Trio ulama asal Minangkabau; Abdul Makmur (Dato ri’ Bandang), Sulaiman (Dato ri’ Pattimang), dan Abdul Jawad (Dato ri’ Tiro) adalah lulusan terbaik pendidikan “Keislaman” Kesultanan Aceh yang mendapat tugas dari Sultan Johor untuk menyebarkan Islam. Siapa pada masa itu yang berani menolak perintah Sultan Johor mereka yang memiliki meriam dan pasukan tempur pun harus pikir tujuh keliling.
Pemilihan Makassar sebagai perluaan Islam tentu tidak asal-asalan. Alasan paling kuat, kita sudah tahu. Makassar adalah kota pelabuhan yang multitkultural dan terbuka bagi siapa saja. Artinya Makassar mudah ditembus, meskipun yang jadi masalahnya kemudian, bagaimana meyakinkan Raja Gowa? Tentu saja, karena kedatangan Trio Ulama itu atas dukungan Sultan Johor, tidak mungkin Raja Gowa menganggap kedatangan mereka hanya iseng.
Proses menyakinkan Raja Gowa ternyata tidak mudah. Trio Ulama itu cukup kewalahan, apalagi harus merombak pola pikir pemuka adat kerajaan. Saat Raja Gowa meminta Trio Ulama itu menunjukkan cara menyembah Tuhan, mereka melakukan shalat berjamaah dan menunjukkannya pada Raja. Sialnya karena istana kerajaan menghadap pantai (ke arah Timur), maka terjadi kesalahpahaman. Shalat harus menghadap kiblat (Barat), dan otomatis ini membelakangi raja. Ketika posisi ruku' dan sujud, bayangkan saja apa yang ada dibenak Raja Gowa saat memperhatikan tiga bokong menonjol-nonjol dihadapannya.
Kejadia itu memperparah pihak Kerajaan Gowa yang memang agak memandang Islam terlalu aneh dari segi konsep, mengingat mereka sudah memiliki konsep khas dan sudah turun-temurun yang ditaati dan dijaga oleh pemuka adat. Alhasil, dakwah mereka tidak membaa kemujuran. Daripada menambah masalah, dengan penuh perasaan bersahabat, Raja Gowa menyarakan Trio ulama itu berdakwah di Kerajaan Luwu terlebih dahulu. Tidak terjadi perselisihan serius antara pihak kerajaan dan Trio Ulama itu, hanya sekadar salah paham, yang akhirnya raja pun memakluminya.
Proyek Islamisasi di Kerajaan Luwu sukses, tetapi hanya satu ulama yang kembali ke Gowa, yakni Dato ri' Bandang. Seorang temannya tetap tinggal di Kerajaan Luwu untuk mengajarkan seluk-beluk Islam dan mensyahadatkan rakyat, dan satunya lagi mengembara ke kerajaan lain.
Dengan demikian, Dato ri' Bandang mengabarkan kepada Raja Gowa baha raja dan hulubalang Kerajaan Luwu sudah masuk Islam, dan tak lama lagi, seluruh rakyatnya otomatis menyusul. Berita itu cukup mengagetkan sehingga Hadat Gowa mengadakan rapat dadakan. Hasil dari rapat itu Raja Gowa secara resmi menyatakan penerimaannya terhadap Islam pada 22 September 1605. Dengan demikian, Kerajaan Gowa menjadi kesultanan. Dia adalah Sultan Alauddin (I Mangngerangi Daeng Manrabia Sultan Alauddin Tumenanga Ri Gaukanna selaku raja ke-XIV).
Masjid Tua Katangka Sumber : situsbudaya.id |
Kejadia itu memperparah pihak Kerajaan Gowa yang memang agak memandang Islam terlalu aneh dari segi konsep, mengingat mereka sudah memiliki konsep khas dan sudah turun-temurun yang ditaati dan dijaga oleh pemuka adat. Alhasil, dakwah mereka tidak membaa kemujuran. Daripada menambah masalah, dengan penuh perasaan bersahabat, Raja Gowa menyarakan Trio ulama itu berdakwah di Kerajaan Luwu terlebih dahulu. Tidak terjadi perselisihan serius antara pihak kerajaan dan Trio Ulama itu, hanya sekadar salah paham, yang akhirnya raja pun memakluminya.
Proyek Islamisasi di Kerajaan Luwu sukses, tetapi hanya satu ulama yang kembali ke Gowa, yakni Dato ri' Bandang. Seorang temannya tetap tinggal di Kerajaan Luwu untuk mengajarkan seluk-beluk Islam dan mensyahadatkan rakyat, dan satunya lagi mengembara ke kerajaan lain.
Dengan demikian, Dato ri' Bandang mengabarkan kepada Raja Gowa baha raja dan hulubalang Kerajaan Luwu sudah masuk Islam, dan tak lama lagi, seluruh rakyatnya otomatis menyusul. Berita itu cukup mengagetkan sehingga Hadat Gowa mengadakan rapat dadakan. Hasil dari rapat itu Raja Gowa secara resmi menyatakan penerimaannya terhadap Islam pada 22 September 1605. Dengan demikian, Kerajaan Gowa menjadi kesultanan. Dia adalah Sultan Alauddin (I Mangngerangi Daeng Manrabia Sultan Alauddin Tumenanga Ri Gaukanna selaku raja ke-XIV).
No comments:
Post a Comment