Latest News

Showing posts with label KOLOM. Show all posts
Showing posts with label KOLOM. Show all posts

Friday, 12 October 2018

Desa Dan Negeri Dongeng


Mengulik kembali cerita-cerita dongeng masa kecil yang sering didengar, membawa kita pada fantasi seolah kita hidup di dalam cerita tersebut. Sebagian cerita yang menjadikan desa sebagai latar tempatnya, menampilkan potret desa sebagai sebuah tempat tinggal yang didambakan oleh semua orang.
Gambar Ilustrasi : IDN Times

Terkadang, setting tempat itulah yang menjadikan sebuah dongeng lebih hidup dan menarik untuk disimak. Potret desa dengan latar seperti negeri dongeng memang dapat kita temukan di dunia nyata. Tapi apakah hal tersebut berlaku untuk semua desa yang ada di dunia ? Tentu saja tidak, masih banyak fakta mengenai desa yang masih jauh seperti yang di sketsakan di negeri dongeng. Realitas terkait kemiskinan, masalah aksesibilitas, dan permasalahan sosial ekonomi lainnya masih terjadi, dan perlu untuk dicarikan solusi penyelesaiannya.
Permasalahan sosial ekonomi masih menjadi problem utama sebagian desa di Indonesia. Menurut Bappenas kurang lebih terdapat 26% desa yang masuk kategori desa tertinggal dari 74.954 total desa di Indonesia. Ketimpangan pun masih terjadi dalam hal pembangunan desa, dimana kawasan Indonesia timur menyumbang hampir 85% dari total desa tertinggal di Indonesia (Kemendes PDTT).
Penduduk miskin yang berada di desa pun jumlahnya lebih besar jika dibandingkan dengan penduduk miskin di kota. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) RI pada bulan maret 2017 jumlah penduduk miskin di desa mencapai 17,10 juta orang. Data ini menunjukan kurang lebih 60% dari total penduduk miskin di Indonesia yang sebesar 27,77 juta berada di daerah perdesaan. Hal ini juga menunjukan ketimpangan yang cukup besar antara pembangunan di daerah perkotaan dan perdesaan.
Selain masalah ekonomi, aksesibilitas juga masih menjadi permasalahan utama desa yang perlu untuk diselesaikan. Masyarakat desa masih sulit dan terbatas dalam mengakses barang, jasa, pendidikan, kesehatan, serta hal terkait informasi dan teknologi. Masih terbatasnya infrastruktur di perdesaan menyebabkan masyarakat desa mengalami kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan dasar mereka.
Pemerintah sudah mulai menaruh perhatian lebih pada pembangunan desa, dimana arah pembangunan nasional sudah mulai memperhatikan daerah pinggiran. Hal ini sebagaimana termuat dalam poin ke-3 program nawacita yang dicanangkan oleh pemerintah, yaitu membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan.
Pembangunan desa harus terintegrasi di segala lini dan berkelanjutan. Desa harus didorong agar lebih kuat dan mandiri sehingga mampu bersaing dengan daerah perkotaan. Konsep pengelolaan desa harus efektif dan efisien guna pembangunan desa yang maju dan lebih modern. Target utama dari pembangunan desa yaitu untuk memperkecil kesenjangan antara kota dan desa.

Mengurangi Angka Kemiskinan

Kemiskinan masih menjadi salah satu problem yang belum bisa diselesaikan. Kemiskinan juga menjadi tantangan utama dalam hal pembangunan desa di Indonesia. Hal ini mengingat realitas angka kemiskinan masyarakat di desa yang masih tinggi, sehingga perlu solusi jitu untuk mengurangi angka kemiskinan ini. Kordinasi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat harus terjalin dengan baik guna mengatasi masalah ini.
Untuk mengurangi angka kemiskinan di desa, pemerintah bersama masyarakat harus menciptakan lapangan pekerjaan yang mampu menyerap tenaga-tenaga kerja yang ada di desa. Melalui dana desa sebesar 60 triliun yang dikucurkan oleh pemerintah di tahun 2017, diharapkan dapat dimanfaatkan oleh desa untuk menciptakan lapangan pekerjaan. Dana sebesar 800 juta sampai 1 miliar yang untuk masing-masing desa, dapat digunakan untuk pemberdayaan dan pengembangan UMKM desa agar dapat menyerap tenaga kerja lebih banyak.
Selain itu program reformasi agraria yang dicanangkan oleh pemerintah harus didukung secara penuh. Dengan adanya program reformasi agraria diharapkan dapat meningkatkan akses masyarakat desa terhadap pendapatan, sehingga dapat menurunkan angka kemiskinan. Redistribusi 9 juta hektar lahan oleh pemerintah diharapkan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat desa untuk menciptakan lapangan pekerjaan sebanyak mungkin.

Meningkatkan Aksesibilitas Masyarakat Desa

Aksesibiltas sangat berpengaruh terhadap pembangunan perdesaan. Aksesibilitas dibutuhkan bagi desa untuk meningkatkan daya saingnya. Masyarakat desa membutuhkan akses yang baik untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka. Stimulasi yang diberikan diharapkan dapat lebih memberdayakan masyarakat di perdesaan, sehingga masyarakat perdesaan memiliki kemampuan untuk keluar dari perangkap kemiskinan, karena memiliki kesempatan yang lebih luas untuk melakukan diversifikasi aktivitas perekonomian (M. Magribi & Suhardjo : 2004).
Akses masyarakat desa terhadap pendidikan sangat dibutuhkan, hal ini terkait dengan upaya penciptaan SDM desa yang berkualitas. Selain pendidikan, kesehatan juga harus menjadi prioritas dalam pembangunan desa. Salah satu masalah yang dihadapi oleh masyarakat desa yaitu sulitnya akses terhadap fasilitas kesehatan. Membangun infrastruktur kesehatan serta perbaikan pelayanan kesehatan perdesaan sangat dibutuhkan untuk menjamin kemudahan masyarakat desa dalam mengakses fasilitas kesehatan. Akses masyarakat desa terhadap air bersih serta infrastruktur sanitasi yang baik juga harus dijamin. Mudahnya akses masyarakat terhadap air bersih dan infrastruktur sanitasi yang baik dapat mencegah timbulnya penyakit, sebagai akibat dari sulitnya mengakses air bersih dan sanitasi.
Pembangunan jaringan informasi yang baik juga sangat dibutuhkan oleh masyarakat desa dalam hal komunikasi dan akses informasi. Selain itu pendistribusian teknologi dibutuhkan masyarakat desa untuk mendukung kegiatan perekonomian yang dilaksanakan di desa. Mulai dari teknologi untuk pertanian, perumahan, transportasi, sampai kepada teknologi informasi dan komunikasi harus mudah didapatkan oleh masyarakat desa. Akses terhadap listrik juga sangat dibutuhkan oleh masyarakat desa untuk peningkatan kualitas hidup masyarakat. Listrik sangat dibutuhkan oleh masyarakat desa dalam menjalankan aktivitasnya.

Pengelolaan Desa yang Baik

Pengelolaan desa yang dilakukan secara baik merupakan salah satu kunci kesuksesan pembangunan daerah perdesaan. Desa dengan potensi di bidang pertanian didorong untuk dapat memproduksi produk-produk pertanian yang bisa menjadi andalan untuk dipasarkan. Produk-produk pertanian yang dihasilkan bukan hanya berupa barang mentah, tetapi beberapa juga dapat diolah menjadi barang jadi atau barang setengah jadi.
Selain masalah ekonomi, aksesibilitas juga masih menjadi permasalahan utama desa yang perlu untuk diselesaikan. Masyarakat desa masih sulit dan terbatas dalam mengakses barang, jasa, pendidikan, kesehatan, serta hal terkait informasi dan teknologi. Masih terbatasnya infrastruktur di perdesaan menyebabkan masyarakat desa mengalami kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan dasar mereka.
Pemerintah sudah mulai menaruh perhatian lebih pada pembangunan desa, dimana arah pembangunan nasional sudah mulai memperhatikan daerah pinggiran. Hal ini sebagaimana termuat dalam poin ke-3 program nawacita yang dicanangkan oleh pemerintah, yaitu membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan.
Pembangunan desa harus terintegrasi di segala lini dan berkelanjutan. Desa harus didorong agar lebih kuat dan mandiri sehingga mampu bersaing dengan daerah perkotaan. Konsep pengelolaan desa harus efektif dan efisien guna pembangunan desa yang maju dan lebih modern. Target utama dari pembangunan desa yaitu untuk memperkecil kesenjangan antara kota dan desa.

Mengurangi Angka Kemiskinan

Kemiskinan masih menjadi salah satu problem yang belum bisa diselesaikan. Kemiskinan juga menjadi tantangan utama dalam hal pembangunan desa di Indonesia. Hal ini mengingat realitas angka kemiskinan masyarakat di desa yang masih tinggi, sehingga perlu solusi jitu untuk mengurangi angka kemiskinan ini. Kordinasi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat harus terjalin dengan baik guna mengatasi masalah ini.
Untuk mengurangi angka kemiskinan di desa, pemerintah bersama masyarakat harus menciptakan lapangan pekerjaan yang mampu menyerap tenaga-tenaga kerja yang ada di desa. Melalui dana desa sebesar 60 triliun yang dikucurkan oleh pemerintah di tahun 2017, diharapkan dapat dimanfaatkan oleh desa untuk menciptakan lapangan pekerjaan. Dana sebesar 800 juta sampai 1 miliar yang untuk masing-masing desa, dapat digunakan untuk pemberdayaan dan pengembangan UMKM desa agar dapat menyerap tenaga kerja lebih banyak.
Selain itu program reformasi agraria yang dicanangkan oleh pemerintah harus didukung secara penuh. Dengan adanya program reformasi agraria diharapkan dapat meningkatkan akses masyarakat desa terhadap pendapatan, sehingga dapat menurunkan angka kemiskinan. Redistribusi 9 juta hektar lahan oleh pemerintah diharapkan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat desa untuk menciptakan lapangan pekerjaan sebanyak mungkin.

Meningkatkan Aksesibilitas Masyarakat Desa

Aksesibiltas sangat berpengaruh terhadap pembangunan perdesaan. Aksesibilitas dibutuhkan bagi desa untuk meningkatkan daya saingnya. Masyarakat desa membutuhkan akses yang baik untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka. Stimulasi yang diberikan diharapkan dapat lebih memberdayakan masyarakat di perdesaan, sehingga masyarakat perdesaan memiliki kemampuan untuk keluar dari perangkap kemiskinan, karena memiliki kesempatan yang lebih luas untuk melakukan diversifikasi aktivitas perekonomian (M. Magribi & Suhardjo : 2004).
Akses masyarakat desa terhadap pendidikan sangat dibutuhkan, hal ini terkait dengan upaya penciptaan SDM desa yang berkualitas. Selain pendidikan, kesehatan juga harus menjadi prioritas dalam pembangunan desa. Salah satu masalah yang dihadapi oleh masyarakat desa yaitu sulitnya akses terhadap fasilitas kesehatan. Membangun infrastruktur kesehatan serta perbaikan pelayanan kesehatan perdesaan sangat dibutuhkan untuk menjamin kemudahan masyarakat desa dalam mengakses fasilitas kesehatan. Akses masyarakat desa terhadap air bersih serta infrastruktur sanitasi yang baik juga harus dijamin. Mudahnya akses masyarakat terhadap air bersih dan infrastruktur sanitasi yang baik dapat mencegah timbulnya penyakit, sebagai akibat dari sulitnya mengakses air bersih dan sanitasi.
Pembangunan jaringan informasi yang baik juga sangat dibutuhkan oleh masyarakat desa dalam hal komunikasi dan akses informasi. Selain itu pendistribusian teknologi dibutuhkan masyarakat desa untuk mendukung kegiatan perekonomian yang dilaksanakan di desa. Mulai dari teknologi untuk pertanian, perumahan, transportasi, sampai kepada teknologi informasi dan komunikasi harus mudah didapatkan oleh masyarakat desa. Akses terhadap listrik juga sangat dibutuhkan oleh masyarakat desa untuk peningkatan kualitas hidup masyarakat. Listrik sangat dibutuhkan oleh masyarakat desa dalam menjalankan aktivitasnya.

Pengelolaan Desa yang Baik

Pengelolaan desa yang dilakukan secara baik merupakan salah satu kunci kesuksesan pembangunan daerah perdesaan. Desa dengan potensi di bidang pertanian didorong untuk dapat memproduksi produk-produk pertanian yang bisa menjadi andalan untuk dipasarkan. Produk-produk pertanian yang dihasilkan bukan hanya berupa barang mentah, tetapi beberapa juga dapat diolah menjadi barang jadi atau barang setengah jadi.
Dengan program ini, diharapkan kedepannya desa dapat menjadi penyokong utama ketahanan pangan Indonesia. Selain itu, desa dengan potensi ekowisata didorong untuk menjadi desa pariwisata. Semakin banyaknya wisatawan yang berkunjung ke desa tersebut secara tidak langsug dapat meningkatkan kegiatan perekonomian masyarakat setempat.
Usaha untuk menciptakan desa seperti di negeri dongeng bukanlah sebuah angan belaka. Dengan kerja sama yang terintegrasi antara semua lini, membangun desa seperti yang di sketsakan di dalam dongeng bukanlah sesuatu yang mustahil untuk dicapai. (*)
Penulis adalah Mahasiswa/Pegiat Dunia Penulisan


Organisasi Di Desa Saya Sekaligus Budayanya


Oleh : Sugeng Riady
Organisasi di dalam masyarakat merupakan suatu keniscayaan. Keluarga, dikenal sebagai bentuk organisasi terkecil yang pernah ada di bumi ini. Karena di dalam keluarga, kita bisa mengetahui setiap person memiliki peran dan tugasnya masing-masing. Saya di keluarga memiliki peran sebagai anak, tugas saya adalah membantu orang tua, demikian seterusnya.
Namun, interpretasi terhadap organisasi tidak sesaklek itu. Pramoedya Ananta Toer dalam kitab Rumah Kacanya menjelaskan lewat peran seorang Minke yang masih menjadi tawanan setelah dibebaskan dari penjara. Dalam pemberontakan intelektualnya, Minke mengatakan,“ Selama orang berada di tengah-tengah masyarakatnya, betapa pun kecil masyarakat itu, dia berorganisasi” (Toer, 1988: 420). Begitu cuplikan narasi yang tertulis dalam kitab Rumah Kaca tersebut.
Dari situ kita bisa menafsiri bahwa setiap manusia pada hakikatnya lekat dengan istilah organisasi, baik disadari ataupun tidak. Di rumah kita bertemu dan menjadi bagian dari organisasi keluarga, di sekolah juga sama, di rumah sakit, di masjid, di gereja, apalagi di masyarakat. Bahkan tidak sedikit, orang-orang yang jadi bagian dari banyak organisasi. Benturan jadwal, konflik, sampai-sampai jatuh sakit hanya karena mengurusi problem dan mengembangkan organisasi yang tidak kunjung ada habisnya.
Di desa saya pun sama, banyak organisasi. Namun dari banyaknya organisasi tersebut bisa dipilah berdasarkan aturan yang tegas menjadi organisasi formal dan informal (Soekanto, 1982: 132-133). Organisasi formal meliputi instansi pemerintahan, sekolah, karang taruna, organisasi keagamaan (NU dan LDII), dan koperasi. Sedangkan organisasi informalnya meliputi ibu-ibu arisan setiap Minggu, tempat bimbingan belajar, dan lainnya yang sejenis.
Meskipun organisasi di desa saya beragam, memiliki karakteristik yang berbeda dari satu organisasi dengan yang lain, namun budayanya hampir mirip semua -jika tidak boleh dikatakan sama. ‘Mungkin’ kemiripan budaya organisasi ini disebabkan karena letak geografis yang sama dan interaksi yang terbangun sejak ratusan tahun lalu.
Pun demikian, budaya ini masih bisa diklasifikasikan menjadi budaya baik dan budaya buruk. Budaya baik berorientasi pada kemajuan dan perkembangan positif organisasi, sedangkan budaya buruk bermuara pada terjadinya sebuah konflik, sehingga mengharuskan adanya problem solving. Artikel ini dicukupkan pada klasifikasi budaya tanpa menyentuh problem solving. Karena keterbatasan topik, uraian problem solving organisasi di desa saya akan dibahas pada tulisan kemudian.
Budaya yang Baik    
Kekeluargaan. Budaya ini masih dipegang erat oleh masyarakat di desa saya setiap kali terlibat dalam sebuah organisasi. Tanpa pertimbangan transaksi untung dan rugi, setiap anggota yang jadi bagian organisasi tertentu, bahu- membahu menyukseskan setiap hajatan yang hendak digelarnya. Dengan sukarela, tenaga, fikiran, dana, dan do’a dicurahkan sepenuhnya demi terselenggara dan suksesnya hajatan tersebut.
Dalam teori sosial, Emile Durkheim menyebutnya dengan solidaritas mekanik (Jones, 2016: 86). Solidaritas yang didasarkan bukan pada spesialisasi setiap individu, melainkan pada kerjasama. Dan memang solidaritas semacam ini biasanya banyak ditemui di desa-desa, termasuk di desa saya. Misalnya hajatan pernikahan, pengajian, dan semacamnya selalu melibatkan banyak orang. Dan itu tidak melalui undangan formal dan setiap orang bisa membantu jenis pekerjaan apapun dalam hajatan tersebut.
Gotong royong. Budaya ini masih banyak dijumpai di desa saya. Meskipun akhir-akhir ini wujud konkretnya sedikit menurun jika dibandingkan beberapa tahun lalu. Tapi sisa-sisanya masih bisa dijumpai dalam beberapa momen tertentu. Implementasi gotong royong ini bisa berupa membersihkan saluran air yang tersumbat, menebang pohon yang menggangu pemandangan, mempersiapkan kegiatan peringatan 17 Agustus, membersihkan tempat ibadah (masjid dan langgar), dan lainnya.
Apresiasi sebagai manusia. Masyarakat di desa saya selalu antusias jika dilibatkan dalam setiap kegiatan. Kegiatan kecil-kecilan, seperti syukuran yang hanya melibatkan satu RT. Tapi nilai ‘ajakan’ itu tidak bisa dihargai dengan materi. Karena mereka yang diajak untuk terlibat merasa dihargai sebagai tetangganya, dan tentunya sebagai manusia yang bermasyarakat. Selain itu, keterikatan emosional yang kuat juga menjadi faktor pendorong masyarakat di desa saya untuk terlibat aktif dalam setiap kegiatan.
Budaya yang Buruk
Jam karet. Budaya yang satu ini menjadi penyakit akut setiap organisasi di desa saya. Tidak hanya organisasi yang dihuni oleh orang tua, organisasi yang digalang oleh anak muda pun tidak pernah luput dari penyakit yang satu ini. Pertemuan rapat yang tertulis di undangan jam tujuh malam, realisasinya bukan jam tujuh tepat, tapi jam setengah delapan.
Bahkan tidak jarang hingga melahirkan konflik dalam organisasi. Karena yang datang terlebih dahulu merasa ‘dibohongi’ dan yang datang belakangan merasa ‘meremehkan’ undangan. Sehingga akhirnya, pertemuan atau rapat organisasi hanya diikuti oleh orang yang membuat dan menyebarkan undangan.
Perbedaan kepentingan. Setiap orang yang menjadi bagian dalam organisasi memiliki kepentingannya masing-masing, disamping kepentingan organisasi yang menjadi cita-cita bersama. Ada yang berkepentingan untuk memajukan organisasi, ada yang ‘ketimbang nganggur di rumah, mending ikut organisasi’, dan ada juga yang menggunakan organisasi sebagai sarana untuk memperkuat eksistensi dirinya sendiri.
Di desa saya sempat terjadi pertikaian karena adanya perbedaan kepentingan ini. Pemilihan kepala desa yang diselenggarakan beberapa tahun lalu, hampir melahirkan konflik yang beranak pinak. Padahal, esensi dari pemilihan kepala desa adalah memilih putra terbaik desa yang dianggap mampu dan sanggup memimpin desa menjadi lebih baik dari periode sebelumnya. Bukan malah memaksakan ‘jago’nya masing-masing untuk menduduki jabatan nomor satu di desa.
Kasus serupa juga pernah diceritakan oleh Emha Ainun Najib dalam buah karyanya Indonesia Bagian Dari Desa Saya. Di tulisan terakhir, beliau menguraikan konflik kepentingan yang terjadi di desanya karena perbedaan pilihan politik. Bahkan orang yang tidak seidelogi politik pada masa itu, berhak untuk dikucilkan di masyarakat (Najib, 1998: 224-230). Dan konflik semacam ini mewabah di semua desa. Terlebih jika kepentingan individu sampai melebihi kepentingan umum, konflik pasti tidak akan terelakkan.

Organisasi di Desa

Demikian budaya organisasi yang ada di desa. Budaya baik dan budaya buruk selalu silih berganti bertamu pada organisasi. Ada kalanya periode tertentu organisasi memiliki budaya yang sangat baik, ada kalanya juga hancur hingga terpaksa membangun kembali dari nol. Itulah dinamika organisasi.

Terakhir, saya teringat pesan Bapak yang menganjurkan untuk ikut organisasi. Sebab di organisasi tidak hanya tentang kerjasama di setiap kegiatan, melainkan membangun relasi dan belajar percaya kepada yang lain, belajar meniscayakan perbedaan, dan upaya membangun kedewasaan. Itu semua bisa diperoleh di organisasi. Dan akumulasi pelajaran yang kita peroleh itu, bisa kita gunakan sebagai bekal untuk menjalani kehidupan di masa mendatang.

(Penulis Adalah Mahasiswa Aktif program studi Sosiologi Agama di UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta.)

Sumber : geotimes.co.id

Tuesday, 2 October 2018

Bila ingin jadi penulis, sering-seringlah anda menulis


Oleh : Acep Komarudin Hidayat Susanto ( Kang Acep )



Banyak orang yang mempunyai cita-cita sebagai penulis, termasuk saya dan mungkin juga anda. banyak sekali manfaat yang bisa diperoleh ketika seseorang menjadi penulis, diantaranya kita bisa mengasah kemampuan tentang isi dari tulisan kita, tulisan juga bisa mencerminkan akan kualitas diri kita dan tentu saja apabila sudah professional, tulisan juga akan menghasilkan uang.

Sebenarnya, apa sih penulis itu? ya, Penulis adalah sebutan bagi orang yang melakukan pekerjaan menulis, atau menciptakan suatu karya tulis. Secara Teoritis Menulis adalah kegiatan membuat huruf (angka) menggunakan alat tulis di suatu sarana atau media penulisan, mengungkapkan ide, pikiran, perasaan melalui kegiatan menulis, atau menciptakan suatu karangan dalam bentuk tulisan.

Karya tulis bisa berupa karya tulis ilmiah: penelitian, makalah, jurnal; tulisan jurnalistik:artikel, opini,feature; sastraatau fiksi (termasuk prosa, novel, cerpen, puisi). Format tulisan penerbit berupa media cetak:buku, majalah, tabloid, koran; media on-line/internet: (website, blog; media jejaring sosial:facebook, twitter, google plus dan sebagainya.

Padanan istilah penulis adalah pengarang, penggubah, prosais, pujangga, sastrawan. Berpadan kata pula dengan pencatat, carik (Jawa), dabir (arkais), juru tulis, katib (Arab), kerani, klerek (arkais),panitera, sekretaris, setia usaha. Pelukis dan penggambar kadangkala juga dimasukkan sebagai padan kata penulis. (sumber: Wikipedia)

Lantas apa yang harus kita lakukan untuk menjadi seorang penulis? yang mula-mula harus kita lakukan bila ingin menjadi penulis adalah kita harus mengetahui  dan mencari informasi tentang cara-cara menulis, selanjutnya, kita juga harus mempunyai keterampilan-keterampilan dasar. Pada umumnya seorang penulis harus memiliki tiga keterampilan dasar, yakni
  1. Keterampilan berbahasa dalam merekam bentuk lisan ke tulisan, termasuk kemampuan menggunakan ejaan, tanda baca, dan pemilihan kata.
  2. Keterampilan penyajian, seperti pengembangan paragraf, merinci pokok bahasa menjadi sub bahasan pokok, dan susunan secara sistematis.
  3. Keterampilan perwajahan, termasuk kemampuan pengaturan tipografi seperti penyusunan format, jenis huruf, kertas, tabel dan lain sebagainya.

Namun lagi-lagi itu hanya secara teoritis jika kita ingin menjadi penulis yang baik dan benar. yang lebih pentingnya lagi adalah jika kita ingin menjadi penulis, maka segeralah menulis. Tulis Apapun yang ingin anda tulis, masalah bagus atau jelek tulisan kita itu urusan nanti dan biarkanlah itu menjadi urusannya kritikus. Jika Tulisan kita baik, maka kita akan mendapatkan pujian dan apabila jelek maka tulisan kita akan dapat kritikan dan saat itulah hal yang sangat berharga, dan yang harus segera kita lakukan adalah memperbaiki tulisan kita.

Dikarenakan menulis adalah proses menuangkan ide, gagasan, pengetahuan dan pemikiran kita, yang harus kita lakukan sebelum menulis adalah memperkaya pengetahuan, pemikiran, ide dan gagasan kita yang salah-satu caranya bisa kita dapatkan lewat membaca, ya... kita harus MEMBACA.

Banyak hal-hal kecil bisa menghasilkan hal-hal yang sangat besar, termasuk tulisan. Dengan tulisan, aliran-aliran dunia bisa menyebar dan mempengaruhi pandangan hidup seseorang. Bila Bung Karno bisa mengguncangkan dunia dengan pemuda, maka kita pun bisa mengguncangkan dunia dengan tulisan kita. Selamat menulis, dan lakukanlah mulai dari sekarang. Wallahu a'lam.




Penulis adalah : Ketua PW IPNU Jabar (2011-2014)|Waka DPD KNPI Jabar (2014-2017)|Sekretaris DKC GARDABANGSA Sumedang|Ketua LPP DPC PKB Sumedang|Sekretaris LP Ma'arif NU Sumedang

Monday, 1 October 2018

Mengembangkan Karakter Kewirausahaan Pemuda Desa


Terbitnya UU Desa memimpikan kehidupan desa yang otonom dalam mengelola pemerintahan, pembangunan, kemasyarakatan, dan pemberdayaan. Pada PP Nomor 43 Tahun 2014 yang diubah melalui PP Nomor 47 Tahun 2015 telah menyebutkan jika kini desa mempunyai wewenang untuk mengatur sumber daya dan arah pembangunan. Berlakunya regulasi tentang desa membuka harapan bagi masyarakat desa untuk berkembang dan maju. Hal tersebut menjadi momentum untuk mendorong lahirnya desa dengan tata kelola yang lebih akuntabel dan transparan, masyarakat desa yang partisipatif, dan perekonomian desa yang menghidupi.


Perekonomian desa seringkali dinilai lambat dibanding ekonomi perkotaan. Penataan ekonomi perdesaan perlu segera dilakukan dengan memanfaatkan sumber daya desa secara optimal dengan cara yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat dalam mencapai kesejahteraan secara berkelanjutan. Salah satu solusi penting yang mampu mendorong gerak ekonomi desa adalah membangun dan mengembangkan karakter kewirausahaan bagi masyarakat desa.

Dalam pembangunan dan pengembangan karakter kewirausahaan masyarakat desa, golongan kaum muda perlu mendapat perhatian khusus, selain dengan kondisi Zaman Now, pertimbangan yang lain adalah kaum muda senantiasa menjadi incaran sebagai segmen yang potensial.

Peran pemuda tidak dapat dikesampingkan, sebagai kelompok sosial yang aktif bergerak secara dinamis bersama masyarakat. Pada prakteknya di lapangan, pemuda dapat berperan diberbagai aspek seperti politik, ekonomi, sosial, maupun kebudayaan. Akan tetapi perubahan sosial ekonomi yang diakibatkan salah satunya dari dari ilmu pengetahuan dan teknologi, sedikit banyak telah merubah kehidupan pemuda zaman Now.Tingginya lonjakan urbanisasi tentu saja disumbang dari banyaknya pemuda yang lebih senang untuk berkarir diperkotaan. Desa masih dianggap tidak memberikan lapangan kerja yang representatif sehingga mayoritas pemuda lebih senang untuk berkarir di luar desa. Padahal peran pemuda desa sangatlah strategis, kita mungkin mengenal Karang Taruna yang merupakan organisasi representasi pemuda di desa.

Selain itu Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) merupakan salah satu lembaga ekonomi desa yang semestinya dihadirkan untuk dapat menggaet pemuda dengan cara memberikan ruang bagi pemuda untuk berkontribusi dalam mengembangkan jiwa-jiwa kewirausahaannya. BUMDes dapat digunakan untuk mengelola potensi desa seperti pengembangan wisata desa, jasa pelayanan umum, peternakan, pertanian, dll. Dan hal itu perlu ide-ide brilian, dan tangan-tangan kreatif pemuda dalam mengembangkannya. Sehingga apabila karakter kewirausahaan pemuda sudah berkembang diharapkan mampu memberikan dampak positif bagi perekonomian desa

Membangun karakter kewirausahaan pemuda, memang bukan pekerjaan yang mudah, selain kesadaran, peran pemerintah desa sebagai fasilitator dalam memberdayakan pemuda sangatlah penting, pemeritah desa harus menciptakan inovasi dan ruang yang besar guna mengembangkan perekonomian desa, salah satunya adalah mendukung kewirausahaan pemuda, baik itu dari segi pelatihan, permodalan, dan jaringan. Apalagi di era digital zaman now peluang-peluang ekonomi sangatlah besar.


Oleh : Asep Jazuli
( Pendamping Lokal Desa Pada P3MD Kabupaten Sumedang )
  



Wednesday, 26 September 2018

INDUSTRI ANTI-KEMISKINAN

Oleh: Dr. H. Sutoro Eko Y, (Guru Desa)



Setiap calon penguasa pasti melakukan eksploitasi terhadap kaum miskin sembari obral anti-kemiskinan. Setelah berkuasa, sang penguasa itu bikin program antikemiskinan (penanggulangan kemiskinan) yang didukung dunia internasional, teknokrat, para ahli, LSM, fasilitator, dan masih banyak lagi.

Apa hasilnya? Pada tahun 2010, seorang pejabat program anti-kemiskinan berujar dengan data: "Dana untuk penanggulangan kemiskinan meningkat drastis sebesar 250% selama lima tahun, tetapi angka kemiskinan hanya turun 2%".

Mengapa bisa begitu? Pokoknya yang pakai kata "anti", baik antikorupsi maupun antikemiskinan, selalu terjebak pada gejala industri. Program penanggulangan kemiskinan adalah industri untuk mengawetkan kemiskinan. Dalam industri anti-kemiskinan pasti ada banyak kesibukan memproduksi indikator, data, statistik, sistem informasi, alat, panduan, pelatihan, laporan dan sebagainya. Manusia, warga dan rakyat disederhanakan dengan angka-angka statistik menjadi penduduk miskin, yang kemudian diintervensi secara teknis dengan proyek, perangkat dan bantuan.

Industri itu sungguh menyenangkan rakyat tetapi sebenarnya tidak menolong rakyat. Kata orang: proyek anti-kemiskinan ibarat menarik sapi kurus dengan tali yang besar dan panjang. Prestasi hebatnya adalah laporan statistik yang dikemas secara canggih untuk membius banyak orang, termasuk menjadi alat untuk ABS.



Menengok Data Perkembangan Desa

Data perkembangan desa menjadi kebutuhan pokok untuk mengukur bagaimana arah perubahan desa terjadi. Selama ini pemerintah telah menjadikan desa sebagai salah satu poros utama pembangunan. Puluhan triliun dana telah digelontorkan oleh pemerintah demi menjalankan misi pembangunan tersebut. Target pemerintah setidaknya mencapai 2.000 desa mandiri serta mengentaskan 5.000 desa tertinggal menjadi berkembang.
Gambar :https://www.bastamanography.id
Semenjak UU Desa digulirkan empat tahun lalu, pemerintah mendukung gerakan pembangunan desa agar masyarakat desa bisa menjadi subjek pembangunan. Bukti ini tercetak jelas dalam Nawacita ketiga, yaitu "Membangun dari Pinggiran dengan Memperkuat Daerah-Daerah dan Desa Dalam Kerangka Negara Kesatuan." Upaya ini kemudian diperkuat dengan dukungan materiil berupa program dana desa. 


Dana desa yang disalurkan tak tanggung-tanggung, mengalami kenaikan tiap tahunnya yaitu pada 2015 sebesar Rp 20,67 triliun, 2016 sebesar Rp 46,98 triliun, 2017 sebesar Rp 60 triliun, 2018 masih sebesar Rp 60 triliun, dan untuk 2019 pemerintah mengalokasikan hingga Rp 73 triliun. Dana ini banyak digunakan untuk perbaikan infrastruktur seperti jalan desa, air bersih, MCK, irigasi, PAUD, dan sebagainya. Pemerintah tentu mengharapkan hasil bagunan fisik ini berdampak besar pada akselerasi kemajuan desa.

Data yang Tersedia


Perkembangan desa bisa dilihat dari berbagai data yang tersedia. Salah satunya adalah Indeks Desa Membangun (IDM) yang diluncurkan oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendesa PDTT). Indeks ini mengelompokkan desa menjadi lima kategori yaitu desa mandiri, desa maju, desa berkembang, desa tertinggal, dan desa sangat tertinggal. IDM mulai diluncurkan pada 2015 dengan bersumber pada data Potensi Desa yang telah dipublikasikan oleh BPS. 



Ada 54 variabel yang kemudian dikelompokkan menjadi 3 dimensi yaitu ekonomi, sosial dan ekologi. Indikator sosial digunakan untuk melihat bagaimana kondisi sosial masyarakat desa yang terdiri dari modal sosial, kesehatan, pendidikan, dan permukiman. Dimensi ekonomi digunakan untuk menggambarkan bagaimana ketahanan ekonomi desa yang dilihat dari keragaman produksi desa, tersedianya pusat pelayanan perdagangan, akses distribusi/logistik, akses ke lembaga keuangan, lembaga ekonomi, dan keterbukaan wilayah. Sedangkan, dimensi terakhir yaitu dimensi ekologi melihat kondisi lingkungan desa dari variabel kualitas lingkungan, potensi rawan bencana, dan tanggap bencana.

Pada awal pemerintahan Presiden Joko Widodo yakni 2015, hanya 173 (0,23%) dari 74.093 desa yang menduduki kategori desa mandiri, disusul 3.610 desa maju (4,83%), 22.916 desa berkembang (30,66%), 33.948 desa tertinggal (45,41%), dan 14.107 desa sangat tertinggal (18,87%). Data ini menunjukkan bahwa kondisi desa pada waktu itu masih didominasi oleh kategori desa tertinggal dan sangat tertinggal, sementara desa mandiri dan desa maju hanya mengambil porsi kurang dari 5% saja.
Perlu diingat kembali bahwa dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 pemerintah menargetkan terjadi peningkatan desa paling sedikit 2.000 desa mandiri dan penurunan desa tertinggal sampai dengan 5.000 desa tertinggal. Artinya, pemerintah harus bisa membuat komposisi perkembangan status desa yang terdiri dari setidaknya 2,93% desa mandiri, dan menekan jumlah desa tertinggal hingga tersisa 39,07% pada 2019. Bukan pekerjaan mudah tentunya. Pemerintah perlu terus memantau bagaimana perkembangan desa setiap tahunnya agar penanganan melalui kebijakan bisa sigap dilakukan.


Pada tahun berikutnya 2016, Kemendesa PDTT melakukan survei untuk mengisi kekosongan input data IDM, karena publikasi data Potensi Desa yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) tidak dilakukan setiap tahun. Ada 1.429 desa yang dijadikan sebagai sampel yang hasilnya menunjukkan bahwa komposisi status perkembangan desa mengalami perbaikan. Meski tidak bisa dijadikan patokan sepenuhnya bahwa realitas seluruh desa lainnya mengalami perubahan dengan komposisi demikian, namun setidaknya dengan hasil survei ini, pemerintah bisa melihat gambaran kasar bagaimana arah pembangunan desa. 



Dalam rentang waktu satu tahun, komposisi desa tertinggal mengalami penurunan dari 45,41% pada 2015 menjadi 31,36% pada 2016, jauh melebihi target yang diharapkan. Sementara, untuk desa mandiri juga mengalami perbaikan dari semula 0,23% menjadi 1,19% pada 2016. Komposisi status lainnya yaitu 15,32% desa maju, 46,95% desa berkembang, dan 5,17% desa sangat tertinggal. Sekali lagi, capaian ini diperoleh melalui hasil survei dengan sampel yang sedikit, sehingga pemerintah belum bisa melakukan klaim sepenuhnya.



Pada 2017, pemerintah absen dalam publikasi data perkembangan desa. Hal ini sebenarnya bukan tanpa alasan. Kali ini pemerintah melakukan survei kembali untuk melihat perkembangan desa secara lebih nyata dengan jangkauan sampel yang lebih besar yaitu 69.115 desa, hampir mendekati total keseluruhan desa yang berjumlah 74.794 desa. Konsekuensinya waktu yang dibutuhkan juga panjang, sehingga hasil survei yang telah dimulai pada 2017 ini baru bisa disampaikan ke publik satu tahun berikutnya yaitu tahun sekarang 2018.



Melihat dari segi jumlah sampelnya, survei kali ini dirasa lebih tepat dibandingkan dengan tahun dasar yakni 2015. Selama 3 tahun berjalan, status beberapa desa telah mengalami perbaikan. Jumlah desa maju bertambah menjadi 4.784 desa (6,92%), desa berkembang sebanyak 30.293 desa (43,83%), dan desa sangat tertinggal jauh berkurang menjadi 6.633 desa (9,6%). Bahkan untuk target pemerintah dalam mengentaskan setidaknya 5.000 desa tertinggal hampir tercapai, karena jumlah desa tertinggal terbaru sebanyak 27.092 desa (39,20%). Angka ini jauh berkurang dibandingkan 2015. 



Jerih payah pemerintah dan berbagai pihak untuk mengangkat desa dari ketertinggalan tercermin dari hasil tersebut. Namun demikian, pekerjaan rumah tetap belum usai karena kondisi berbeda untuk target peningkatan desa mandiri. Datanya memang mengalami peningkatan namun tidak signifikan, yakni dari 173 desa pada 2015 menjadi 313 desa mandiri pada 2018, masih jauh dari target yang diinginkan. Akselerasi perbaikan status desa tertinggal sepertinya lebih kencang daripada desa mandiri.



Pemerintah harus bergegas diri untuk menelisik lebih dalam dan mencari solusi guna mewujudkan target yang telah direncanakan. Waktu yang tersisa kini hanya 1 tahun, butuh kerja keras dan dorongan gotong royong dari semua pihak. Mengungkit status desa demi kesejahteraan masyarakat desa merupakan tugas semua pihak yakni pemerintah, masyarakat desa, dan juga kita.



Ana Fitrotul Mu'arofah, S.E, M.E Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik Universitas Indonesia


Tags

Recent Post