Srikandhi melatih prajurit (oil pada kanvas 120 cm x 80 cm, karya Herjaka HS 2009) |
Serat Srikandhi Maguru Manah karangan Raden Ngabehi Sindusastra (VBG XXXIII No. 167 Th.1874) dikarang dalam bentuk tembang Macapat, berisi cerita tentang perkawinan Arjuna dengan Srikandi. Isi pokok ceritanya adalah sebagai berikut :
Jungkungmardeya raja Paranggubarja mimpi bertemu dengan Srikandhi anak raja Cempala. Raja itu lalu menugaskan Patih Jayasudarga untuk menyampaikan surat lamaran kepada Durpada. Sang Raja menyetujui lamaran itu, tetapi Srikandhi tidak menerima lamaran tersebut. Kemudian Srikandi melarikan diri menuju Madukara, dengan dalih untuk berguru memanah. Namun senyatanya, Srikandhi minta perlindungan kepada Arjuna. Kepergian Srikandhi menyebabkan orang se istana kebingungan. Drupadi mencari Srikandi ke Madukara, untuk meminta kepada Srikandhi agar mau kembali ke istana.
Arjuna berhasil mengalahkan raja Jungkungmardeya dan prajuritnya. Demikian juga Arjuna harus mengusir Korawa yang ingin merebut Sumbadra yang akan dikawinkan dengan Burisrawa. Arjuna berhasil memperisteri Srikandhi, setelah Larasati mampu mengungguli kepandaian Srikandhi dalam hal berolah panah.
Cerita tokoh-tokoh Pandawa secara individu atau kelompok banyak didapat dalam beberapa naskah kumpulan cerita lakon, yaitu cerita prosa yang berisi kerangka cerita sebagai pegangan untuk pementasan pada layar oleh seorang dalang.
Cerita Kelahiran Pandhawa
Cerita kelahiran Pandhawa dimuat dalam kitab Adiparwa. Isi pokok cerita itu sebagai berikut:
Pandhu dinobatkan menjadi raja oleh Bhisma. Ia naik tahta kerajaan untuk melindungi dunia. Negara disekitarnya takluk kepadanya, antara lain negara Magada, Matila, Kasi, Sukma dan Swendra.
Selama menjadi raja Pandhu pernah berburu di hutan yang terletak di gunung Himawan. Kunti dan Madri mengikutinya. Waktu berburu raja melihat kijang jantan dan betina sedang bercumbu-cumbuan. Kijang jantan itu jelmaan Begawan Kindhama yang ingin mencintai kijang betina berwarna putih dan cantik. Kijang yang sedang berwawanasmara itu dipanah oleh Pandhu. Kedua kijang terkena anak panah, musnah bersama. Kemudian didengar suara kutukan. Dikatakan Pandhu amat kejam, tidak menaruh belas kasihan kepada kijang yang sedang bercumbu-cumbuan. Pandhu akan menderita susah, akan mati bila berwawanasmara dengan istrinya. Tetapi Pandhu tidak berdosa meskipun telah membunuh barahmana, sebab ketika dibunuh Kindhama berwujud binatang.
Pandhu menjadi susah, lalu bercerita kepada kedua isterinya Kunti dan Madri ikut menangis dan ikut bersedih hati. Mereka berdua disuruh kembali ke istana, mengikuti Bhisma dan Widura, supaya memberitahu kepada Dhestarastra, Ambika dan Ambalika. Sedangkan Ia akan hidup bertapa. Kedua isteri tidak mau kembali ke negara, mereka mengikuti Pandhu hidup di pertapaan. Mereka melepas pakaian kebesaran dan mengenakan pakaian kulit kayu, menyusuri gunung Nagasthagiri, Citraratawahana, asrama Nagasthama, Indradyumna, Hangsakuta, berakhir di Saptarengga.
Pandhu dan dua isterinya tinggal di Saptarengga. Pada suatu ketika Kunti dipanggil, diberi ajaran masalah darma. Bertapa itu darma, tetapi tidak akan kembali ke sorga. Hasil tapa tidak akan dinikmati oleh orang yang tidak beranak. Maka Pandhu berkesimpulan bahwa tapa mereka tidak berguna, karena mereka tidak beranak.
Pandhu bercerita tentang Saradandayani yang dianugerahi anak karena mengadakan korban mohon anak. Cerita Badra isteri maharaja Wyusitaswa yang rajin memohon karunia anak, yang kemudian mendapat empat anak. Cerita tentang Bagawan Udalaka yang isterinya ditarik tangannya oleh seorang tamu, karena tamu itu tertarik kecantikan isteri tuan rumah. Anak Bagawan Udalaka marah, karena ibunya ditarik laki-laki tamu. Anak Udalaka yang bernama Swetaketu mengutuk dan membuat larangan bagi laki-laki yang mengambil wanita yang masih setia kepada suaminya. Laki-laki yang mengambil isteri orang lain akan mendapat malapetaka. Tetapi seorang isteri yang menurut darma tidak beranak boleh berusaha memperoleh anak, itu tidak mendatangkan sengsara, karena memperoleh anak itu menurut darma.
Mendengar cerita Pandhu itu, Kunthi berkesimpulan, bahwa suaminya akan setuju bila ia berupaya untuk beranak. Ia lalu berkata, bahwwa sejak berguru kepada Begawan Durwasa ia mendapat anugerah ilmu bernama Adityahrdaya. Ilmu tersebut dapat untuk menghadirkan dewa yang mau menganugerahi anak. Maharaja Pandhu senang dan menyetujui usaha isterinya dengan menggunakan ilmu itu.
Pertama Pandu meminta Kunti agar mendatangkan dewa Dharma, agar dikaruniani anak yang mengerti kepada darma. Kunti mengucapkan ilmunya, maka datanglah dewa Dharma. Kunthi mengandung, kemudian melahirkan anak dan diberi nama Yudhisthira. Selanjutnya diminta menghadirkan dewa Bayu, agar memberi anak yang sakti. Kunthi hamil, dan ketika lahir bayi dipangkunya, tiba-tiba datang harimau dari belukar. Kunthi lari, bayi jatuh di batu karena lepas dari pangkuan Kunthi. Batu hancur, pandhu kagum, bayi diberi nama Bimasena. bersamaan dengan kelahiran Bimasena, Gendari mempunyai anak Duryodhana. Usaha yang ketiga, Kunthi mendatangkan dewa Indra. Kunthi hamil. Kemudian lahir bayi yang kemudian dinamai Arjuna. Sewaktu Arjuna lahir, Pandhu berkata kepada Kunti, bahwa anaknya akan sakti dan mempunyai keberanian seperti Arjunasasrabahu.
Madri minta agar diusahakan beranak juga. Atas persetujuan Kunthi, mereka mendatangkan dewa. Yang hadir adalah Aswino, dewa kembar. Madri hamil dan melahirkan anak kembar, diberi nama Nakula dan Sahadewa.
R.S. Subalidinata
No comments:
Post a Comment