Latest News

Wednesday, 31 October 2018

Rincian Alokasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) dalam APBN Tahun Anggaran 2019

Rapat Paripurna DPR RI tanggal 31 Oktober 2018 telah menyetujui Rancangan Undang-undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2019 untuk disahkan menjadi Undang-Undang. Target pendapatan negara dalam APBN 2019 sebesar Rp 2.165,11 triliun dan pagu belanja negara sebesar Rp2.461,11 triliun.


Salah satu bagian penting dari belanja negara tersebut adalah Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD), yang jumlahnya mencapai Rp826,77 triliun. TKDD tersebut terdiri dari transfer ke daerah sebesar Rp756,77 triliun dan dana desa sebesar Rp70,0 triliun. Adapun transfer ke daerah meliputi:

  • Dana Bagi Hasil (DBH) sebesar Rp106,35 triliun terdiri dari DBH Pajak sebesar Rp52,44 triliun dan DBH SDA sebesar Rp53,91 triliun;
  • Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar Rp417,87 triliun, termasuk DAU Tambahan untuk dukungan pendanaan kelurahan sebesar Rp 3,00 triliun bagi 8.212 kelurahan guna mendanai pembangunan sarana dan prasarana kelurahan dan pemberdayaan masyarakat di kelurahan.
  • Dana Alokasi Khusus Fisik (DAK Fisik) sebesar Rp69,33 triliun, yang terdiri dari DAK Fisik Reguler sebesar Rp43,60 triliun mencakup 11 bidang, DAK Fisik Penugasan sebesar Rp19,02 triliun mencakup 10 bidang, DAK Fisik Afirmasi sebesar 6,69 triliun mencakup 5 bidang.
  • Dana Alokasi Khusus Nonfisik sebesar Rp131,04 triliun, mencakup 12 jenis DAK Nonfisik, termasuk penambahan 4 jenis dana baru meliputi BOP Kesetaraan, BOP Museum dan Taman Budaya, Dana Pelayanan Kepariwisataan, dan Dana Bantuan Biaya Layanan Pengolahan Sampah (BLPS).
  • Dana Otsus, Dana Tambahan Infrastruktur dalam rangka Otsus dan Dana Keistimewaan DIY sebesar Rp22,18 triliun.
  • Dana Insentif Daerah (DID) sebesar Rp10 triliun, yang dialokasikan kepada Daerah tertentu sebagai penghargaan atas perbaikan dan/atau pencapaian kinerja tertentu di bidang tata kelola keuangan daerah, pelayanan umum pemerintahan, pelayanan dasar publik dan kesejahteraan masyarakat.
Sedangkan Dana Desa sebesar Rp70,0 triliun, yang dialokasikan kepada daerah melalui perbaikan formulasi dengan memperhatikan aspek pemerataan dan keadilan. Optimalisasi pemanfaatan Dana Desa dilakukan melalui penyempurnaan skema padat karya tunai, peningkatan porsi penggunaan Dana Desa untuk pemberdayaan masyarakat dan peningkatan perekonomian desa, penguatan kapasitas SDM dan tenaga pendamping desa, serta penguatan monitoring, evaluasi, dan pengawasan.

Rincian alokasi TKDD TA 2019 dapat diunduh melalui situs djkp.kemenkeu.go.id.

Kemendes Sebarkan 30 Ribu Inovasi Desa

Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal,dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Eko Putro Sandjojo, menyebut dengan adanya dana desa yang diberikan oleh pemerintah pusat, diharapkan seluruh desa yang tersebar di seluruh Indonesia dapat berkembang, mandiri, dan sejahtera.



"Formulasinya gimana, jadi dari total dana desa yang telah dialokasikan tersebut, sebesar 80% dibagi rata dan 20% itu dialokasikan sebagai dana tambahan atau afirmasi kepada desa yang miskin, tertinggal, dan terluar. Sehingga desa miskin dapat mengejar ketertinggalannya," katanya dalam keterangan tertulis, seperti dikutip dari detik.com, Selasa (30/10/2018).

Hal itu disampaikannya saat menjadi keynote speaker dalam seminar bertema 'Komunikasi Pembangunan untuk Pengembangan Potensi Daerah' di Bengkulu.

Lebih lanjut, Eko menyampaikan bahwa dana desa hingga saat ini telah mampu menunjukkan hasil terbaiknya dengan telah terbangunnya sarana dan prasarana penunjang aktivitas ekonomi masyarakat, seperti terbangunnya 1.028.225 meter jembatan, dan jalan desa 158.619 kilo meter.

Kemudian fasilitas seperti pasar desa sebanyak 7.421 unit, kegiatan BUMDes sebanyak 35.145 unit, embung desa sebanyak 3.026 unit, sarana irigasi sebanyak 39.656 unit serta sarana-prasarana penunjang lainnya.

"Bukan itu saja, dengan dana desa juga mampu tersedianya sarana prasarana penunjang kualitas hidup masyarakat desa melalui pembangunan 942.927 unit sarana air bersih, 178.034 unit MCK, 8.028 unit Polindes, 48.694 unit PAUD, 18.477 unit Posyandu, serta drainase 39.920.120 unit maupun sumur bor sebanyak 37.662 unit," ungkapnya.

Dalam kesempatan itu, Eko juga menyampaikan terkait program inovasi desa dan program prukades. Untuk program inovasi desa, Mendes PDTT Eko Putro Sandjojo menilai bahwa Program Inovasi Desa (PID) telah menjadi salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya penurunan angka kemiskinan di desa-desa yang cukup signifikan.

Saat ini telah terdapat sebanyak 30.000 inovasi desa yang telah dikumpulkan dalam bentuk dokumen tertulis maupun bentuk video yang telah dishare agar bisa ditiru oleh desa-desa lainnya supaya desa-desa akan menjadi lebih berkembang dan maju.


"Kita telah bekerja sama dengan bank dunia dengan membuat program inovasi desa. Program ini untuk membuat inkubasi untuk merangsang masyarakat desa supaya berinovasi. kita lakukan serentak, kita berikan pelatihan.

Dengan program ini cepat membuat desa maju dan berkembang karena kita dokumentasikan agar bisa ditiru oleh desa lainnya," katanya.

Sementara itu, tambah Eko, terkait dengan program Produk Unggulan Kawasan Perdesaan (Prukades) itu juga menjadi faktor meningkatnya pertumbuhan desa.

Dengan program Prukades ini, dia meminta kepada setiap daerah untuk menentukan tiga produk unggulannya yang selanjutnya ketiga produk unggulan ini akan dihubungkan ke kementerian terkait, dunia usaha dan perbankan untuk membantu mengembangkan prukades.

"Dengan model prukades ini, sejumlah Kementerian terkait turut memberikan dukungan bagi para pengusaha maupun perbankan agar menjadi lebih mudah untuk masuk ke desa. Sehingga, pertumbuhan ekonomi di desa akan terus meningkat," paparnya.

Oleh karena itu, dengan sejumlah program yang ada di pemerintahan pusat melalui sejumlah kementerian diperlukan suatu komunikasi yang intens dari pemerintah daerah kepada pemerintah pusat agar sejumlah program yang ada untuk diberikan kepada daerah bisa berjalan dan dilaksanakan dengan baik.

"Di Bengkulu ini saya lihat daerahnya subur, penduduknya cukup banyak dan rajin. mungkin diperlukan dalam meningkatkan pertumbuhan ekonominya dengan komunikasi lebih intens dengan pemerintah pusat agar program-program dari pusat itu bisa lebih banyak diambil oleh Bengkulu, tidak diambil daerah-daerah lainnya yang lebih agresif," katanya.

Sunday, 28 October 2018

Diplomasi Desa

Desa menapaki kancah diplomasi ekonomi internasional sepanjang Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia 2018 di Nusa Dua, Bali (8-14/10/2018). Isu memusat pada peran dana desa untuk pemerataan sosial, pencapaian pembangunan berkelanjutan, dan inovasi kolaborasi bisnis perdesaan.
Indonesia mengajukan kaidah bahwa pembangunan desa tidak melulu teknokratis, tetapi padat oleh nilai-nilai humanisme
Indonesia mengajukan kaidah bahwa pembangunan desa tidak melulu teknokratis, tetapi padat oleh nilai-nilai humanisme: menanggulangi kemiskinan, memeratakan manfaat, memajukan masyarakat. Menteri Desa Pembangunan Desa, Daerah Terpencil, dan Transmigrasi (PDTT) Eko Putro Sandjojo mendudukkan ekonomi perdesaan sebagai landasan awal. Di ujung, dibidik cakrawala peningkatan kapasitas warga desa lewat ekosistem pendidikan dalam makna terluas.

Pada 2008 tercatat hanya 31 persen desa yang tersentuh proyek pemerintah. Setelah proyek nasional pemberdayaan diluncurkan, sebanyak 56 persen desa terliput pada 2011, kemudian 78 persen desa pada 2014. Kala dana desa mengucur ke seantero Nusantara sejak 2015, kue pembangunan menyebar merata ke seluruh desa.

Ekonom peraih Nobel, Joseph Stiglitz, secara khusus mengamati jenis dan besaran pembangunan yang berbeda-beda di antara 74.957 desa. Baginya, ini menginformasikan rincian pembangunan desa yang paling sesuai dengan keragaman kebutuhan warga desa.

Bukannya mengadopsi one policy fits for all, musyawarah desa mengambil keputusan sendiri-sendiri demi mengatasi masalah lokal. Di tingkat nasional kemudian terlukis mosaik pembangunan wilayah beraneka warna, seperti badan usaha milik desa (BUMDes) marak di Aceh, sementara prasarana mendominasi di NTT.

Keputusan musyawarah desa terangkum di dokumen APBDes. Situs www.sipede.ppmd.kemendesa.go.id mengompilasi APBDes dari 74.000 desa. Ternyata, 98 persen pengeluaran untuk pembangunan fisik dan nonfisik bersumber dari dana desa.

Belanja dana desa pada 2015-2018 guna menopang aktivitas ekonomi warga berupa bangunan 158.619 kilometer jalan desa, 7.421 unit pasar desa, dan 39.565 unit irigasi. Pembangunan fasilitas penunjang peningkatan kualitas hidup berujud 942.927 bangunan air bersih, 178.034 bangunan MCK (mandi, cuci, kakus), 48.694 bangunan pendidikan anak usia dini (PAUD), 8.028 bangunan pondok bersalin desa (polindes).

Presiden Center for Global Development Masood Ahmed mendapati harmonisasi pembangunan fasilitas ekonomi dan sosial menjadi fondasi pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) di perdesaan Indonesia. Manfaat berbagai prasarana ekonomi terhadap capaian SDGs di desa mencakup konsistensi penurunan kemiskinan hingga jadi 13 persen pada 2018.

Pekerja informal menurun dari 56 persen (2015) menjadi 55 persen (2017). Sementara tenaga kerja formal meningkat dari 24 persen pada 2015 menjadi 27 persen setahun kemudian. Upah pekerja meningkat dari Rp 8.785 per jam jadi Rp 10.840 per jam. Pengangguran terbuka menurun dari 5 persen menjadi 4 persen. Rasio gini perdesaan turun dari 0,33 (2015) menjadi 0,32 (2018).

Prasarana sosial juga menunjang pencapaian SDGs perdesaan, yaitu kelaparan menurun drastis dari dialami 13 persen warga (2015) jadi 8 persen (2017). Penduduk pengakses air bersih meningkat dari 60 persen (2015) menjadi 62 persen (2017). Kelahiran yang dibantu dokter dan bidan meningkat dari 86 persen menjadi 88 persen. Hunian terjangkau meningkat bagi 88 persen jadi 90 persen warga desa. Sepanjang 2014-2017, angka partisipasi murni (APM) SD dan SMP di desa meningkat masing-masing dari 96 persen menjadi 97 persen, dan semula 75 persen menjadi 77 persen.

Kolaborasi produktif

Presiden The International Fund for Agricultural Development (IFAD) Gilbert Houngbo berminat menyesuaikan pendekatan IFAD sesuai model transformasi perdesaan Indonesia karena memastikan semua pihak mendapatkan manfaat. Ini dilakukan dengan memetakan potensi produk unggulan, memampukan desa mencipta nilai tambah komoditas, sehingga daya jual komoditas mencuat. Sepanjang memicu pembesaran pendapatan warga, model pembangunan desa dipercaya berkelanjutan.

Menteri Eko mengenalkan istilah common interest guna memadukan kepentingan segenap pihak dalam kluster Produk Unggulan Kawasan Pedesaan (Prukades). Proposisi nilainya ialah mempertemukan jaringan potensi antardesa dengan swasta sebagai ujud pasar. BUMDes- BUMDes sekabupaten bekerja sama mengelola produk unggulan. Mitra swasta mengakses lahan produksi berskala ekonomis guna berproduksi. Elektabilitas kepala daerah mencuat kala pendapatan warga meningkat.

Hasilnya, pada 2018 terbentuk 343 prukades pada 148 kabupaten. Sebanyak 30 offtaker bermitra dengan BUMDes Bersama. Dari potensi investasi Rp 47 triliun, telah dicairkan Rp 6 triliun ke desa.

Luasan lahan produktif pertanian meningkat. Di Pandeglang, lahan jagung meluas dari 8.000 ha tahun 2016 jadi 66.000 ha pada 2017. Produk perikanan dari pelosok desa di Maluku Utara, Sumatera Selatan, dan Sulawesi Utara dipasarkan secara daring sampai Jakarta.

Langkah cepat pasca-diplomasi Bali ialah menyiapkan kunjungan dari mancanegara. Tur studi banding perlu serius digarap agar delegasi negara lain cepat belajar kebijakan dana desa dan perencanaan partisipatif. Show case perlu disiapkan, dan disajikan sesuai dengan karakteristik tamu asing.

Oleh: Ivanovich Agusta Sosiolog Pedesaan Kementerian Desa PDTT
Sumber: Kompas.com

Saturday, 27 October 2018

DANA DESA, LAPANGAN KERJA, DAN KEMISKINAN

Bagaimana Dana Desa berkontribusi dalam menciptakan lapangan kerja dan menekan angka kemiskinan dan ketimpangan di perdesaan? Apa kebijakan yang diperlukan guna lebih memasifkan percepatan pembanguann perdesaan dengan pada saat sama memberdayakan potensi Sumber Daya Manusia desa dan Sumber daya material lokal desa sehingga memungkinan terwujudkan pembangunan yang berkelanjutan dan saling hubung dengan pembangunan manusia desa?

Dalam tiga tahun sejak 2015 Alokasi Dana Desa terus menanjak signifikan. Dari Rp 20,67 trilyun atau sekitar Rp 280,3 juta perdesa pada 2015 hingga menjadi Rp 60 trilyun atau sekitar Rp 800,4 juta perdesa pada 2017. Dengan demikian bisa dikatakan secara teknis “janji” transfer Dana Desa mencapai 1 Miliar Per Desa telah diwujudkan.
Tantangannya kemudian adalah bagaimana Dana Desa yang jumlahnya cukup besar itu bisa benar-benar membantu mweujudkan terciptanya keadilan sosial dan kesejahteraan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat desa? Bukan sekedar menguap dan hanya memfasilitasi memfasilitasi infrastruktur semata tanpa menciptakan akselerasi ekonomi?
Salah satu jalan sekaligus tantangan dalam upaya pemberdayaan masyarakat secara genuine  sekaligus pada saat sama menemukan strategi percepetan ekonomi desa dan menghapus kemiskinan dan ketimpangan desa adalah dengan mendorong kemampuan alokasi dan peruntukan Dana Desa yang sekali mendayung bisa menciptakan lapangan kerja bagi warga desa, dan pada saat bersamaan proyek kebutuhan dasar warga desa melalui pembangunan infrastruktur bisa berjalan beriring mengejar ketertinggalannya terutama di desa-desa kawasan pinggiran indonesia. Maka pertanyaan selanjutany adalah seberapa besar Dana Desa bisa menciptakan lapangan kerja dan seberapa banyak menyerap tenaga kerja?
Hasilnya tidak buruk. Data lapangan menunjukkan pada tahun 2015, tenaga kerja yang terserap sebagai akibat dari kontribusi dana desa berjumlah 1,7 juta jiwa. Kemudian pada tahun 2016 tenaga kerja yang terserap sebagai akibat dari kontribusi Dana Desa berjumlah 3,9 juta jiwa. Dan pada tahun 2017, tenaga kerja yang terserap sebagai akibat dari kontribusi Dana Desa berjumlah 5  juta jiwa.
Dari data tersebut, dapat dikatakan bahwa kontribusi Dana Desa dalam penyerapan tenaga kerja pada tahun 2017 telah mengalami peningkatan sampai 3 kali lipat dari angka penyerapan tenaga kerja.
Swakelola Pembangunan
Faktor kemajuan signifikan dari fenomena besarnya penyerapan tenaga kerja lokal yang bisa diserap oleh program pembangunan desa dan kontribusi Dana Desa dalam mempercepat akselerasi perekonomian desa, adalah pelaksanaan kegiatan pembangunan dana desa selama ini dilakukan secara swakelola dan padat karya dengan menggunakan material lokal.
Dana desa yang disalurkan ke desa-desa, dimanfaatkan oleh desa dalam membangun infrastruktur penunjang kegiatan di desa seperti membangun 21.811 unit BUMDesa, 5.220 unit Pasar Desa, 21.357 unit PAUD, dan 6.041 unit POLINDES. Pembangunan infrastruktur tersebut ternyata turut membawa pengaruh dalam mengurangi angka pengangguran di desa, karena berpotensi menyerap tenaga kerja di desa. Diasumsikan bahwa Posyandu dapat menyerap tenaga kerja sebanyak 64.071 jiwa, POLINDES dapat menyerap 18.123 jiwa, PAUD dapat menyerap 41.919 jiwa, BUMDes dapat menyerap 65.919 jiwa, dan Pasar dapat menyerap 15.660 jiwa.
Padat Karya dan Pengentasan Kemiskinan
Wujud dari gerakan padat karya melalui dana desa dapat dilihat dengan adanya penggunaan dana desa untuk upah tenaga kerja di desa. Dalam hal ini pemerintah memilki target untuk dapat menurunkan tingkat kemiskinan perdesaan sesuai dengan besaran persentase jumlah penggunaan dana desa tersebut.
Dana Desa yang digunakan berjumlah 20% dari Rp 60 triliun, atau sekitar Rp12 triliun, maka rata-rata upah yang diperoleh rumah tangga miskin (RTM) adalah Rp 2.105.585. Dalam perhitungan ini diperkirakan lapangan kerja yang tercipta berjumlah 3,2 juta untuk RTM, dan 800 ribu untuk Non RTM.
Kemudian diperkirakan bahwa peran dana desa terhadap biaya penurunan kemiskinan berjumlah 12%, dan persentase penurunan tingkat kemiskinan perdesaan nasional berjumlah 2%, sehingga dapat ditargetkan tingkat kemiskinan perdesaan akan menurun sebanyak 12%, dan target untuk penurunan tingkat kemiskinan total akan berjumlah 10%.
Sementara jika dana desa yang digunakan berjumlah 50% dari Rp 60 trilyun, atau sekitar Rp 30 triilyun, maka rata-rata upah yang diperoleh rumah tangga miskin (RTM) adalah Rp 5.263.961. Dalam perhitungan ini diperkirakan lapangan kerja yang tercipta berjumlah 8 juta untuk RTM, dan 2 juta untuk Non RTM. Kemudian diperkirakan bahwa peran dana desa terhadap biaya penurunan kemiskinan berjumlah 30%, dan persentase penurunan tingkat kemiskinan perdesaan nasional berjumlah 5%, sehingga dapat ditargetkan tingkat kemiskinan perdesaan akan menurun sebanyak 9%, dan target untuk penurunan tingkat kemiskinan total akan berjumlah 8%.
Dari perhitungan di atas dapat dikatakan bahwa semakin besar prosentase penggunaan Dana Desa untuk upah tenaga kerja, maka semakin besar pula target prosentase penurunan tingkat kemiskinan perdesaan. Sehingga pengelolaan pembangunan padat karya mesti didorong lebih intens karena meruapakan jalan utama penciptaan lapangan kerja dan mampu menekan angka kemiskinan desa secara signifikan.
Program Padat Karya Cash sebagai pengganti BLT (Bantuan Langsung Tunai) yang digagas pemerintah Jokowi-JK sesungguhnya memberi potensi besar pada tujuan pengurangan kemiskinan desa. Selamana ini terutama Kementerian Desa PDTT meruapakan kunci dan aktor utama yang memungkinkan memfasilitasi secara nyata program tersebut dan memberikan dukungan utama pada proses yang telah berjalan sampai sekarang. 
Benturan Pelaksanaan
Program Padat Karya Cash merupakan program baru sehingga ia mungkin memiliki kendala berupa benturan antra ideal-ideal tujuan kesejahteraan berhadapan dengan teknis pelaksanaan menyangkut peraturan perundangan yang selama ini berlaku. Sehingga dengan demikian diperlukan penyusunan peraturan terkait hal tersebut atau merevisi peraturan lama. Sehingga program padat karya cash bisa berjalan tanpa kendala demi terwujudnya ideal akseleasi pertumbuhan ekonomi dan penurunan angka kemiskinan desa dan kemiskinan nasional melalui Dana Desa.
Benturan teknis peraturan yang dimaksud misalnya, dalam Lampiran Peraturan Kepala LKPP Nomor 13 Tahun 2013 tentang Pedoman Tata Cara Pengadaan Barang/Jasa di Desa (BAB II Pengadaan Barang / Jasa Melalui Swakelola) dijelaskan bahwa “Khusus untuk pekerjaan konstruksi tidak sederhana, yaitu pekerjaan konstruksi yang membutuhkan tenaga ahli dan/atau peralatan berat, tidak dapat dilaksanakan secara swakelola”. Hal ini menimbulkan multi tafsir, sehingga perlu dilakukan peninjauan ulang terkait kebijakan tersebut.
Sementara itu dalam Rancangan Surat Edaran Menteri Desa PDTT kepada seluruh Gubernur, Bupati/Walikota, dan Kepala Desa tentang Pelibatan Tenaga Kerja Masyarakat Setempat dalam Pelaksanaan pembangunan melalui Dana Desa, terdapat empat poin yang ditekankan yaitu:  (1) pemanfaatan dana desa dilakukan dengan swakelola, (2) Pemanfaatan pembanguan dengan program swakelola dilakukan dengan memanfaatkan material lokal dan membeli dari masyarakat atau toko lokal, (3) harus dipastikan bahwa 30% dana desa digunakan untuk upah tenaga kerja lokal, dan (4) pekerjaan yang melibatkan masyarakat dibayarkan secara harian/mingguan untuk meningkatkan daya beli masyarakat.
Melihat potensi percepatan pembangunan dan pada saat sama mendorong upaya akselerasi pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja desa yang memungkinkan menolong daya beli masyarakat secara berkelanjutan, Program tersebut di atas memerlukan respon cepat kebijakan berupa; Pertama, penyusunan Peraturan Presiden yang memuat bahwa kegiatan pembangunan desa diutamakan menggunakan tenaga kerja lokal dan material lokal. Kedua, Revisi terhadap Peraturan Kepala LKPP No. 13 Tahun 2013 tentang pedoman tata cara pengadaan barang/jasa di desa. Ketiga, Penetapan prioritas penggunaan Dana Desa: a) Minimal 30% Dana Desa untuk tenaga kerja; b) Tenaga kerja mencakup seluruh rumah tangga miskin (RTM); c) RTM yang tidak bekerja dibantu pangan dan sandang selama pelaksanaan pembangunan desa. Keempat, Percepatan Pencairan Dana Desa (Tahap 1: Bulan Maret; Tahap II: Bulan Juni. Kelima, Penetapan jenis pelaporan kegiatan pembangunan yang lebih sederhana dan ditetapkan melalui peraturan bupati selambat-lambatnya Maret setiap tahunnya. Keenam, Penetapan upah kerja kegiatan infrastruktur: a) Ditetapkan melalui peraturan bupati selambat-lambatnya Maret setiap tahunnya; b) Upah kerja 80% lebih rendah daripada harga pasar; c) Upah dibayarkan mingguan atau harian.
Jika idealita pembangunan dengan skema swakelola dan padat karya melalui pemanfaatan Dana Desa tersebut bisa ditopang dengan kebutuhan teknis dan non teknis seperti Peraturan Pemerintah setingkat Presiden dan Menteri, kesiapan sumberdaya pendamping, dan kematangan perencanaan dari tingkat nasional sampai desa, bisa dipastikan pembangunan nasional akan terwujud dengan fundamental yang kuat dari desa dan tujuan memakmurkan rakyat dengan jalan memperluas keadilan sosial mungkin menemukan jalan yang lebih lapang. (*)
Oleh: Sabiq M 
Sumber : http://kemendesa.go.id/view/detil/2227/dana-desa-lapangan-kerja-dan-kemiskinan

Lapangan Sepak Bola Desa, Kelas Dunia ( Inspirasi dari Desa Cisayong Tasikmalaya )



Inspirasi dari Desa Ponggok Klaten Jawa Tengah




Tags

Recent Post