pasti ada akibat negatif pada ternak atau pemiliknya
  2. Setiap bulan Maulid ditiap tahunnya di Kesultanan Cirebon pada saat upacara adat Panjang Jimat, orang Mindi tertentu diundang olah Sultan Cirebon dan ditugaskan membawa barang peninggalan Sultan, khususnya yang harus dibawa oleh orang asli kelahiran Mindi.
  3. Menurut orang tua, warga mindi dilarang membawa dan memakai barang – barang yang berasal dari Parakan, ini dimungkinkan dari perkataan sunan gunung jati yang mengatakan bahwa setiap barang – barang yang berasal dari Parakan akan mengundang hal negatif (dikarenakan dalam sejarah Parakan, Sunan gunung jati merasa keasl ketika dalam proses pembangunan Masjid di Kasultanan Cirebon kayu jati sebagai bahan bangunan berasal dari Parakan, akan tetapi lama kelamaan berkurang bahkan habis diambil oleh orang – orang yang tidak diketahui.
Sepeninggal Ki Perwata, beberapa Kuwu (Kepala Desa) Mindi tidak banyak berbuat dan berfungsi hanya sebagai petugas pengganti.

Namun ada beberapa kuwu yang menonjol dalam tahun – tahun pemerintahannya, seperti Kuwu Doron (1867 – 1897) yang mendirikan bangunan – bangunan Sekolah Rakyat (SR) dan Mesjid , memperbaiki Balai Pemerintahan Desa sebagai sarana pendidikan Agama Islam dan Balai Musyawarah Masyarakat Desa Mindi.

Berikut Nama-nama yang telah memimpin dan memerintah masyarakat Mindi sebagai Kuwu (Kepala Desa)  yaitu :

    Perwata                         (1770 – 1800)
    Bewu                            (1800 – 1829)
    Janur                             (1830 – 1860)
    Raksa                            (1860 – 1866)
    Doron                            (1867 – 1897)
    Ombak                          (1898 – 1913)
    Surya                             (1914 – 1919)
    Suraprana                      (1920 – 1927)
    Pulung                           (1928 – 1932)
    Wirta                             (1933 – 1947)
    Waskinah                      (1948 – 1949)
    Wirta                             (1950 – 1963)
    Rustinah                       (1964 – 1979)
    Ambung Sobari            (1980 – 1988)
    Amin                            (1989 – 1998)
    Castim                          (1999 – 2000)
    Basar Saiban                (2000 – 2010)
    Suhanda                       (2010  - 2016)
Menjelang masa akhir kepemimpinannya, Kuwu Suhanda pada tahun 2015 mampu melaksanakan pembanguan mesjid. Bangunan Mesjid yang baru dibangun berdiri megah dan menjadi kebanggaan masyarakat Mindi.

Tuesday, 26 July 2016

Sejarah Desa Parungjaya





Pabrik Gula Parungjaya atau Suikerfabriek Paroengdjaja adalah pabrik gula yang keberadaanya jarang diketahui. Pabrik Gula Parungjaya lokasinya berada di Desa Parungjaya Leuwimunding. Pabrik gula ini didirkan pada tahun 1848 bersamaan dengan dibangunnya Pabrik Gula Jatiwangi hal ini dikarenakan dibangun oleh pengusaha yang sama R. Twiss. Mengapa pabrik gula ini tidak banyak diketahui karena pabrik gula ini lebih dulu bangkrut di karenakan resesi ekonomi dunia pada tahun 1930-an. Jauh sebelum Indonesia merdeka. Namun begitu pabrik gula ini sempat berkembang dan membangun jaringan pengangkutan tebu hingga wilayah panjalin di utara pabrik. Selain itu digunakannya fasilitas lori untuk mengangkut hasil pabrik gula ke Stasiun KA Prapatan di jalur kereta Cirebon – Kadipaten milik SCS. Tidak ada bentuk bangunan yang tersisa dari pabrik gula ini, hanya ada sisa sisa fondasi bangunan yang dibeberapa titik di Desa Parungjaya. (Sumber : Info Majalengka.wordpress.com

Sejarah Desa Parungjaya Kecamatan Leuwimunding


 Sejarah Desa Parungjaya

Konon menurut sejarah dan cerita yang beredar dari mulut ke mulut dan juga berbagai sumber dari sesepuh bahwa dulu pada saat kerajaan/kesultanan Cirebon  menyerang kerajaan Galuh berada diwilayah Parung jaya,saat mereka bertemu dan berperang dengan kekuatan yang sama dan simbang akhirnya peperangan itu berakhir dengan seri dan tidak ada yang kalah sehingga para Ponggawa kerajaan memberi nama daerah itu dengan nama "TARUNG JAYA" atau perang kemenangan .siring waktu berlalu akhirnya nama Tarung Jaya berubah menjadi Parung jaya.

lalu pada saat penjajahan kolonial Belanda diwilayah ini dibangun sebuah pabrik Gula yang wilayahnya hampir meliputi beberapa desa disekitarnya.

Di Parung Jaya itu sendiri dulunya di bagi menjadi  wilayah,yaitu :

1. JEBOR = berasal dari kata "CEBOR" atau sejenih kubangan air yang ada di sawah tempat membuat batu bata yang sring juga digunakan sebagai tempat mandi kerbau.di wilayah ini pula terdapat sebuah Tugu/Monumen yang di jadikan center atau pusat daripada Parung jaya,dan sampai saat ini masih berdiri denagn kokohnya.

2. KONGSI = Tempat para kompeni belanda melakukan Transaksi perdagangan.

3. SUKA MENAK = tempat yang di jadikan sebagai tempat bersantai oleh para Kompeni Belanda karna wilayahnya terhalang oleh sungai yang begitu deras.

4. ISTAL = wilayah yang dijadikan tempat menyimpan kuda kuda sebelum menuju ke wilayah Suka Menak.  (sumber : Arif aff blogspot.com)


Tags

Recent Post