Destarastra wayang kulit purwa buatan Kaligesing Purworejo, koleksi Tembi Rumah Budaya
(foto: Sartono)
Aku adalah anak sulung Prabu Kresna Dwipayana atau Begawan Abiyasa raja Hastinapura, lahir dari seorang Ibu bernama Dewi Ambika putri dari negara Giyantipura atau negara Kasi. Sejak lahir aku mempunyai cacat netra, tidak dapat melihat atau buta. Aku mempunyai dua adik dari ibu yang berbeda yaitu Pandudewanata dan Yamawidura.
Walaupun aku cacat, aku memiliki mantra sakti Aji Lebur Saketi yang sangat ditakuti lawan. Apabila mantra Aji Lebur Saketi aku baca maka semua benda yang aku pegang akan hancur menjadi debu.
Nama lain dari Destarastra adalah Raden Kuru. Ia bertempat tinggal di Kadipaten Gajahoya. Isterinya bernama Dewi Gendari putri Prabu Keswara dari Plasajenar atau Gandaradesa.
Perkawinan Destarastra dengan Gendari ini adalah atas kebaikan Pandudewanata adiknya, yang waktu itu memenangkan sayembara dengan memboyong tiga putri. Satu dari ketiga putri boyongan tersebut diberikan kepada Destarastra. Dari perkawinan dengan Dewi Gendari putri boyongan tersebut Destarastra dikaruniai seratus orang anak laki-laki dan ditambah satu anak perempuan, yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan Kurawa. Dari seratus anak, yang lahir sulung merupakan anak istimewa. Istimewa karena ketika lahir bayi tersebut mempunyai badan yang paling besar, berkulit kuning dan tangisnya seperti serigala. Ia diberi nama Duryudana.
Pada akhir hayatnya, Destarastra mati tertimbun beteng bersama isterinya, dan tanpa sengaja diinjak-injak oleh seratus anaknya. Peristiwa tersebut terjadi pada awal perang Baratayuda, pada saat cerita Kresna duta. Ada versi lain yang mengatakan bahwa matinya Destarastra pada waktu perang Baratayuda sudah selesai, yaitu ketika Destarastra bersama Gendari isterinya bertapa di hutan. Tiba-tiba hutan terbakar dan mereka berdua mati bersama. (Herjaka HS)
No comments:
Post a Comment