Latest News

Showing posts with label Banjaran Cerita Pandawa. Show all posts
Showing posts with label Banjaran Cerita Pandawa. Show all posts

Friday, 12 December 2014

Banjaran Cerita Pandhawa (30) - Pandhawa Apus

Yudhisthira dan Arjuna sedang berjalan di hutan bersama Semar dan Gareng
(karya herjaka HS)
Prabu Duryodana duduk di atas singhasana, dihadap oleh pendeta Durna, Patih Sakuni, Dursasana, Kartamarma, Durmagati, Citraksa dan Citraksi. Duryodana ingin membinasakan Pandhawa dengan tipu muslihat. Pandhawa akan dijamu makanan yang mematikan. Duryodana telah mengundang Pandhawa.
Tak lama kemudian Pandhawa datang, Duryodana menyambutnya. Mereka dijamu besar-besaran, para Pandhawa diracun, akhirnya para Pandhawa meninggal dunia. Para Korawa senang, mereka mengira, bahwa musuh telah lenyap. Sakuni minta agar Bima dimasukkan ke dalam sumur Jalatundha, Arjuna dibuang ke gua Sigrangga.
Setelah membuang jenasah para Pandhawa, Duryodana masuk ke istana menemui permaisuri dan Gendari, ibunya. Raja memberi tahu tentang kematian para Pandhawa. Patih Sakuni dan para Korawa membuang jenasah para Pandhawa.
Anantasena dan Gathotkaca yang berada di Randhugumbala ingin pergi ke Ngastina. Mereka bersiap-siap lalu berangkat.
Perjalanan mereka berdua bertemu dengan perajurit Ngastina. Mereka berselisih, dan terjadilah perkelahian. Para Korawa kalah, Adipati Karna datang membantunya, Anantasena dan Gathotkaca melarikan diri.
Jenasah Arjuna dipungut oleh Hyang Baruna, lalu dihidupkan kembali. Arjuna dikawinkan dengan Dyah Suyakti, kemudian disuruh pergi ke gua Sigrangga.
Perjalanan Arjuna dihadang oleh raksasa bernama Kala Sabawa bersama isterinya. Arjuna akan mereka makan, maka terjadilah perkelahian. Raksasa dipanah, mereka kembali ke wujud asal, berubah menjadi dewa Kamajaya dan dewi Ratih. Arjuna datang menghormat, lalu minta diri, meneruskan perjalannya.
Jenasah Bima dibawa oleh Nagagini kehadapan Hyang Antaboga. Bima dihidupkan kembali, lalu Bima bercerita asal mula kematiannya. Kemudian Bima disuruh pergi ke gua Sigrangga.
Yudhisthira, Nakula dan Sadewa telah dihidupkan kembali oleh Dyah Suparti. Arjuna dan Bima datang di gua Sigrangga menghadap Dyah Suparti. Dyah Suparti menyuruh agar mereka berlima kembali ke negara, sebab kerajaan Ngamarta dikuasai oleh Adipati Karna.
Bagawan Abyasa pergi ke negara Ngamarta, atas ilham dari dewa ia disuruh melerai permusuhan Pandhawa dan Korawa
Yudhisthira, Bima, Arjuna, Nakula dan Sadewa bertemu dengan Anantasena dan Gathotkaca. Mereka bersama-sama menuju ke Ngamarta.
Adipati Karna yang berkuasa di Ngamarta, berunding dengan Patih Sakuni, Dursasana, Kartamarma, Durmagati, Citraksa dan Citraksi. Mereka ingin memboyong Drupadi ke Ngastina. Gathotkaca dan Anantasena akan masuk ke istana Ngamarta. Para Korawa meghalang-halanginya. Terjadilah perkelahian, Korawa tidak mampu melawan mereka berdua. Adipati Karna datang menolongnya, Gathotkaca dipanah, terpental jauh. Anantasena dilempar panah Wijayadanu, terlempar jauh pula
Gathotkaca dan Anantasena jatuh dihadapan Yudhistira. Yudhistira dan Arjuna marah, lalu hendak menyerang kerajaan Ngamarta. Adipati Karna berhadapan dengan Arjuna. Terjadilah perkelahian dahsyat. Bagawan Abyasa datang melerai, Arjuna dibawa lari ke Wukir Retawu. Anantasena dibawa ke tempat Hyang Anantaboga, kemudian disembuhkannya.
Para Pandhawa mengungsi ke Wukir Retawu. Bagawan Abyasa memberi wejangan kepada mereka tentang kesabaran dan perang Baratayuda.
Perajurit Ngastina datang menyerang Wukir Retawu. Bagawan Abyasa menugaskan Bima dan Arjuna untuk melawan serangan para Korawa. Adipati Karna memimpin perajurit Korawa. Perajurit Korawa diceraiberaikan oleh Bima. Arjuna berhadapan dengan Adipati Karna. Masing-masing membawa panah sakti. Arjuna melepaskan panah angin, Adipati Karna terbawa arus angin, kembali ke Ngastina bersama perajurit Korawa. Perang pun selesai.
Para Pandhawa mengadakan pesta di pertapaan Wukir Retawu.
R.S. Subalidinata
Mangkunagara VII Jilid VII, 1930:26-31

Banjaran Cerita Pandhawa (29) - Perkawinan Sadewa

Sadewa ketika berjalan dipinggiran hutan, ketemu dengan Wisanggeni, keponakannya.
(karya Herjaka.HS)
Prabu Kresna raja Dwarawati duduk di atas singhasana, dihadap oleh Samba, Setyaki, Setyaka dan Patih Udawa. Kresna memberi tahu, bahwa Yudisthira akan mengawinkan Sadewa dengan Retna Dewarsini. Raja menugaskan Patih Udawa dan Setyaki untuk menyerahkan pesumbang ke Ngamarta. Patih Udawa dan Setyaki minta diri. Kresna masuk ke istana, Jembawati, Rukmini dan Setyaboma menyongsong kedatangan raja. Kresna berpamitan kepada isteri, akan pergi ke Ngamarta. Kresna pergi bersemadi.
Patih Udawa dan Setyaki mengumpulkan perajurit untuk mengawal utusan pergi ke Ngamarta. Setelah siap mereka berangkat.
Prabu Singamurti raja Trancang Gribig duduk di atas singhasana dihadap oleh Patih Kala Waraha dan Inang Saparni. Raja bercerita tentang mimpinya. Sang Raja bertemu dengan Retna Dewarsini, putri raja Banyuwangi. Raja menunjuk utusan untuk menyampaikan surat lamaran. Patih Kala Waraha mempersiapkan perajurit raksasa, lalu berangkat ke Banyuwangi.
Di tengah perjalanan perajurit raksasa bertemu dengan barisan dari Dwarawati, perajurit raksasa menyimpang jalan.
Bathara Guru dihadap oleh Bathara Narada, Bathara Endra, Bathara Brama, Bathara Panyarikan Bathara Yamadipati, dan Bathara Patuk. Mereka menerima kedatangan Bathara Kamajaya dan Arjuna. Arjuna menyampaikan permohonan Yudisthira, minta diijinkan meminjam empatpuluh bidadari untuk mengawal pengantin. Bathara Guru mengijinkan, kelak para bidadari akan datang bersama Bathara Narada. Arjuna minta diri, meninggalkan kahyangan. Para panakawan mengikutinya.
Arjuna dan panakawan berjumpa dengan perajurit raksasa dari Trancang Gribig. Terjadilah perkelahian, perajurit raksasa musnah. Togog lari kembali ke negara Trancang Gribig.
Prabu Salya raja Mandraka dihadap oleh permaisuri, Rukmarata dan Patih Tuhayata. Raja berkata, ingin menghadiri perkawinan Sadewa di Ngamarta. Mereka bersiap-siap, lalu berangkat menuju Ngamarta.
Prabu Duryodana berkata kepada para warga Korawa, bahwa raja akan pergi ke Banyuwangi. Raja dan permaisuri pergi bersama, para Korawa mengawalnya.
Sadewa menghadap Bagawan Abyasa di Wukir Retawu, minta restu atas perkawinannya. Sang bagawan merestuinya. Sadewa disuruh berangkat terlebih dahulu, sang bagawan akan menyusulnya.
Togog menghadap Prabu Singamurti di istana Trancang Gribig. Memberitahu tentang kemusnahan para perajurit raksasa. Raja marah, lalu minta dipersiapkan perajurit raksasa untuk menyerang Banyuwangi, merebut Retna Dewarsini. Setelah siap mereka berangkat ke Banyuwangi.
Yudhisthira menerima kehadiran Bagawan Abyasa, Kresna, Duryodana, Salya, Baladewa, Drupada, Seta dan Untara. Mereka akan bersama-sama pergi ke Banyuwangi. Arjuna datang dan melapor tentang ijin yang dikabulkan oleh Bathara Guru.
Bathara Kamajaya, Dewi Ratih, dan Dewi Rarasati datang beserta empat puluh bidadari dan perlengkapan upacara perkawinan.
Sadewa naik kereta bersama Bathara Kamajaya, diikuti kereta para raja, kereta para Bidadari dan pengawal lainnya. Mereka menuju ke Banyuwangi.
Bathara Endra, Bathara Brama, Bathara Bayu dan beberapa dewa berunding akan pergi ke Banyuwangi. Setelah siap mereka berangkat bersama.
Badhwangan Nala telah duduk bersama Patih Nirbita. Bathara Endra dan beberapa dewa menanti kedatangan calon pengantin.
Rombongan calon pengantin datang di istana Banyuwangi. Bathara Kamajaya menggandeng Sadewa. Mereka yang hadir bersiap-siap mempertemukan kedua pengantin. Dewi Ratih dan Dewi Rarasati menjemput Retna Dewarsini, kemudian dipersandingkan dengan Sadewa. Bathara Narada menjadi pengacara perkawinan. Setelah upacara perkawinan selesai, para dewa kembali ke kahyangan. Para bidadari mengikutinya.
Perajurit raksasa Trancang Gribig datang menyerang Banyuwangi. Sang Badhangwang Nala menyerahkan kebijaksanaan kepada Kresna. Kresna menugaskan Bima, Arjuna dan Sadewa. Sadewa berhasil menaklukkan raja Singamurti. Bima dan Arjuna memusnahkan semua perajurit raksasa.
Para raja yang masih tinggal di Banyuwangi mengadakan pesta bersama.
R.S. Subalidinata.
Mangkunagara VII Jilid XXI, 1932: 12-17

Banjaran Cerita Pandhawa (28) - Perkawinan Nakula

Nakula dan Sadewa saudara kembarnya mohon restu kepada Kunthi Ibunya
(karya Herjaka HS)
Prabu Duryodana duduk di atas singhasana, dihadap oleh Pendeta Druna, Adipati Karna dan para Korawa. Raja membicarakan permintaan Dursasana. Dursasana jatuh cinta kepada Dyah Suyati, putri raja Ngawuawu Langit. Dyah Suyati disayembarakan. Barangsiapa yang dapat mengalahkan Endrakerata, boleh memperistri Dyah Suyati. Raja menugaskan Adipati Karna dan Jayadrata untuk mengusahakan menang sayembara. Setelah mereka berunding, raja masuk ke istana.
Kedatangan Prabu Duryodana disongsong oleh permaisuri, Lesmanawati dan para abdi. Raja bercerita tentang rencana perkawinan Dursasana dan sayembara. Kemudian raja bersamadi.
Adipati Karna dihadap oleh Patih Sakuni, Jayadrata, Kartamarma, Citraksa dan Citraksi. Mereka bersiap-siap ke negara Ngawuawu Langit. Setelah siap mereka berangkat.
Prabu Bajrawijaya raja Selabentara bermimpi, bertemu Dyah Suyati. Raja ingin melamarnya. Patih Kala Wisaya mengusulkan agar Kala Kekaya, Barajamingkalpa dan Kala Minangsraya pergi ke Ngawuawu Langit, untuk menyampaikan surat lamaran. Mereka segera berangkat, diikuti barisan perajurit raksasa.
Perjalanan mereka bertemu dengan barisan perajurit Ngastina. Terjadilah pertempuran, tetapi perajurit Selabentar meninggalkan medan perang, menyimpang jalan.
Nakula menghadap Bagawan Abyasa di Wukir Retawu. Ia meminta doa restu untuk mengikuti sayembara di negara Ngawuawu Langit. Sang Bagawan banyak memberi nasihat, kemudian Nakula disuruh berangkat. Nakula berangkat, Semar, Gareng dan Petruk menyertainya.
Di tengah perjalanan Nakula bertemu dngan barisan dari Selabentar. Terjadilah perkelahian seru. Perajurit raksasa musnah. Nakula meneruskan perjalanan.
Prabu Kridhakerata raja Ngawuawu Langit duduk di atas singhasana, dihadap oleh Jayakerata dan patih Keratabahu. Raja cemas atas sayembara yang diinginkan oleh Endrakerata.
Adipati Karna datang menyampaikan maksudnya, ia ingin mengikuti sayembara. Endrakerata telah siap di gelanggang adu kesaktian. Pertama-tama Jayadrata yang melawan, tetapi kalah. Selanjutnya yang melawan Kartamarma dan Adipati Karna, tetapi semua tidak mampu mengalahkan Endrakerata. Korawa kembali ke Ngastina dengan tangan hampa.
Yudisthira menerima kehadiran Kresna di Ngamarta. Yudisthira bertanya tentang kepergian Nakula. Kresna memberi tahu, bahwa Nakula sedang mengikuti sayembara. Yudisthira, Bima dan Arjuna diminta bantuannya.
Nakula telah tiba di Ngawuawu Langit, menghadap raja Kridhakerata. Nakula menyampaikan maksud kedatangannya, ia ingin mengikuti sayembara. Jayakerata dan Patih Keratabasa mengawal Nakula ke arena sayembara. Endrakerata telah diberi tahu, kemudian datang di gelanggang adu kesaktian. Endarakerata sungguh sakti. Sekali dipanah mati, kemudian hidup kembali. Semar mendekat Nakula, dan memberitahu caranya menghadapi kesaktian Endrakerata. Setelah diberi tahu oleh Semar, Nakula segera memanah untuk yang kesekian kalinya. Endrakerata kena panah, seketika musnah. Nakula menang dalam sayembara, lalu dipersilakan masuk istana.
Togog dan Sarawita datang menghadap raja Bajrawijaya, melapor tentang kematian para raksasa dan pemimpin perajuritnya. Raja marah lalu mempersiapkan perajurit, hendak menggempur kerajaan Ngawuawu Langit.
Prabu Kridhakerata menerima kehadiran Nakula yang dikawal oleh Jayakerata. Raja minta agar permaisuri mempersiapkan perkawinan Dyah Suyati dan Nakula.
Kresna bersama Yudisthira, Bima, Arjuna dan Sadewa tiba di istana Ngawuawu Langit, menghadap raja Kredhakerata. Sang raja bercerita tentang Nakula yang menang sayembara dan akan dikawinkan dengan putri raja bernama Dyah Suyati. Kresna dan Yudisthira menyetujuinya. Mereka bersiap-siap mengadakan upacara perkawinan.
Perajurit rakasa dari Selabentar datang, dipimpin oleh prabu Brajawijaya. Kresna menugaskan Bima dan Arjuna untuk menyongsong kedatangan musuh. Prabu Bajrawijaya mati oleh Bima, sedangkan perajurit raksasa musnah disapu oleh panah Arjuna.
Nakula dan Dyah Suyati dipersandingkan di pelaminan, para Pandhawa menghadirinya. Pesta perkawinan dilaksanakan dengan meriah. Tancep Kayon
R.S. Subalidinata.
Mangkunagara VII Jilid XXI, 1932: 3-9

Banjaran Cerita Pandhawa (27) - Nakula Sadewa Lahir

Pandhudewanata tergeletak tak bernyawa, setelah Bathara Yama mencabut nyawanya.
(lukisan Herjaka HS)

Raja Pandhudewanata berwawancara dengan Resi Bisma, Yamawidura, Patih Kuruncana, Puntadewa, Sena dan Permadi. Sang raja minta petunjuk dan nasihat kepada Resi Bisma, bahwa Madrim ingin naik Lembu Andini kendaraan Batara Guru. Resi Bisma memberi saran agar raja minta nasihat kepada Bagawan Abyasa di Saptaarga, di pertapaan Wukir Retawu. Raja Pandhudewanata menerima saran Resi Bisma, Patih Kuruncana diperintahkan mempersiapkan perajurit. Setelah selesai perundingan, raja masuk ke Gupitmandragini menemui dua isteri raja memberi tahu tentang hasil pertemuan, dan rencana kepergian raja ke Saptaarga.
Yamawidura mengumumkan perintah dan rencana kepergian raja kepada para perajurit. Para perajurit diperintah supaya menghormat keberangkatan raja. Sebagian perajurit dipersiapkan untuk mengawal kepergian raja ke Wukir Retawu. Raja bersama perajurit berangkat ke Saptaarga, dipimpin oleh Yamawidura.
Bogadata raja negara Turilaya berunding dengan Gandapati, Kartipeya, Patih Hanggadenta, Gendhingcaluring, Togog dan Sarawita. Mereka membicarakan amanat Arya Dhestharastra yang disampaikan oleh Kartipeya, tentang perang Baratayuda. Mereka menginginkan urungnya perang itu. Mereka mengambil putusan untuk menyerang negara Ngastina, membunuh raja Pandhudewanata beserta anak-anaknya. Patih Hanggadenta ditugaskan menyerang negara Ngastina. Gendhingcaluring ditugaskan menjaga tapal batas, dan siapa saja yang akan membantu Ngastina supaya dihancurkannya. Raja Bogadata dan Kartipeya akan pergi ke Ngastina secara sembunyi-sembunyi. Gandapati ditugaskan menjaga keamanan negara Turilaya. Setelah siap, mereka berangkat menjalankan tugasnya masing-masing. Perajurit Turilaya bertemu dengan perajurit Ngastina, terjadilah pertempuran. Pertempuran padam setelah mereka menghentikan perang. Masing-masing menyimpang jalan mencari selamat.
Resi Darmana dan anaknya yang bernama Endang Darmi berbicara dengan para cantrik di padepokan Hargasana. Sang Resi membicarakan surat lamaran Brahmana Kamindana. Endang Darmi menurut kehendak ayahnya. Brahmana Kamindana datang, menagih kesanggupan dan jawaban Resi Darmana tentang lamarannya. Brahmana Kamindana amat kasar tutur katanya, Resi Darmana marah, terjadilah perkelahian. Para cantrik tidak mampu mengeroyok Brahmana Kamindana. Mula-mula Brahmana Kamindana kalah, kemudian menggunakan pusaka saktinya berupa tombak pendek. Resi Darmana ditangkap akan dibunuhnya. Sebelum terbunuh, Resi Darmana mengutuk, Brahmana Kamindana dikatakan seperti rusa. Bersamaan dengan jatuhnya pusaka Brahmana Kamindana ke dada Resi Darmana, Brahmana Kamindana berubah menjadi rusa dan Resi Darmana meninggal dunia.
Setelah mendengar kematian ayahnya, Endang Darmi pergi meninggalkan padepokan. Brahmana Kamindana mengejarnya, tetapi ia tidak dapat menangkapnya. Dikatakan oleh sang brahmana, Endang Darmi lari cepat seperti rusa. Seketika Endang Darmi berubah menjadi rusa betina. Rusa Kamindana berhasil menangkap rusa Darmi, mereka masuk ke hutan.
Raja Pandhudewanata bersama Semar, Gareng, Petruk dan Bagong menghadap Begawan Abyasa di Saptaarga. Raja menyampaikan maksud kedatangannya. Bagawan Abyasa memberi petunjuk dan nasihat, bahwa permintaan Madrim itu kelewat batas, dan besar bahayanya. Bagawan Abyasa menyerahkan kepada sikap Pandhudewanata sendiri. Pandhu ingin menuruti keinginan Madrim, lalu minta diri bersama para panakawan. Bagawan Abyasa mengawal dari kejauhan, menuju ke Ngastina.
Di tengah perjalanan Pandhu dan para panakawan bertemu dengan perajurit raksasa dari Turilaya. Terjadilah pertempuran. Perajurit yang dipimpin Gendhingcaluring kalah, Togog dan Sarawita kembali ke Turilaya. Pandhu meneruskan perjalanan ke Suralaya.
Bathara Narada dan Bathara Srita, Bathara Yama, Bathara Aswi, Bathara Aswin dan Lembu Andini menghadap Bathara Guru. Bathara Guru bertanya kepada Bathara Aswi dan Bathara Aswin, sebab apa mereka berdua turun ke Ngastina. Mereka menjawab, bahwa mereka datang atas panggilan Madrim isteri Raja Pandhu, yang ingin mempunyai anak. Bathara Guru menyuruh agar mereka berdua turun ke Ngastina, untuk bertanggungjawab atas kelahiran bayi yang akan datang. Bathara Aswi dan Bathara Aswin berangkat ke Ngastina.
Sepeninggalnya Bathara Aswi dan Bathara Aswin, raja Pandhu datang, menghadap Bathara Guru, minta pinjaman Lembu Andini. Bathara Guru marah, sebab raja Pandhu pernah mendirikan taman larangan dewa yang disebut Taman Kadilengleng, yang mirip dengan taman Tinjomaya. Pandhu minta maaf, tetapi Bathara Guru bertambah marah, karena ia hanya menuruti keinginan perempuan isterinya. Pandhu minta maaf dan menyampaikan beberapa sanggahan dengan berbagai pertanyaan. Apakah ia bersalah karena menuruti permintaan isteri? Makhluk yang mengajukan permohonan kepada Dewa itu bersalah? Apakah salah bila raja minta perlindungan kepada raja semua raja? Apakah sudah benar raja Tribuana menolak permintaan raja kecil? Bukankah raja besar wajib mengabulkan permintaan raja kecil dan melindunginya? Akhirnya Bathara Guru mengabulkan permintaan Pandhu dengan syarat, Pandhu tidak akan berbuat salah lagi. Bila berbuat salah Pandhu akan dicabut nyawanya. Pandhu sanggup menerima hukuman bila ia bersalah, lalu mohon diri. Para panakawan dan Lembu Andini mengikutinya.
Sepeninggal Pandhu dari Suralaya, Bathara Guru mengutus Bathara Narada supaya turun ke Ngastina. Nyawa Pandhu harus dicabut sesudah mengendarai Lembu Andini. Bathara Yama diberi tugas untuk mengikuti Bathara Narada. Mereka berdua berangkat ke Ngastina. Pandhu mengikuti jalannya Lembu Andini masuk ke hutan Kandhawa. Di tengah hutan Pandhu melihat sepasang Rusa yang sedang memadu kasih. Ia iri melihatnya. Rusa jantan dipanah, berubah menjadi Brahmana Kamindana. Brahmana Kamindana mengutuk, pandhu akan mati bila memadu kasih dengan isterinya. Rusa betina juga dipanahnya, lalu kembali menjadi Endang Darmi. Endang Darmi mengutuk, isteri Pandhu akan mati setelah melahirkan bayi kandungannya. Brahmana Kamindana dan Endang Darmi musnah dari pandangan Pandhu. Pandhu kembali ke negara Ngastina.
Bagawan Abyasa dihadap oleh Resi Bisma, Yamawidura, Patih Kuruncana dan Sena, mereka memperbincangkan kepergian Pandhu ke Suralaya. Pandhu dan panakawan datang bersama Lembu Andini. Pandhu melapor segala usahanya, kemudian masuk ke istana menemui Dewi Kunthi dan Dewi Madrim. Setelah memberi tahu tentang hasil yang diperoleh, Pandhu dan Dewi Madrim naik Lembu Andini. Mereka melayang-layang di angkasa, di atas negara Ngastina. Di atas angkasa Pandhu dan Madrim berwawan asmara, kemudian turun ke bumi Ngastina. Lembu Andini kembali ke Suralaya. Pandhu masuk istana, bercerita kepada Begawan Abyasa, Resi Bisma, Yamawidura, Patih Kuruncana, Sena dan Arjuna. Mereka asyik mendengarkan cerita Pandhu di istana. Bathara Narada dan Bathara Yama menjalankan tugas mereka, nyawa Pandhu dicabutnya. Pandhu meninggal dunia, orang seistana gempar kesedihan. Bathara Aswi dan Bathara Aswin menjelma kepada bayi yang dikandung oleh Dewi Madrim. Setelah Dewi Madrim tahu bahwa raja Pandhu telah meninggal, ia bunuh diri, sebuah patrem dimasukkan ke dalam perutnya. Dua bayi lahir melalui luka perut Dewi Madrim. Bathara Narada dan Bathara Yama datang, menemui Abyasa, minta agar bayi itu diberi nama Nakula dan Sadewa. Kemudian mereka berdua mengangkat jenasah Pandhu dan Madrim dibawa ke Tepetloka. Begawan Abyasa meminta agar Kunthi mengasuh dua bayi itu seperti anaknya sendiri. Kunthi menerima kedua bayi dengan senang hati.
Raja Bogadata, Kartipeya dan perajurit Turilaya bersiap-siap menggempur negara Ngastina. Bagawan Abyasa berunding dengan Resi Bisma. Yamawidura, Sena, Patih Kuruncana dan Arjuna. Mereka membicarakan kekacauan negara dan serangan musuh. Bogadata dan perajurit telah menyerang. Patih Kuruncana ditugaskan untuk menyiapkan perajurit. Sena, Arjuna dan Yamawidura ikut berperang. Bogadata dipanah oleh Arjuna, Kartipeya kena panah Yamawidura, Hanggadenta mati oleh Patih Kuruncana, para perajurit Turilaya musnah oleh amukan Sena. Perang pun selesai.
Bagawan Abyasa, Resi Bisma, Yamawidura dan Patih Kuruncana berunding, mereka akan menobatkan Dhestharasta sebagai pemegang pemerintahan sampai para Pandhawa dewasa. Mereka mengadakan pesta penobatan.
R.S. Subalidinata
Pandjang Mas Tahun IV, 1956 No. 5-6

Banjaran Cerita Pandhawa (26) - Arjuna Terus

Arjuna didampingi Semar dan Gareng (karya Herjaka HS )
Prabu Duryodana raja Ngastina duduk di atas Singhasana dihadapap oleh Lesmana Mandrakumara, Pendeta Durna, Patih Sakuni, Adipati Karna, Dursasana, Kartamarma, Jayadrata, Durmagati, Citraksa dan Citraksi. Raja mendengar kabar tentang kehebatan Pandhawa, lalu ingin berkunjung ke Ngamarta. Raja minta agar Patih Sakuni mempersiapkan kepergiannya.
Prabu Duryodana masuk ke istana memberitahu kepada permaisuri tentang warga Pandhawa dan kehebatan beritanya. Raja dan permaisuri kemudian santap bersama.
Patih Sakuni dan Adipati Karna mengajak para Korawa untuk segera bersiap-siap pergi ke Ngamarta. Setelah siap mereka berangkat.
Prabu Kresna raja Dwarawati berbicara dengan Patih Udawa, Samba, Satyaki dan Satyaka. Mereka membicarakan berita Arjuna yang ingin memperluas daerah kekuasaannya. Kresna ingin berkunjung ke Ngamarta.
Prabu Jathayaksa raja Guwa Miring dihadap oleh Jathayaksi dan Patih Jathaketu. Raja ingin melamar Dyah Sarimaya putri Prabu Sukendra raja Srawantipura. Ditya Kala Meru diutus menyampaikan surat lamaran. Ditya Kala Meru segera berangkat.
Perjalanan Ditya Kala Meru dan perajurit bertemu dengan barisan perajurit Ngastina. Terjadilah perselisihan, tetapi perajurit Kala Meru menyimpang jalan.
Angkawijaya menghadap Bagawan Abiyasa mohon doa restu atas cita-cita Arjuna, ayahnya. Bagawan Abyasa merestuinya. Angkawijaya mohon diri, lalu meninggalkan pertapaan. Para panakawan menyertainya.
Prabu Sukendra raja Srawantipura bersedih hati, karena Dyah Sarimaya hamil sebelum bersuami. Sang raja marah setelah diberi tahu oleh Dyah Sarimaya, bahwa ia hamil karena Arjuna. Patih dan Mayakusuma diperintahkan untuk membakar Dyah Sarimaya. Di tengah api bernyala Arjuna masuk untuk melindungi Dyah Sarimaya. Dyah Sarimaya tidak mati terbakar, Arjuna meninggalkan api pembakaran.
Perjalanan Angkawijaya dihadang oleh raksasa Guwa Miring. Terjadilah perkelahian. Perajurit raksasa musnah tidak tersisa.
Prabu Puntadewa raja Ngamarta dihadap oleh Bima, Nakula dan Sadewa. Prabu Kresna datang menanyakan kabar tentang Arjuna. Patih Sakuni, Adipati Karna dan para Korawa datang. Mereka mendengar cerita Prabu Puntadewa tentang Arjuna. Kresna ingin ke Madukara. Adipati Karna beserta para Korawa heran. Kresna dan Bima pergi ke Madukara.
Arjuna berpesan kepada Gathotkaca dan Angkawijaya, bila orang akan masuk kerajaan Madukara harus melepas keris. Bima datang hendak menemui Arjuna. Gathotkaca menyongsong dengan meminta keris. Bima tidak memberikannya, lalu memaksa masuk ke istana Arjuna. Setelah melangkah masuk ke pintu, Bima berubah jadi perempuan. Bima malu, lalu mundur.
Kresna akan masuk, ditahan oleh Angkawijaya. Keris diminta, tetapi Kresna tidak memberikannya. Kresna memaksa untuk masuk, seketika berubah menjadi perempuan. Kresna malu, pergi lari tanpa berpamitan, menuju ke Suralaya.
Hyang Guru sedang berbicara dengan Hyang Narada. Tiba-tiba Kresna datang. Kresna mengadu, bahwa Arjuna mengumumkan diri sebagai “Lelananging Jagad.” Hyang Guru marah, minta agar Hyang Narada turun ke marcapada.
Hyang Narada tiba di Madukara, diterima oleh Gathotkaca dan dan Angkawijaya. Mereka minta keris Hyang Narada, tetapi tidak diberikannya. Hyang Narada memaksa masuk ke istana Arjuna. Setelah melangkah akan masuk, seketika Hyang Narada berubah menjadi jenis wanita. Hyang Narada berteriak-teriak, melarikan diri, kembali ke Suralaya. Hyang Narada menghadap Hyang Guru, untuk melaporkan kejadiannya tentang Arjuna. Hyang Guru cepat-cepat turun ke marcapada.
Arjuna sedang duduk bersama Gathotkaca dan Angkawijaya. Hyang Guru dan Hyang Narada datang. Mereka menghormat Arjuna yang dilindungi oleh Sang Hyang Jati Wasesa, lalu kembali ke Suralaya.
Kresna dan Bima datang menghormat, Sang Hyang Wisesa memberi tahu kepada Kresna dan Bima, bahwa Arjuna adalah “Lelananging Jagad.” Sesudah memberi tahu kepada Kresna dan Bima, Sang Hyang Wisesa tidak menampakkan diri. Para Pandhawa senang hatinya.
Adipati Karna iri hati, lalu membakar tempat persidangan di Madukara. Gathotkaca dan Angkawijaya menahan kemarahan Adipati Karna dan para Korawa. Mereka dihalau kembali ke Ngastina.
Para Pandhawa berkumpul di Ngamarta, lalu mengadakan pesta kebahagiaan bersama Prabu Kresna.
R.S. Subalidinata
Mangkunagara VII Jilid XXVII, 1932: 20-24

Banjaran Cerita Pandhawa (25) - Arjuna Sendhang

Arjuna sedang bertapa didampingi oleh keempat Panakawan (karya Herjaka HS)
Prabu Kresna raja Dwarawati duduk di atas singhasana, dihadap oleh Samba, Satyaki dan Patih Udawa. Mereka membicarakan kerinduannya terhadap para Pandhawa. Tak berapa lama Nakula dan Sadewa datang, memberi tahu, bahwa Arjuna pergi tanpa berpamitan. Prabu Kresna diminta kehadirannya di kerajaan Ngamarta. Samba, Satyaki dan Patih Udawa diminta bersiap-siap pergi ke Ngamarta.
Prabu Kresna menemui Jembawati, Rukmini dan Setyaboma di istana. Raja memberi berita tentang kepergian Arjuna. Prabu Kresna akan pergi ke Ngamarta. Sebelumnya mereka berempat makan bersama.
Samba, Satyaki dan Patih Udawa bersiap-siap menghantar keberangkatan Prabu Kresna ke Ngamarta. Kemudian mereka berangkat mengawal kereta Prabu Kresna.
Prabu Jatikusuma raja Paranggubarja iri hati karena Arjuna dikasihi oleh para dewa. Raja ingin beristeri para bidadari, dan ingin menjadi “lelananging jagad”. Raja minta kepada Ditya Kala Gredhaksa untuk menyiapkan perajurit. Perajurit raksasa yang dipimpin oleh Kala Gredhaksa, Kala Grendhaka dan Kala Gredhana berangkat dari negara Pranggubarja. Barisan perajurit raksasa bertemu dengan barisan Dwarawati. Terjadilah perang, perajurit raksasa menyimpang jalan, pergi meninggalkan medan pertempuran.
Arjuna bersama para panakawan berjalan dihutan Krendhayana. Mereka bertemu barisan raksasa. Terjadilah perang, para raksasa musnah oleh Arjuna. Togog dan Sarawita lari kembali ke kerajaan Paranggubarja.
Togog dan Sarawita datang di kerajaan Paranggubarja, menghadap raja Jatikusuma, melapor tentang kematian para raksasa oleh Arjuna. Raja marah, lalu menugaskan Patih Jayadendha untuk mempersiapkan perajurit.
Prabu Jatikusuma menghadap Sang Hyang Pramoni.. Raja minta kematian Arjuna yang mengaku “lelananging jagad”. Sang Hyang Pramoni berjanji akan memusnahkan Arjuna, lalu pergi Kekahyangan menghadap Sang Hyang Jagadnata.
Sang Hyang Pramoni menghadap Sang Hyang Guru yang sedang dihadap oleh Hyang Narada, Hyang Bayu, Hyang Yamadipati,Hyang Patuk, Hyang Temboro dan dewa lainnya. Sang Hyang Pramoni melapor sikap Arjuna yang mengaku “lelananging jagad.” Hyang Guru marah, lalu turun ke marcapada.
Hyang Guru menemui Arjuna dan para panakawan di Krendhayana. Sang Hyang Guru melampiaskan kemarahannya, Arjuna dicipta menjadi sendhang. Arjuna hidup bertapa di dalam air sendhang, ia menjadi seorang Begawan bernama Begawan Banyurasa. Arjuna bersamadi mengumpulkan semua air masuk ke sendang.
Para Bidadari menghadap Sang Hyang Guru, memberitahu tentang kekeringan air dan hawa panas. Hyang Narada memberi tahu, bahwa semua air mengalir ke sendhang Banyurasa. Para bidadari bersama Hyang Narada turun ke marcapada, akan mandi ke sendhang.
Para bidadari mandi di air sendhang, mereka mengerumuni Begawan Banyurasa. Mereka senang tinggal di sendhang, dan tidak ingin kembali ke Suralaya. Hyang Narada lama di sendhang, perutnya merasa kembung dan kembali ke Suralaya.
Gathotkaca menghadap Anoman di Kendhalisada, bertanya tentang kepergian Arjuna. Anoman menyuruh agar Gathotkaca pergi ke hutan Krendhayana mencari sebuah sendhang, nanti akan bertemu Arjuna.
Prabu Kresna datang di Ngamarta menemui Prabu Puntadewa, Wrekodara, Nakula dan Sadewa. Raja mengajak pergi ke hutan Krendhayana mencari Bagawan Banyurasa. Mereka berangkat dari Ngamarta, menuju hutan Krendhayana.
Hyang Narada menghadap Sang Hyang Guru, memberitahu bahwa para bidadari tidak mau kembali ke Suralaya. Mereka senang tinggal di sendhang bersama Bagawan Banyurasa. Sang Hyang Guru marah, lalu pergi ke sendhang Banyurasa.
Sang Hyang Guru dan Hyang Narada menyamar berwujud wanita cantik, bernama Dewi Nilawati dan Dewi Suwarsi, datang menemui Bagawan Banyurasa. Bagawan Banyurasa senang menyambut kedatangan mereka berdua. Sewaktu akan dijamah, mereka berubah menjadi Sang Hyang Guru dan Hyang Narada. Arjuna menghormat dan minta maaf. Sang Hyang Guru memaafkan, lalu kembali ke Suralaya. Arjuna telah kembali ke wujud asalnya.
Prabu Kresna bersama para Pandhawa menemui Arjuna. Kemudian datang prabu Jatikusuma yang ingin membunuh Arjuna. Prabu Jatikusuma hampir mati terbunuh oleh Arjuna, kemudian Sang Hyang Pramoni menyambarnya, dibawa lari meninggalkan Arjuna. Prajurit Prabu Jatikusuma dapat dimusnahkan oleh Wrekodara dan Gathotkaca. Prabu Kresna mengumpulkan para Pandhawa, lalu mengadakan pesta bersama.
R.S. Subalidinata
Mangkunagara VII Jilid XX, 1932: 17-24

Banjaran Cerita Pandhawa (24) - Arjuna Papa

Setelah Gathotkaca membantu Abimanyu memusnahkan raksasa yang menghadang jalan,
sebelum melanjutkan perjalan ke Ngastina, mereka bersama keempat panakawan
beristirahat sejenak di pinggiran hutan. (karya Herjaka HS, JB 2005)
Prabu Duryodana raja Ngastina duduk di atas singhasana, dihadap oleh pendeta Durna, Patih Sakuni, Dursasana, Kartamarma, Durmagati, Citraksa dan Xitraksi. Pada pisowanan tersebut Patih Sakuni melapor, bahwa Arjuna telah mati dan jenasahnya dihanyutkan ke samodera. Prabu Duryodana sedikit sedih memikirkan kematian Arjuna. Tetapi selanjutnya menyerahkan kebijaksanaan pendeta Durna tentang kemusnahan Pandhawa. Pendeta Durna dan Patih Sakuni menjunjung perintah raja Duryodanan. Kemudian pertemuan segera bubar.
Prabu Duryodana masuk ke istana menemui permaisuri Dewi Banowati yang sedang bersedih memikirkan kematian Arjuna. Raja Duryodana meminta agar sang permaisuri tidak bersedih memikirkan kematian Arjuna. Raja dan permaisuri lalu bersamadi.
Sehubungan dengan perintah raja Duryodana yang menginginkan musnahnya Pandhawa, Pendeta Durna, Patih Sakuni dan para Korawa bersiap-siap akan pergi ke pesanggrahan menemui Prabu Jayasutikna. Kemudian mereka berangkat. Pendeta Durna dan para Korawa datang menghadap Prabu Jayasutikna. Atas perintah Prabu Duryodana kemarahan para Pandhawa karena kematian Arjuna, diserahkan kepada Prabu Jayasutikna. Prabu Jayasutikna menyanggupinya akan memusnahkan Pandhawa, lalu mempersiapkan perajurit raksasa.
Di Wukir Retawu, Abimanyu menghadap Bagawan Abyasa untuk menanyakan kepergian Arjuna ayahnya. Bagawan Abyasa menyarankan, agar Abimanyu pergi ke pesanggrahan Gajahoya, Abimanyu mohon diri, dengan diikuti oleh para panakawan.
Sampai di tengah hutan, perjalanan Abimanyu dihadang oleh raksasa perajuritnya Prabu Jayasutikna yang membantu Korawa.Maka terjadilah perkelahian, para raksasa musnah, Abimanyu melanjutkan perjalanan.
Jenasah Arjuna yang dibuang ke laut, mengapung-apung di samodera dan kemudian disambut oleh Hyang Baruna. Arjuna dihidupkan lagi, lalu disuruh pergi ke goa Sigrangga.
Anantasena dan Irawan yang tinggal di Randhu Gumbala mendapat ilham, mereka harus pergi ke Ngastina.
Di Pringgondani, Gathotkaca minta pamit kepada ibunya, ia ingin meninjau saudara-saudaranya di Madukara. Arimbi mengikutinya.
Gathotkaca tiba di Madukara, menghadap kepada Sumbadra, Srikandhi dan Rarasati. Gathotkaca mengajak mereka pergi ke Ngastina.
Arjuna masuk ke istana menemui Banowati. Banowati terkejut dan keheranan, sebab Arjuna dikira telah mati. Kemudian Abimanyu dan Irawan datang menghadap Arjuna dan Banowati. Mereka disuruh bersembunyi di sebuah kamar.
Mengetahui hal itu, seorang abdi wanita yang bertugas melayani Banowati melarikan diri, memberitahu kepada raja Duryodana. Dikatakan bahwa di istana permaisuri kemasukan pencuri. Dursasana, Sindureja dan Jayadrata disuruh masuk ke istana untuk menangkap pencuri tersebut. Abimanyu dan Irawan keluar dari kamar, untuk melawan para perajurit Ngastina yang akan menangkap Arjuna. Jayadrata dipukul oleh Abimanyu, Dursasana dihantam oleh Irawan. Mereka tidak mampu melawan putra Pandhawa, lalu melarikan diri. Dengan mundurnya Jayadrata dan Dursasana, Adipati Karna tampil di medan perkelahian dan terjadilah perang besar. Adipati Karna dilawan oleh Anantasena. Gathotkaca datang, ikut melawan perajurit Korawa.
Raja Jayasutikna dan perajurit raksasa membantu berperang. Arjuna dan Bima melawan mereka. Jayasutikna mati oleh Arjuna, sedangkan perajurit raksasa musnah oleh Bima.
Prabu Duryodana minta maaf kepada para Pandhawa dan Kresna. Mereka dijamu dengan pesta besar di kerajaan Ngastina.
RS. Subalidinata
Mangkunegara VII, Jilid VIII, 1932: 3-8

Tags

Recent Post