Oleh : Anton Prasetyo
Hoax, sebagaimana yang dilakukan oleh Ratna Sarumpaet, merupakan salah satu bentuk akhlak mazmumah (tercela) yang harus dihindari sedini mungkin. Jika tidak, persatuan akan menjadi perceraian, persaudaraan akan menjadi bubar, hingga pertemanan bisa menjadi permusuhan.
Nabi Muhammad SAW mengungatkan kepada umat akhir zaman, bahwa hoax akan menghantarkan kepada kejahatan. Sementara, kejujuran akan mengantarkan kepada kebaikan. Suatu ketika, ia bersabda:
“Hendaklah kalian senantiasa berlaku jujur, karena sesungguhnya kejujuran akan megantarkan pada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan akan mengantarkan pada surga. Jika seseorang senantiasa berlaku jujur dan berusaha untuk jujur, maka dia akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Hati-hatilah kalian dari berbuat dusta, karena sesungguhnya dusta akan mengantarkan kepada kejahatan dan kejahatan akan mengantarkan pada neraka. Jika seseorang sukanya berdusta dan berupaya untuk berdusta, maka ia akan dicatat di sisi Allah sebagai pendusta.” (HR. Muslim).
Dalam kesempatan yang lain, ia juga bersabda,“Tinggalkanlah yang meragukanmu pada apa yang tidak meragukanmu. Sesungguhnya kejujuran lebih menenangkan jiwa, sedangkan dusta (menipu) akan menggelisahkan jiwa.” (HR. Tirmidzi).
Dusta juga menjadi salah satu tanda dari orang munafik. Sebagaimana yang termaktub dalam kitab Shahih Bukhari dan Muslim, Nabi Muhammad SAW bersabda, “Tanda orang munafik itu ada tiga, dusta dalam perkataan, menyelisihi janji jika membuat janji dan khinat terhadap amanah.” (HR Bukhari dan Muslim).
Penyebaran Hoax
Di era teknologi, setiap orang dapat dengan mudah, bahkan tidak sadar menjadi pelaku hoax. Demi mendapatkan “sensasi” atau “tampil beda”, seseorang dapat dengan mudah men-share informasi yang tertera di laman online atau tersebar di akun media sosial. Jangankan menguji kebenaran informasi yang disebarkan, banyak di antara pengguna media sosial hanya membaca judul informasi yang “spektakuler” tanpa membaca “isi informasi”, langsung menyebarkan kepada orang lain.
Alhasil, banyak pengguna media maya baru tersadar bahwa informasi yang disebar adalah hoax manakala terdapat orang yang terkena dampak dari infomasi tersebut. Sebagai missal, terdapat informasi “yang terlihat positif” semisal undangan menghadiri pengajian. Karena pengguna media maya tersebut ingin memberikan informasi dengan cepat kepada rekannya, ia langsung menshare informasi tersebut. Setalah beberapa saat kemudia, terdapat orang yang menanyakan akan kebenaran informsi yang disebarkan. Orang tersebut juga bercerita bahwa dirinya telah berangkat ke lokasi tempat pengajian sebagaimana dalam informasi yang disebarkan, namun tidak ada pengajian. Dan, saat itulah pengguna media maya baru tersadar bahwa informasi yang disebarkan adalah tidak benar.
Bermula dari sinilah, penyebaran hoax sering kali terjadi bukan atas keinginan penyebar. Hanya saja, karena ketidak-hati-hatian pengguna media maya, maka hoax dapat dengan mudah tersebar. Salah satu ketidak-hati-hatian yang sering terjadi adalah tidak mengonfirmasi kebenaran berita yang sampai kepada dirinya, dan ia langsung membagikan kepada rekan-rekan pengguna media maya lainnya.
Upaya prefentif atas penyebaran hoax tidak sadar semacam ini adalah para pengguna media maya mesti selalu mengonfirmasi kebenaran informasi yang diterimanya. Jika informasi tersebut benar dan positif, maka bisa disebar. Sementara, jika informasi yang diterimanya adalah bohong atau merupakan konten negatif, maka tidak disebar. Jika perlu, ketika mendapatkan berita bohong seperti ini, pengguna media maya memberikan pelurusan.
Wallahu a’lam.
https://jalandamai.org/hindari-penyebaran-hoax-tak-sadar.html
No comments:
Post a Comment