Latest News

Tuesday, 15 October 2013

PEMBERIAN NAMA JAWA KEPADA ANAK

Oleh Ciptawidyaka

1.      Nama atau Tetenger

Nama orang, jeneng, aran, atau tetenger  merupakan sebutan  terhadap pribadi seseorang. Pada umumnya nama diberikan kepada seorang anak oleh orangtuanya. Namun demikian, kadang-kadang, pada keadaan tertentu, nama itu diberikan oleh bukan orangtuanya, misalnya diberikan oleh ulama, pemuka masyarakat, atau anggota keluarga lain yang dipertuakan atau dihormati di lingkungannya.

Di lingkungan  sebagian masyarakat Jawa, biasanya pemberian nama itu dilakukan bersamaan dengan upacara sepasaran, yaitu selamatan pada hari ke lima setelah kelahiran. Sebagian masyarakat Jawa yang menganut agama Islam ada yang memberikan nama itu  sejak lahir, dan diumumkan kepada tetangga, dan sanak saudara setelah tujuh hari bersamaan dengan upacara hakikah (kekahan). Seiring  kemajuan teknologi  di bidang peralatan medis, dengan menggunakan ultrasonografi (USG), jenis kelamin bayi sudah dapat dilihat pada saat bayi masih berada di dalam kandungan.Dengan demikian, banyak orang tua yang sudah mempersiapkan nama anaknya sebelum anak itu lahir. Sebagian masyarakat Jawa, di samping nama yang disandang sejak kecil (nama kecil/nama alit), dikenal pula nama tua (nama sepuh), yang biasanya diberikan oleh orangtuanya setelah yang bersangkutan menikah

Para abdi dalem keraton, di samping nama kecil dan nama tua, juga menyandang nama yang diberikan oleh raja (peparing dalem) berkaitan dengan pangkat/jabatan/kedudukan/ tugas yang diembannya.

Ada sementara orang yang berpendapat bahwa nama itu sekedar sebutan. Orang yang berpendapat seperti ini sering menyatakan apalah artinya sebuah nama. Tetapi, ada pula yang berpendapat bahwa nama itu mempengaruhi kehidupan masa depan seseorang.

Terlepas dari kedua pendapat tersebut, yang perlu diingat, dan dijadikan bahan pertimbangan di dalam pemberian nama adalah bahwa nama itu melekat pada seseorang, sehingga jangan sampai kelak di kemudian hari orang yang menyandang nama itu malu menggunakan nama yang telah disandangnya.

Nama itu cerminan  kesan, harapan, atau doa dari seseorang kepada orang yang diberi nama.  

2. Makna Sebuah Nama

Berdasarkan  maknanya, nama dapat dikelompokkan sebagai berikut.

  • 2.1. Sebagai Tanda Peringatan
    Nama ini sekadar menjadi tanda peringatan hari lahir, atau kejadian lain. Nama dari golongan ini tidak memiliki makna harapan atau doa ( netral ).

    Contoh:
     Surajimah  merupakan singkatan dari Sura, siji, jemuah, artinya anak itu lahir pada hari Jumat (Jemuah), tanggal satu bulan Sura (Muharam). Saparbe artinya anak itu lahir pada bulan Sapar tahun Be.Sarbakdiyam, merupakan singkatan dari Besar, Bakda siyam, artinya anak itu lahir setelah siyam bulan besar yaitu setelah siyam (berpuasa) sunah bulan besar atau setelah tanggal 9 Besar. Jadi, anak itu lahir pada tanggal 10  bulan Besar.Ramelan, artinya anak itu lahir pada bulan Ramelan atau bulan Ramadan (bulan Puasa).Merdekawati, artinya anak itu lahir bertepatan dengan proklamasi kemerdekaan, atau bertepatan dengan tanggal 17 Agustus. Prahara, artinya anak itu lahir pada saat terjadi prahara/kerusuhan/ pemberontakan.Prihatin, artinya lahir pada saat kedua orang tuanya sedang prihatin. Eko Riyadi,  terdiri dari eko (eka satu), riyadi (hari raya Idul Fitri), artinya anak itu merupakan anak pertama yang lahir pada tanggal 1 Syawal (Idul Fitri). Dwi Ramdani, terdiri atas dwi (dua), ramdani (bulan Ramadan), artinya anak itu merupakan anak kedua yang lahir pada bulan Puasa.  

  • 2.2. Sebagai Turunan dari Nama Orang Tuanya
    Nama ini merupakan turunan atau modifikasi dari  nama orangtuanya; kadang-kadang mempunyai makna harapan atau doa, tetapi kadang-kadang hanya sekadar singkatan. Menurut istilah orang Jawa sering disebut nunggak semi.

    Contoh:
    Dalimin, merupakan singkatan dari Daliyem (nama ibunya) dan Paimin (nama bapaknya ).
    Tukijo, merupakan singkatan dari Tukinem (nama ibunya) dan Sukarjo (nama bapaknya).
    Ratnasih, merupakan singkatan dari Suratna (nama bapaknya) dan Sumarsih (nama ibunya). Nama ini merupakan singkatan, tetapi memiliki makna ratna (perempuan, intan, permata, sari, utama) dan sih (kasih, cinta, kekasih, harum), sehingga dapat ditafsirkan sebagai perempuan yang harum namanya, tersmasyhur, atau sebagai manusia kekasih yang utama.
    Mulyadi, merupakan modifikasi dari Mulyana (nama bapaknya).
    Martana (kehidupan), merupakan modifikasi dari Martadi (hidup yang baik/nama bapaknya).
  • 2.3. Sebagai Ungkapan Harapan atau Doa

    Nama ini merupakan ungkapan harapan (kekudangan), doa, atau cita-cita orangtua kepada anaknya.

    Rahayu, artinya selamat, baik.  Nama ini merupakan doa atau harapan orang tuanya agar anak tersebut selamat dan baik.
    Slamet, artinya selamat.
    Joko Waskito, artinya anak laki-laki yang pandai, cermat, dan waspada. Nama ini merupakan harapan dan doa orangtua agar anaknya kelak menjadi orang yang pandai, cermat, dan waspada.
    Mulyarto, terdiri atas kata mulya (mulia) dan arta (uang/harta/kekayaan). Nama ini merupakan doa atau harapan orangtuanya agar kelak di kemudian hari anak itu hidup mulia, menjadi orang yang terhormat/terpandang, dan kaya raya.
    Harimurti, artinya  sinar matahari atau gelar dari Prabu Bathara Kresna. Nama tersebut diberikan oleh orangtuanya agar anaknya di kemudian hari dapat menerangi kehidupan seperti Prabu Bathara Kresna yang bijaksana serta mampu menjadi pelindung serta pembela  kebenaran / perilaku utama.
    Suharja, terdiri atas su (bagus, sangat, lebih) dan harja (bagus, indah, mulia, jernih). Nama ini mengandung harapan agar anak tersebut di kemudian hari menjadi orang yang sangat bagus atau cemerlang di segala bidang.
    Raditya, artinya matahari. Nama ini mengandung harapan agar kelak di kemudian hari anak tersebut  menjadi  orang mulia, orang besar yang berguna sehingga mampu menjadi penerangan bagi sesama manusia.
    Pradipta Arya Wismaya,  terdiri atas pradipta (cahaya), arya (baik/besar), wismaya (waspada). Nama tersebut diberikan kepada seorang anak, dengan harapan agar anak tersebut kelak di kemudian hari anak tersebut seperti cahaya yang baik serta waspada.
    Daniswara (kaya dan mulia). Nama ini diberikan kepada seorang anak, dengan harapan atau doa agar kelak di kemudian hari anak itu menjadi orang kaya raya dan mulia.
    Harjanti (unggul). Nama ini diberikan kepada seorang anak, dengan harapan.agar anak tersebut di kemudian hari menjadi orang yang unggul di segala bidang.

3. Pemberian Nama Kepada Anak

Seperti halnya bangsa-bangsa timur lainnya (Arab, Cina, dsb), sebagian besar masyarakat Jawa memberikan nama kepada anaknya dengan berbagai macam perhitungan serta makna-makna yang baik.  Di samping merupakan  pencerminan harapan atau doa, nama yang diberikan kepada seseorang juga sangat bergantung pada tingkat kemampuan pikir atau latar belakang kehidupan  orang yang memberikan nama itu.

Pada  saat ini, banyak orang yang merasa malu dengan nama yang diberikan oleh orangtuanya.  Di kota-kota besar, banyak orang  berganti nama, misalnya Paikem menjadi Ike; Suminem menjadi Umini; Tukijo menjadi Ukky Jauhary; Dalijo menjadi Dally Joseph, dsb, walaupun nama-nama Ukky, Dally, Ike itu sendiri tidak jelas maknanya.

Kadang-kadang, tanpa  berpikir jauh, ada orang yang berpendapat bahwa orang yang mengganti namanya sendiri itu dianggap sebagai anak yang durhaka karena mengubah nama pemberian orangtuanya.

Padahal, jika diperhatikan, kadang-kadang ada orangtua yang memang memberikan nama kepada anaknya terkesan asal-asalan, sehingga di kemudian hari anak itu merasa tidak enak atau malu menyandang namanya itu, misalnya: Ratman Lentho (lentho adalah makanan dari kacang dan kelapa yang dicetak dengan kepalan tangan, kemudian digoreng), Jimin Gudel (gudel adalah anak kerbau), Dalimin (dari bahasa Arab dholimin artinya orang yang kejam, berlaku aniaya); Musrikin (dari bahasa Arab musyrikin yang artinya orang yang menyekutukan Allah ; Jaka Duratmaka (Pemuda Pencuri ). 

Kemungkinan besar kekeliruan itu terjadi karena keterbatasan pengetahuan orang tua yang memang tidak disadari.

Nabi Muhammad SAW pernah bersabda bahwa salah satu kewajiban orang tua adalah memberikan nama yang baik kepada anaknya. 

Karena nama itu merupakan cerminan kesan, harapan atau doa, dan dipakai seseorang sepanjang hidupnya bahkan akan dikenang orang setelah yang bersangkutan meninggal, maka sebaiknya nama itu memiliki makna yang baik, atau sekurang-kurangnya tidak membuat yang menyandangnya malu di kemudian hari.

Nama dapat terdiri atas satu kata atau lebih. Kata-kata tersebut dapat berupa kata dasar atau kata bentukan, yang dapat berupa :

tanda peringatan waktu, bilangan, atau kejadian, atau
turunan atau modifikasi  dari nama orang tuanya, atau
kesan, harapan atau doa yang baik, atau
dapat pula merupakan gabungan.
Contoh :

Tri Wahyu Utomo, terdiri atas kata Tri (tiga), Wahyu (anugerah Tuhan), Utama (baik, unggul). Nama tersebut merupakan  peringatan bilangan (anak ke tiga ), disertai harapan atau doa bahwa anak tersebut merupakan anugerah Tuhan yang mudah-mudahan di kemudian hari dapat menjadi orang yang baik dan unggul di berbagai bidang.
Dwi Wahyu Sardana, terdiri atas kata Dwi (dua), Wahyu (anugerah Tuhan), Sardana (kaya). Nama tersebut merupakan gabungan antara peringatan bilangan (anak ke dua) dengan harapan atau doa agar anak yang merupakan anugerah Tuhan tersebut di kemudian hari menjadi orang yang kaya.
Anindita, artinya tanpa cacat, unggul.  Nama yang hanya terdiri atas satu kata ini mengandung harapan atau doa agar anak tersebut sempurna dan unggul di berbagai bidang.
Kata-kata pembentuk nama Jawa biasanya diambil dari bahasa Jawa kuno atau Jawa baru.
Di bawah ini adalah beberapa kata dalam bahasa Jawa yang sering digunakan di dalam pembentukan nama :

Klik Contoh Nama-nama Jawa

4. Pertimbangan Spiritual

Pada masyarakat Jawa sering dijumpai istilah kabotan jeneng (keberatan nama). Menurut pendapat sebagian masyarakat, terutama kalangan pemerhati masalah spiritual, orang yang kabotan jeneng itu biasanya akan mendapatkan ujian, cobaan, atau godaan di dalam hidupnya. Bahkan ada yang mengatakan terkena sangkal/sengkala (rintangan hidup) akibat kekuatan spiritual nama yang disandangnya itu.  Jika seseorang tidak kuat menyandang sebuah nama, orang itu dikatakan memiliki nama yang tidak cocok atau terlalu berat (kabotan jeneng). Oleh karena itu kadang-kadang ada orang yang sering sakit-sakitan atau hidupnya selalu sengsara, setelah diganti namanya terus menjadi sehat wal afiat atau terlepas dari kesengsaraan.

Berdasarkan nilai atau bobot makna spiritualnya, nama Jawa dapat digolongkan menjadi empat tingkatan yaitu, ringan, sedang, berat, dan sangat berat.


  • 4.1. Nama  Ringan
    Nama  ini memiliki bobot spiritual ringan. 
    Contoh:  Prawira, Reja, Diharja, Harja, Paimin, Paijo, Sukardi.

  • 4.2. Nama Sedang
    Nama ini memiliki bobot spiritual sedang. 
    Contoh: Sura, Jaya, Dijaya, Yuda, Sastra, Wardaya, Suma, Danu, Mangun, sudira, Wira, Puspita, Sasmita, Wasita, Warsita, Wirya, Taruna, Krama, Yasa, Purwa.

  • 4.3. Nama Berat
    Nama ini  memiliki bobot berat.
    Nama ini merupakan nama yang memuat kata-kata: Darma, Sudarma, Cakra, Brata, Subrata, Dibrata, Surya, Candra.
    Nama ini mengandung risiko, karena di dalamnya terkandung makna spiritual atau tuah yang menuntut penyandangnya harus mampu menghadapi tantangan hidup serta mampu mengemban amanat yang terkandung di dalam kata-kata tersebut.   Sebagian masyarakat Jawa mengatakan bahwa yang mampu menyandang nama ini adalah orang yang siap melakukan olah cipta, rasa, dan karsa, serta mampu melakukan tapa brata.
  • 4.4. Nama Sangat Berat
    Nama ini memiliki bobot yang sangat berat.
    Nama ini merupakan nama yang memuat kata-kata: Nata, Pranata, Dinata, Winata, Jaga, Praja, Mangku, Sujana, Sarjana.
    Nilai spiritual dari makna nama tersebut lebih berat dari pada nama yang berbobot berat (butir 4.3). Menurut sebagian masyarakat Jawa, orang yang mampu menyandang nama ini adalah orang-orang yang  siap melakukan olah rasa, cipta, dan karsa, serta mampu melakukan tapa brata dan memiliki jiwa suci serta  kasih sayang kepada sesama.

    Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan,
     maka  sebagian  masyarakat Jawa menganjurkan agar di dalam membuat nama menghindari penggunaan unsur nama berbobot berat dan atau sangat berat sebagaimana tersebut di dalam butir 4.3, dan butir 4.4.
    Pendapat tersebut di atas kadang-kadang dianggap diskriminatif.
     Mungkin memang sepintas demikian, akan tetapi jika kita memperhatikan serta memahami makna kata-kata itu, kemungkinan besar kita akan dapat memaklumi betapa berat tuntutan moral yang disandang oleh seseorang yang pada kenyataannya berbeda jauh antara nama dengan realita.
    Contoh:
    Orang menyandang nama  Darma Pranata.   Darma (kewajiban, keutamaan, perbuatan mulia, fatwa,  pranata kesusilaan, hukum, kesucian) berarti suatu perbuatan yang mengandung nilai luhur, dilandasi kesucian, etika, keluhuran budi, serta pengabdian yang tulus.  Pranata (tunduk, peribadatan, sembah, penata, pengatur) berarti penata atau pengatur yang tulus ikhlas di dalam semua tindak tanduknya.   Nama itu sangat ideal, tetapi memerlukan pengorbanan yang tinggi. Apalah artinya jika suatu doa itu malah akan memberatkan orang yang didoakannya.   Lebih-lebih jika ternyata orang itu setelah dewasa malah sewenang-wenang, kejam, atau malah sering melakukan tindakan yang nista.
    Orang
     menyandang  nama Bagus Sulistya.  Bagus artinya bagus, sulistya (sangat bagus),  tetapi kenyataannya orang itu tidak tampan (jelek), hal ini malah akan membuat si penyandang nama itu  merasa malu. Oleh karena itu, sebaiknya di dalam memberikan nama juga melihat secara jujur bentuk fisik seseorang.
    Di dalam sebuah hadis, Nabi Muhammad SAW melarang umatnya menggunakan
     nama Abu Qasim (Bapak Pembagi-bagi). Nama ini adalah gelar beliau. Hal ini bukan berarti beliau tidak mau disamai oleh umat/pengikutnya, melainkan karena beliau sadar bahwa tidak semua orang mampu menjadi Abu Qosim (orang yang bersedia membagikan atau memberikan hartanya walaupun tinggal satu, dan setelah diberikan dirinya tidak memiliki lagi).

Terlepas dari  pandangan spiritual ini, semuanya terpulang kembali kepada Allah SWT, Tuhan Sang Pencipta Alam, Tuhan Yang Maha Kuasa, Tuhan Yang Maha Bijaksana. Manusia wajib mempunyai harapan, doa serta kesungguhan berusaha yang merupakan  perwujudan dari cita-cita, tetapi kepada-Nya-lah terpulang semuanya.

Daftar Pustaka :

KPH Tjakraningrat,  Kitab Primbon Betaljemur Adammakna, Penerbit Soemodidjojo Mahadewa, Yogyakarta, 1993.
CF Winter Sr, R Ng. Ranggawarsita, Kamus Kawi Jawa, Gajah Mada University Press, 1988.
Tim Penyusun Balai Bahasa Yogyakarta, Kamus Basa Jawa ( Bausastra Jawa ), Penerbit Kanisius, 2001.



No comments:

Post a Comment

Tags

Recent Post