Perseteruan antar orang tua kadang menjalar sampai ke anak cucunya. Mereka tidak pernah akur hanya lantaran orang tuanya dulu pernah berselisih faham. Namun lain halnya yang dilakukan oleh Manga Dg. Pasang anak dari Congko dengan Dg. Kio anak dari Colleng Dg. Ngalle. Kedua putera ini berjanji sehidup semati untuk meneruskan permusuhan dan memulai persahabatan antara kedua keluarga sampai akhir hayat.
Ilustrasi Persahabatan Sumber: bacacerdasblog.wordpress.com |
Pada mulanya yang memegang tampuk pemerintahan sebagai Kareng ri Longka adalah Congko bin Kunra. Congko memerintah secara bijaksana dan disukai rakyatnya, karena itu memang berasal dai keluarga sederhana.
Setelah selesai masa jabatan Congko, dilakukan pemilihan ulang Karaeng, maka yang terpilih setelah periodenya adalah Colleng Dg. Ngalle sebagai Karaeng Longka. Cara pemerintahannya sama dengan Dg. Congko, ia sangat merakyat dan ia juga mempunyai jiwa kesatria untuk tetap mempertahankan negara RI, serta menolak keberadaan kaum penjajah dari negeri ini. Dengan jiwa kesatria yang dimiliki Colleng Dg. Ngalle, sehingga beliau gugur di medan perang pada serangan bulan Desember 1946 silam.
Setelah periode Colleng Dg. Ngalle, maka yang menggantikan kembali adalah Congko. Beliau menjadi Karaeng di Longka untuk kedua kalinya. Cara pemerintahannya tak jauh beda dengan sebelumnya. Itulah sebabnya ketika ia maju kedua kalinya, iapun mendapat sambutan hangat dari warga Longka.
Tapi antara Congko dan Colleng Dg. Ngalle menurut tokoh masyarakat Longka, Nakku Lantara, keduanya pernah berseteru masalah siri'. Bukan hanya kedua orang ini berseteru, tetapi juga ikut keluarganya bermusuhan. Mereka ada hubungan saudara tetapi tidak pernah melakukan silaturrahmi, seolah-olah silaturrahmi sudah putus di saat kedua orang tuanya berseteru.
Saat masa jabatan Congko kedua kalinya sudah hampir berakhir. Untuk menggantikan dibutuhkan tokoh masyarakat yang sangat besar pengaruhnya. Saat itu Dg. Pasang (Putra Congko) ditunjuk untuk meneruskan jabatan ayahnya sebagai Karaeng Longka, tapi Dg. Pasang menolaknya, malah ia mempersilahkan anak Colleng Dg. Ngalle yakni Dg. Kio untuk menjabat Karaeng, tapi Dg. Kio juga menolaknya.
Namun karena desakan masyarakat, akhirnya Dg. Pasang mau menerima jabatan sebagai Karaeng Longka, dengan catatan. Ia ingin berdua menjalankan pemerintahan di Longka. Dari persyaratan itulah, kedua putra Karaeng Longka ini menyetujuinya. Bahkan keduanya saling membacakan sumpah setia sehidup semati.
Sumber:
Sejarah Parigi. 2014
Saat masa jabatan Congko kedua kalinya sudah hampir berakhir. Untuk menggantikan dibutuhkan tokoh masyarakat yang sangat besar pengaruhnya. Saat itu Dg. Pasang (Putra Congko) ditunjuk untuk meneruskan jabatan ayahnya sebagai Karaeng Longka, tapi Dg. Pasang menolaknya, malah ia mempersilahkan anak Colleng Dg. Ngalle yakni Dg. Kio untuk menjabat Karaeng, tapi Dg. Kio juga menolaknya.
Namun karena desakan masyarakat, akhirnya Dg. Pasang mau menerima jabatan sebagai Karaeng Longka, dengan catatan. Ia ingin berdua menjalankan pemerintahan di Longka. Dari persyaratan itulah, kedua putra Karaeng Longka ini menyetujuinya. Bahkan keduanya saling membacakan sumpah setia sehidup semati.
Punna Manga Dg. Pasang mate ammulu anrai, I Nakke (Dg. Kio) siap tonga ampinawangi naku mate ammulu kalau. Artinya Kalau Manga Dg. Pasang suatu saat di kubur menghadap ke timur saya juga (Dg. Kio) siap menyusulnya di alam kubur menghadap barat.Kedua Putra Karaeng Longka ini sama-sama menjalankan kekuasaan di Longka. Setiap ada urusan di masyarakat, saling membagi tugas dan kalau bisa suatu acara itu dihadiri bersama, maka keduanya akan hadir dalam acara tersebut.
Sumber:
Sejarah Parigi. 2014
No comments:
Post a Comment