Memahami isi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa adalah hal mendasar bagi masyarakat. Masalah yang kerap muncul di desa salah satunya dikarenakan masih minimnya pemahaman masyarakat tentang aturan itu.
“Oleh karenanya pendamping desa memiliki posisi dan peran yang sangat besar dalam membantu mengurus kepentingan desa itu sendiri. Bimbingan teknis ini menjadi forum penting untuk menambah pengetahuan kita,” tutur Staf Khusus Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT), Risharyudi Triwibowo, saat membuka lansung acara Bimbingan Teknis Analisis dan Advokasi Kewenangan dan Peraturan Desa Regional Papua di Jayapura, Papua (19/9).
Kehadiran Undang-Undang Desa, lanjutnya, merupakan momentum titik balik kebangkitan desa. Melalui regulasi tersebut, desa kini diakui kewenangannya serta diberikan dana untuk membiayai kewenangannya yang disebut dengan Dana Desa.
“Pengakuan atas desa dalam Undang - Undang Desa telah menghapus cara pandang yang hanya menganggap desa sebagai objek pembangunan. Sebaliknya, desa harus dipandang sebagai entitas yang memiliki kearifan lokal dan sumber daya sebagai modal untuk bangkit,” lanjutnya.
Triwibowo menambahkan, modal tersebut harus digunakan dengan memberi kesempatan secara politik. Cara pandang tersebut dengan sendirinya akan memengaruhi pendekatan pembangunan di desa bukan sebagai rekayasa sosial, melainkan sebagai transformasi sosial yang menempatkan masyarakat sebagai subjek pembangunan. Dirinya pun menilai penting untuk melakukan penataan kewenangan desa melalui penyusunan Peraturan Bupati tentang Kewenangan Desa yang kemudian ditindaklanjuti dengan penyusunan Peraturan Desa (Perdes) Kewenangan Desa.
“Perdes ini menjadi dasar bagi desa dalam menyusun rencana pembangunan desa selain mengacu pada rencana dan arah kebijakan pembangunan Daerah. Jadi, begitu pentingnya kedudukan Perdes tentang Kewenangan Desa ini sehingga perlu kita lakukan advokasi maupun fasilitasi,” pungkas Triwibowo.
No comments:
Post a Comment