Penjara yang membelenggu akhirnya membuat Tan Malaka menulis. Penguasa tidak mau Tan Malaka membahayakan lagi. Tan Malaka lalu menuliskan sejarah pergerakannya dalam catatan berjudul Dari Penjara ke Penjara.
sutan Ibrahim adalah nama asli Tan Malaka. Ia lahir di Payakumbuh, Sumatra Barat, pada 19 Februari 1896. Alam tanah Minang memberikan gelar Datuk Tan Malaka padanya sebelum bertolak ke negeri Belanda. Saat ia berumur 16 tahun. Tan Malaka dikenal sebagai anak yang cerdas. Ia juga seorang pemain bola andal sekaligus pemain biola di perkumpulan musik di kweekschool (sekolah guru) di Fort de Kock (sekarang Bukit Tinggi).
Tan Malaka diangkat anak oleh Horensma, salah seorang staf pengajar di kweekschool. Tan Malaka alias Ibrahim, sering dipanggil Ipie oleh orang-orang di kweekschool. Begitu puloa di kampung halamannya, Suliki. Semasa di Negeri Belanda, Horensma adalah orang yang kerap membantu Tan Malaka. Horensma pula yang meyakinkan Direktur Van Der Ley dan seorang pengawas sekolah di Belanda agar Tan Malaka bisa diterima di sekolah. Atas jasa Horensma, Tan Malaka tercatat sebagai orang Indonesia pertama yang menjadi murid sekolah guru di Sekolah Tinggi Haarlem.
Di sekolah, Tan Malaka menjadi murid yang pandai dalam pelajaran ilmu pasti. Hal ini membuat orang-orang di Negeri Belanda heran, termasuk guru-guru di sekolahnya. Orang Hindia--menurut banyak orng di Belanda di cap sebagai orang yang tidak pandai dalam ilmu pasti. Pelajaran yang tidak disukai Tan Malaka adalah ilmu tumbuh-tumbuhan, karena harus menghafal. Pelajaran ini seolah menjadi mimpi buruk bagi Tan Malaka.
Perkembangan dunia semasa Perang Dunia I membuat Tan Malaka tertarik mengikuti perkembangan di Eropa. Pelan namun pasti, Tan Malaka mulai terlibat dalam diskusi politik dengan kawan-kawan Belandanya. Ia juga membaca koran-koran kiri (koran yang berhaluan komunis), selain buku-buku tentang politik. Karena lebih banyak membaca buku-buku politik, nilai mata pelajaran Tan Malaka di sekolah guru menurun. Dia bahkan pernah gagal dalam suatu ujian.
Seorang sahabatnya, Arie de Waard, menuturkan bahwa Tan Malaka mampu mengemukakan pendapatnya dengan baik sekali, terutama jika bicara revolusi. Tan Malaka peertama kali mengemukakan pendapatnya tentang gagasan politik di muka umum ketika menghadiri Kongres Pemuda Indonesia dan Pelajar Indologie di Deventer.
Tan Malaka adalah orang yang muda bersosialisasi. Dengan mudahnya dia mendapat teman diskusi. Salah satunya Maca de Waard. Salah seorang sahabatnya, Wilkeshuis, menulis dalam suratnya:
Di Belanda, Tan Malaka dikenal sebagai pelahap buku yang gila. Dia rela berutang dan tidak makan hanya untuk membeli buku. Akibatnya, dia sering sakit-sakitan karena lebih mementingkan makanan bagi otaknya ketimbang tubuhnya. Tan Malaka adalah mahasiswa yang doyan mengunjungi toko buku. Banyaknya buku yang dibaca ketika belajar di Belanda menjadi sangat berguna ketika ia menulis di penjara maupun di pengasingan.
Pada masa hidupnya, Tan Malaka kukuh mengkritik pemerintah kolonial Hindia Belanda maupun pemrintah Republik Indonesia di bawah pimpinan Soekarno. Tan Malaka menulis sebuah catatan hidupnya ketika Soekarno memenjarakannya, sehingga lahirlah buku Dari Penjara ke Penjara.
Buku Dari Penjara ke Penjara yang terdiri atas tiga jilid menjadi buku penting yang menjelaskan kehidupan Tan Malaka. Buku ini adalah buku terakhir yang ditulis Tan Malaka, Setalah menuliskan autobiografi ini, Tan Malaka ditembak oleh tentara pada 21 Februari 1949 di masa revolusi Indonesia yang kacau. Tan Malaka menjadi korban revolusi yang dikobarkannya.
Ia (Tan Malaka) segera diterima dalam masyarakat kelas kami. Tidak ada sama sekali apa yang disebut diskriminasi bangsa. Kami menganggapnya sebagai orang Hindia Timur yang menarik perhatian.Sungguh ironis, di tanah kelahiran sendiri, Hindia Belanda, orang Hindia pribumi direndahkan, tapi tidak di negeri penjajah.
Di Belanda, Tan Malaka dikenal sebagai pelahap buku yang gila. Dia rela berutang dan tidak makan hanya untuk membeli buku. Akibatnya, dia sering sakit-sakitan karena lebih mementingkan makanan bagi otaknya ketimbang tubuhnya. Tan Malaka adalah mahasiswa yang doyan mengunjungi toko buku. Banyaknya buku yang dibaca ketika belajar di Belanda menjadi sangat berguna ketika ia menulis di penjara maupun di pengasingan.
Pada masa hidupnya, Tan Malaka kukuh mengkritik pemerintah kolonial Hindia Belanda maupun pemrintah Republik Indonesia di bawah pimpinan Soekarno. Tan Malaka menulis sebuah catatan hidupnya ketika Soekarno memenjarakannya, sehingga lahirlah buku Dari Penjara ke Penjara.
Buku Dari Penjara ke Penjara yang terdiri atas tiga jilid menjadi buku penting yang menjelaskan kehidupan Tan Malaka. Buku ini adalah buku terakhir yang ditulis Tan Malaka, Setalah menuliskan autobiografi ini, Tan Malaka ditembak oleh tentara pada 21 Februari 1949 di masa revolusi Indonesia yang kacau. Tan Malaka menjadi korban revolusi yang dikobarkannya.
No comments:
Post a Comment