Latest News

Saturday, 28 September 2013

Sistem Pemerintahan Desa dan Kecamatan

Sistem Pemerintahan Desa dan Kecamatan

Peta Konsep


A.      Lembaga Pemerintahan Desa dan Kecamatan

1. Pemerintahan Desa

Jika kita mendengar kata desa, yang muncul adalah sebuah tempat  yang hijau dan letaknya jauh dari kota. Namun, sebenarnya desa tidak hanya terletak di kaki gunung, di dekat pantai, bahkan di pinggiran sebuah kota pun ada desa.

Masyarakat di wilayah perdesaan memegangerat sistem persaudaraan antar individu. Dengan demikian, hampir semua orang yang ada di desa tersebut saling mengenal satu sama lainnya.Kehidupan sehari-hari mereka masih tradisional. Pada umumnya, masyarakat desa bermata pencarian sebagai petani, nelayan, buruh tani, berladang, dan beternak.

Desa merupakan bagian dari sebuah kecamatan. Setiap desa dipimpin oleh seorang kepala desa. Kepala desa dipilih langsung oleh masyarakat di desa tersebut. Syarat dan tata cara pemilihannya diatur oleh peraturan daerah yang berpedoman pada peraturan pemerintah. Kepala desa bukanlah seorang pegawai negeri sipil. Masa jabatan kepala desa adalah enam tahun. Ia dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan berikutnya. Sesudah itu,
ia tidak boleh lagi mengikuti pemilihan calon kepala desa.

Seorang Kepala desa dilantik oleh bupati/wali kota, paling lambat tiga puluh hari setelah dinyatakan terpilih. Kepala desa mendapatkan gaji (upah) bukan dari pemerintah, tetapi dari hasil pengolahan tanah yang diserahkan untuk diolah. Di daerah Jawa dikenal dengan tanah "bengkok" atau tanah "carik". Setelah masa
jabatannya habis, tanah itu harus dikembalikan kepada pemerintah. Dengan demikian, kepala desa tidak mendapatkan uang pensiun seperti Pegawai Negeri Sipil (PNS). Kepala desa mempunyai tugas dan tanggung
jawab, di antaranya:

a. memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa;
b. membina perekonomian desa;
c. membina kehidupan masyarakat desa;
d. memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat desa;
e. mendamaikan perselisihan yang terjadi pada masyarakat di desa;
f.mewakili desanya baik di dalam dan di luar pengadilan dan dapat menunjuk
   kuasa hukumnya.

Menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 dijelaskan, dalam penyelengga-raan pemerintahan desa dibentuk Badan Per musyawaratan Desa(BPD). Badan ini berfungsi melindungi berbagai adat istiadat dan menetapkan peraturan desa bersama kepala desa. Selain itu, BPD berfungsi menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat desa serta melakukan pengawasan terhadap penyelengga- raan pemerintahan desa. Anggota BPD ialah wakil penduduk desa bersangkutan. Mereka ditetapkan dengan cara musyawarah untuk mencapai mufakat.

Di desa dibentuk juga beberapa lembaga kemasya rakatan. Lembaga kemasyarakatan ditetapkan oleh peraturan desa. Pembentukannya berpedoman pada peraturan perundang-undangan. Tugas lembaga tersebut adalah membantu pemerintah desa dan memberdayakan masyarakat desa. Misalnya, Lembaga Keamanan Masyarakat Desa (LKMD), Pertahanan Sipil (Hansip), PKK, dan Karang Taruna. Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD) merupakan wadah partisipasi masyarakat dalam pembangunan desa yang memadukan kegiatan pemerintahan desa yang dilakukan secara gotong royong.

Pengurus LKMD umumnya tokoh masyarakat setempat. Pembentukan LKMD disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat desa berdasarkan musyawarah anggota masyarakat. Fungsi LKMD adalah membantu pemerintah desa dalam merencanakan, pelaksanaan, dan pengendalian pembangunan desa. Selain itu, LKMD memberikan masukan kepada BPD dalam proses perencanaan pembangunan desa.
Misalnya, untuk mencegah banjir LKMD dapat mengusulkan pembangunan tanggul atau dam kepada pemerintahan desa. Pada pemerintahan desa terdapat organisasi Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK). Anggota PKK terdiri atas ibu-ibu rumah tangga di suatu desa. Ketua PKK biasanya dijabat oleh istri kepala desa atau lurah.

PKK ber tujuan memberdayakan keluarga, meningkatkan kesejahteraan, dan kemandirian keluarga. Misalnya, PKK mem beri bantuan sosial, pelatihan keterampilan, pos pelayanan terpadu (Posyandu), memberikan bantuan beasiswa, atau mengadakan peng obatan gratis.

Karang Taruna merupakan salah satu organisasi kepemudaan di tingkat desa. Karang Taruna merupakan organisasi pemuda atau pelajar SMP dan SMA di suatu desa atau kelurahan. Tujuan dari organisasi ini, yaitu memberikan pembinaan kepada para remaja untuk menjadi individu mandiri dan memiliki keterampilan. Pembinaan pemuda desa bertujuan agar pemuda desa, terutama pemuda putus sekolah,
dapat memperoleh keahlian di bidang tertentu. Misalnya, pembinaan dalam bidang elektronika,
kesenian, olahraga, atau lingkungan hidup.

Organisasi Karang Taruna terdapat di wilayah Rukun Warga (RW), desa, dan kecamatan. Karang Taruna merupakan wadah bagi generasi muda desa untuk menyalurkan pendapat dan kreativitasnya. Karang Taruna merupakan lembaga pemberdayaan masyarakat di bawah pembinaan kepala desa dan camat. Karang Taruna dapat memupuk persatuan dan kesatuan di antara generasi muda.

Adapun sumber pendapatan desa adalah sebagai berikut.
a. Pendapatan asli desa yang meliputi:
  • hasil usaha desa;
  • hasil kekayaan desa;
  • hasil swadaya dan partisipasi;
  • hasil gotong royong.
b. Bantuan pemerintah kabupaten, meliputi bagian perolehan pajak dan retribusi daerah, serta dana
     perimbangan keuangan pusat dan tingkat daerah.
c. Bantuan pemerintah pusat dan pemerintah provinsi.
d. Sumbangan pihak ketiga, misalnya berupa dana hibah.
e. Pinjaman desa

Sumber pendapatan desa dikelola melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBD). Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa ditetapkan oleh kepala desa bersama BPD dengan berpedoman pada APBD yang ditetapkan Bupati. Dengan demikian, pada dasarnya, kepala desa bertanggung jawab kepada rakyat desa. Kepala desa harus menyampaikan pokok-pokok pertanggungjawabannya. Oleh karena itu,
wewenangnya tidak boleh disalahgunakan. Nah, kamu sekarang sudah paham tentang pemerintahan desa, tetapi apa bedanya dengan pemerintahan kelurahan? Selanjutnya, akan dipelajari tentang pemerintahan kelurahan.

2. Pemerintahan Kelurahan
Pemerintahan kelurahan berbeda dengan pemerintahan desa. Kelurahan biasanya terdapat di daerah perkotaan. Perbedaan desa dan kelurahan dapat terlihat dari pemimpin dan cara pemilihannya. Kepala kelurahan sering disebut Lurah. Lurah diangkat dan dipilih oleh pemerintah. Lurah adalah seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang mampu dan cakap dalam menjalankan tugas. Lurah diangkat oleh bupati/walikota atas usul kepala kecamatan dari pegawai negeri sipil yang berprestasi. Syaratnya, dia harus mampu dan menguasai pengetahuan tentang pemerintahan. Selain itu, memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Orang yang menjabat sebagai lurah mempunyai beberapa tugas yang harus dilaksanakan. Tugas lurah bukan hanya memimpin masyarakat di wilayahnya, tetapi masih banyak lagi tugas yang lain. Nah, apa saja tugas-tugas seorang lurah? Ayo, kita pelajari bersama-sama.

Lurah mempunyai tugas, di antaranya:
a. melaksanakan kegiatan pemerintahan kelurahan;
b. memberdayakan masyarakat;
c. melayani masyarakat;
d. menyelenggarakan sistem keamanan agar masyarakat tenteram dan tertib;
e. memelihara prasarana dan fasilitas pelayanan umum di masyarakat;

Dalam melaksanakan tugasnya, lurah bertanggung jawab kepada bupati/walikota melalui camat. Lurah dibantu oleh beberapa perangkat kelurahan yang bertanggung jawab kepada lurah. Kelurahan merupakan gabungan dari beberapa Rukun Warga (RW).

Perbedaan antara desa dan kelurahan, dapat kamu lihat dalam tabel berikut.
Pemerintahan Desa
Pemerintahan Kelurahan
- Dipimpin oleh Kepala Desa yang dipilih rakyat.
- Jumlah penduduk di desa lebih sedikit dan
  penguasaan teknologi sederhana
- Bukan Pegawai Negeri Sipil.
- Di desa terdapat Badan Perwakilan Desa (BPD).

- Dipimpin oleh Lurah yang diangkat oleh
   Bupati/Walikota.
- Jumlah penduduk di kelurahan lebih banyak dan
   maju.
- Pegawai Negeri Sipil (PNS).
- Di kelurahan terdapat Dewan Kelurahan

3. Pemerintahan Kecamatan
Wilayah kecamatan merupakan gabungandari  beberapa desa dan atau kelurahan. Berbeda dengan kepala desa dan lurah, kecamatan dipimpin oleh seorang camat. Dalam menjalankan tugasnya camat dibantu oleh sekretaris camat (sekcam). Adapun seorang camat mempunyai tugas sebagai berikut.

a. Mengoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat.
b. Mengoordinasikan upaya penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban umum.
c. Mengoordinasikan penerapan dan pene gakan peraturan perundang-undangan.
d. Mengoordinasikan penyelenggaraan pe - meliharaan prasana dan fasilitas pelayanan.
e. Mengoordinasikan penyelenggaraan dari semua kegiatan pemerintahan di tingkat kecamatan.
f. Membina penyelenggaraan pemerintahan desa atau kelurahan.
g. Melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup tugasnya. Juga yang belum
    dapat dilaksanakan pemerintahan desa dan atau kelurahan.

Camat diangkat oleh bupati/walikota atas usul sekretaris daerah kabupaten/kota. Seorang camat harus berasal dari pegawai negeri sipil yang menguasai pengetahuan teknis pemerintahan dan memenuhi persyaratan. Dalam menjalankan tugasnya, camat dibantu perangkat kecamatan. Perangkat kecamatan
bertanggung jawab kepada camat. Camat harus mem pertanggungjawabkan tugas-tugasnya kepada bupati/walikota melalui sekretaris daerah kabupaten/kota. Dengan demikian, camat tidak dapat bertindak dan berperilaku secara sewenang-wenang dalam menjalankan tugasnya.

Sunday, 15 September 2013

Miyak Misteri Sekar Macapat

Miyak  Misteri Sekar Macapat(dening: Ki Damin Gondo Purnomo)
Ing saperangan bebrayan, ana kapitayan yenaning manungsa, wiwit lair tumekaning pati. Sekar Macapat iku pralampita utawa perlambangan.  Kang kagungan pamanggih kaya mangkono iku ing antarane Bp. Hadi Sudarsono, Kabid. Kesenian Kanwil Jawa Tengah, ing rikala penataran Sekar Macapat  para kadang dwija sa Jawa Tengah taun 1974, ing Salatiga.

Manungsa
asale ora ana, dadi ana, bali ora ana. Banjur tuwuh pitakon, asale manungsa, gunane manungsa, parane manungsa, manungsa dicipta dening Gusti Kang Murbeng Dumadi lantaran yayah rena. Sadurunge dilairake ing donya, rohe wis prajanji sarta anekseni marang Dzat Kang Kawasa. Bareng wis titi wancine leking jabang bayi, nawa dasa piyak gumbala giri, nawa tegese sanga, dasa sepuluh, lire sangangsasi punjul sepuluh dina, jabang bayi dilairake metu saka kandhutane ibu. Metu utawa lair iku dasa namane mijil, mula banjur ditengeri Sekar Mijil.

Anak
kuwi nduweni kalungguhan kang mirunggan tumrap rama-ibu. Kajaba nyambung sejarah, anak uga “asset masa depan”. Putra diajab bias ngluhurake asmane wong tuwa, kanthi sembada mikul dhuwur, mendhem jero. Lan samangsa rama-ibu wis seda ing tembene putra kang piguna, putra kang soleh, bisa kintun donga. Awit manut  tuntunane  agama, kajaba amal jariyah, ilmu kang piguna, putra kang soleh, uga tansah lumintir  ganjarane tumrap wong tuwa sakloron. Anak pepindhanewingka katon kencana”. Sanadyan cacad ala dikaya ngapa, ora lila yen diwada. Mula saking tresnane wong tuwa marang anak, disanepakake kadidene “Mas kang kumambang jroning kalbu. “Di lambangake Sekar Mas Kumambang”.

Anak
iku, “yen becik dadi marta,  yen ala dadi wisa”. Ing babagan panggulawenthah putra, peranan wong tuwa banget wigati. Dadi wong tuwa aja mung menehi aba, nanging tuladha. Wulangan agama aja nganti dilirwakake. Ana unen-unen, mumpung anom marsudiya kawruh kang utama. Yen dadi sarjana, dadiya sarjana kang sujaneng budi. Aja kosok balen, dadi sarjana kang nistha dhama. Ya iki kang jeneng anak ala dadi wisa. Ing wanci remaja utawa anom tumaruna kaya ngene iki dilambangake Sekar Sinom.

Wis
dadi kodrating ngaurip, saben wong kadunungan rasa sengsem marang keaendahan. Luwih-luwih isih mudha tumaruna. Kasemsem marang samubarang reh, ora kaya rasa sengsem kalayanlawan jenis”. Lara-laraning lara, ora kaya lara wuyung. Bebasan mangan ora enak, turu ora kepenak, lungguh ora jenak. Kongsi mabuk kepayang karendhem ing asmara turindha. Kang kumanthil pardoning netra, hamung citraning sang kapadaning sih. Rasa sengsem kang mbangeti kaya mangkene iki, dilambangake Sekar Asmaradana.

Sabanjure
madik-madik mrana-mrene, yen wis pinanggih panujuning ati, nuli ditakokake (tambuh), asmane sapa, putrane sapa, lenggah ing desa utawa kutha endi. Dene yen taw is padha mathuk kang sarta rujuk, ateges wis jumbuh rasane, wong tuwa loro-lorone kari nayogyani lan mangestoni. Iki minangka pralampita Sekar Gambuh.

Reh
dene wis padha condhong lan rumojong rasane, kari golek wanci kang prayoga,. Kaya kang wus sinawung ing kidung, gegarane wong akrami dudu bandha dudu rupa, hamung ati pawitane. Mungguh katresnan iku ana telung prakara, yaiku :
  • .    Tresna wiryana, yaiku tresna adhedhasar drajad, semad, donya lan bandha. Iki tan prayoga, awit ora bakal langgeng.
  • .   Tresna Sucitra, yaiku katresnan kang dilambari rupa bagus utawa sulistya. Iki uga kurang becik kedadeyane. Awit samangsa wis kaduk yuswa, rupa bagus, ayu, bias luntur.
  • .     Tresna Utama, yaiku tresna sejati, awit saka mrentuling ati lorot dadi sawiji, linambaran tekad suci, nindakake pranatan agamai. Ya katresnan  iki awoh kamulyan.


Datan rinonce solahe kang hambiwadha dhauping pinanganten, sawise  ijab Kabul, temanten sarimbit nulya kekanthen asta, binoyong munggwing bale rinengga. Kekanthen asta, dilambangake Sekar Kinanthi.
Mulyaning urip iku ora kaya temanten anyar (dudu kamulyan kang hakiki). Samubarang reh, anane mung enak lan kepenak. Sadina-dina mung tansah andom katresnan, bebasan kadi solahe kombang kang tansah hangisep madu sarining puspita. Kongsi kekitrang esmu girang, nganti lali angon iriban, hamung hambujungnikmat sesaat”. Swasana kang mangkene iki dilambangake Sekar Dhandhangula.

Sajroning
mecaki dalane urip lan panguripan kang gawat sarta rumpil iku, bakal manggih slamet raharja, waton kukuh bakuh gondhelan paugeraning urip, yaiku tansah eling lan waspada, gunaning urip, mung mligi ngibadah karo kang gawe urip, kang hanitahake sagung dumadi. Awit ana tembung a,I,u, lire aku iki urip, ateges ananing urip, mesthi ana kang nguripi. Mula mobak, mosik, muna muni, laga lagu lan lageyan, mung mligi karana Kang Akarya Jagad sawegung. Hananging syetan lan napsu kang tansah  ngajab rusak ajak-ajak, tansah hambudi daya rusaking katentremane kulawarga. Kang dadi  tuking (sumber) pradondi, biasane prakara kang sepele, nanging bias dadi tukar padu, utawa padha udur rebut bener, Swasana kang kaya mangkene dilambangake Sekar Durma.

Sejatining
beda-bedane penemu sajroning kulawarga kuwi lumrah. Sing ora lumrah iku, yen ana prakara, ibarat geni lagi saplenik, dadi mubal mangalad-alad, iki sing ora lumrah, awit kliru anggone ngrampungake. Lha yen nafsune padha-padha wis ora bida dikendhaleni, tan wurunga banjur padha ungkur-ungkuran rasa. Adadine ngrujak sentul, sing siji ngalor, sing siji ngidul, ateges wis singkur-singkuran. Ing kahanan kaya ngene iki dilambangake Sekar Pangkur.

Wong urip kuwi yen wis titiwancine, bakal menyang endi parane, tan wurunga bakal diundhuh sing kagungan yaiku mesthi bakal bali sowan mring pangayunaning Gusti Kang Murbeng Dumadi. Ya kudu hambudi daya, sabisa-bisa aja kongsi mati nistha, nanging mati kang utama, utawa mati sampurna, kanthi saranandherek prentah, ngedhohi cegah. “Pegating nyawa kalawan raga, ateges wis palastra (seda), dilambangake Sekar Megatruh.

Sawise
tinggal donya, layone dipocong (dilambangake Sekar Pocung) dilurupi nganggo mori. Mori ditegesi, limang wektu aja keri. Ing dhadhane mayit ditumpangi gaman, werdine wong yen mati jebul sing digawa iman. Ing sacedhake sirah disumeti dilah, nduwe werdi wediya karo Gusti Allah. Wetenge ditumpangi beras, isi pemut, koberna ngibadah mumpung isih waras. Sabanjure sajerone luwangan dipasangi gelu, tegese sawise seda, wis tugel (putus) amalane, kajaba telu, lire telung prakara yaiku, amal jariyah, ilmu kang piguna (manfaat) lan anak kang soleh.

Kaya mangkana babaare pralampita ananing manungsa (Sekar Mijil) nganti tumeka ning pati (Sekar Megatruh)kang pungkasan dipocong (Sekar Pocung). Titi purna samendhang dhatan karempit, anggone penulis kepengin miyak warana wewadine Sekar Macapat, kang sanyata maksih peteng tur adoh nyamud-nyamud. Mula mankono awit panulise andharan iki muhung adhedhasar tutur tinular, sarta tutur pinajarake. Mandar bias uga mung adhapurothak-othik mathuk”, pangothak-athike wong kang seserapan bab Sekar Macapat, bebasan isihJero tapak meri.” Pramila dhumateng para lebda, para winasis, penulis keparenga nyuwun kalidamar, nun. Nuwun.

Saturday, 7 September 2013

NGRACUT BUSANANING MANUNGSO



Jika kita pernah membaca Ajaran kehidupan yang sangat lekat dalam khasanah jawa yang dinamakan ” SASTRAJENDRA HAYUNINGRAT PANGRUWATING DIYU “. Dimana dalam kaweruh tersebut mengulas MAKNA huruf jawa HA, NA, CA, RA,KA sampai dengan NGA yang dimaknai sebagai “ Ngracut Busananing Manungso “ atau Melepaskan, Mengendalikan sang EGO Pribadi manusia. Tiba- tiba saja saya tertegun dengan sebuah Ayat dalam teks book Kitab Suci AQ akan kisah Musa di Lembah Thuwa ( bukit Thursina ) ketika menerima AJARAN KEBENARAN dari Tuhan. Secara tegas dan gamblang Tuhan telah mengajarkan kepada kita bagaimana manusia-manusia bisa berhubungan dengan sang Khaliq yang telukiskan dengan sebuah ISYARAT bagi manusia untuk “ Menanggalkan Terompah “ yang melekat di DIRI manusia. Dan, kesemuanya itu bisa kita cermati dalam kisahnya Musa di bawah ini.

Saat Musa mendekati nyala api itu semakin dekat, Musa mendengarkan suara dibalik api itu sebagaimana telah dijelaskan dalam sebuah teks book Kitab Suci QS. Thaahaa. 11 – 14 :
“ Maka ketika ia datang ketempat api itu ia dipanggil : “ Hai Musa “. Sesungguhnya Aku ini adalah Tuhanmu, maka tanggalkanlah kedua terompahmu, sesungguhnya kamu berada di lembah yang suci, Thuwa. Dan Aku telah memilih kamu, maka dengarkanlah apa yang akan diwahyukan. Sesungguhnya Akumini adalah Allah, tiada Tuhan selain Aku, maka mengabdilah ( sembahlah ) Aku, dan dirikanlah shalat untuk berdzikir ( mengingat ) kepada Aku “.

Setelah cahaya itu diperhatikan dengan seksama dengan penuh kesadaran DIRI, ada perintah yang diterima Musa ialah untuk menanggalkan “ sepasang Terompah “ atau alas kakinya. Apa makna yang tersirat dari yang tersurat tentang terompah disini…??. Jika yang dimaksud terompah adalah berupa alas kaki yang sebenarnya dalam bentuk dan wujud fisik ( materi ), maka sebenarnya tak ada alasan lagi untuk dilepaskan. Bukankah pada saat itu telah disebutkan bahwa Musa telah berada di lembah Suci Thuwa..?.

Artinya, Terompah itu mau dilepaskan atau tidak toh tetap saja Musa dan Terompahnya tetap berada di tempat yang Suci..ya..nggak..ya nggak…!!. Dari rangkaian 4 ayat di atas, sebenarnya telah dijelaskan bahwa Terompah itu dilepaskan karena Tuhan telah memilih Musa agar dapat mendengarkan apa-apa yang diwahyukan Tuhan kepada Musa. Terompah macam apa sih kok bisa menghalangi suara Tuhan jika Terompah tersebut tetap dipakai oleh Musa…?. Bukankah Musa telah mendengarkan perintah Tuhan pada panggilan yang pertama kalinya yang pada saat itu Musa masih memakai Terompahnya…?.
Mari kita cermati, pikirkan dan renungkan bersama-sama….!! Kita perhatikan sekali lagi, perintah bahwa Terompah harus dilepaskan agar Musa dapat mendengarkan apa-apa yang diwahyukan oleh Tuhan kepadanya. Apa hubungannya sepasang Terompah dengan Wahyu Tuhan yang akan disampaikan kepada Musa…?.

Berbagai penafsiran dalam memahami ayat ini, banyak para sufi ingin tahu makna dibalik menanggalkan Terompah. Ada yang memahaminya Terompah itu sebagai wujud “ HARTA BENDA, Keluarga “ atau segala bentuk wujud fisik dan materi lainnya. Bukankah keluarga dan domba-dombanya telah ditinggalkan pada saat Musa menghampiri nyala api di lembah Thuwa…?. Dan, Bukankah Musa pada saat itu juga masih memakai baju dan tongkat yang menyertainya…?.
Jika perintah untuk melepaskan sepasang Terompah kita pahami sebatas wujud benda fisik dan meteri, rasanya kok belum pas yah…Lalu apa sebenarnya makna yang bisa dipahami untuk mendekati ketepatan yang tersirat…?.

Bagaimana kalau perintah untuk melepaskan sepasang Terompah tadi kita maknai sebagai bentuk perilaku untuk “ Meluruhkan sang EGO “ yang dalam khasanah Jawa dinamakan “ NGRACUT BUSANA “ atau merupakan wujud “ KEBERADAAN yang FANA ….? “ yakni menanggalkan segala bentuk ke-AKUAN yang ada dalam DIRI Musa baik itu berupa AKAL PIKIRAN dan NALURI. Yah…FANA merupakan suatu keadaan seseorang yang sudah tidak lagi menginginkan “ HASRAT “ keutamaan keindahan, gemerlapnya dunia dan kenikmatan di akhirat.
Seseorang yang sudah berhenti pada stasiun FANA telah berada pada fase kondisi dan keadaan “ Lebur dan Lenyap dalam KEHAMPAAN “ yang ada hanyalah Allah sang Raabul Alamin. Untuk mencapai FANA ini, seseorang haruslah MENGOSONGKAN DIRINYA dari segala macam bentuk ke-AKUAN ( sepasang Terompah ) yang melekat dijasad fisiknya, yaitu MENGOSONGKAN HATI ( batin ) dari berbagai hasrat KEINGINAN LAHIRIAH dan MENGOSONGKAN PIKIRAN daripada khayalan dan lamunan serta impian yang tak terkendali dalam meraih perhiasan duniawi sebagai tujuan pokokrus dilakukan Musa, agar sura-suara Tuhan tadi dapat diterima dengan KEKOSONGAN HATI dan PIKIRAN dari hasrat dan ilusi yang digambarkan dalam bentuk “ KIASAN “ sebagai wujud sepasang Terompah.

Hati yang suci dan pikiran yang bersih, merupakan cerminan bagi Sang ILLAHI. Hanya dalam hati yang suci dan pikiran yang bersihlah QALAM Illahi akan dapt terukir dan terekam dengan sejelas-jelasnya. Dalam keadaan seperti itu segala kehendak-Nya akan dapat terbaca dan didengar jika kita telah melepaskan Terompah kita yang berupa “ Pengosongan HATI dan PIKIRAN “ agar Firman, sabda atau wahyu Tuhan yang disampaikan kepada kita.
Fana dalam penyatuan DIRI dengan Allah itu hanya berhasrat kepada-Nya, tidak perduli lagi dengan gemerlap dan keindahan duniawi dan akhirat. Pada tahapan ini seorang pejalan spiritual ( rohani ) akan melepaskan “ KESADARANNYA “ terhadap keadaan Fana. Ia akan melepaskan KETERIKATANNYA dengan Fana. Yang pada akhirnya terbebaskan dari tingkatan dan maqam Fana menuju pencapaian keadaan “ PENIADAAN atas KETIADAAN “ yang ADA hanyalah DIA Yang Maha Mutlaq, Dial ah Tuhan Al Haq.
Fana dalam kehampaan, dan tiada lagi suatu apapun yang berdiri tegak disamping-Nya, yang ADA hanyalah Wajah Yang Maha Suci dan tiada lagi yang KEKAL ABADI selain Wajah-Nya Yang Maha Mulia dalam balutan Wujud Dzat-NYA. (JELAJAH HIKMAH)

Tata Tertib Arisan Trah SOMA


Tata Tertib Forum Arisan Keluarga
“SOMA”
  • Arisan diadakan tiap setiap hari Minggu ke-3 setiap bulan. Tidak tertutup  kemungkinan diadakan pada waktu dan tempat yang telah disepakati  sebelumnya oleh Anggota
  • Anggota hadir tepat pada waktu yang telah ditetapkan
  • Menyiapkan uang arisan dan lain-lain yang telah ditentukan
  • Pakaian Rapi dan Sopan
  • Semua anggota diharapkan untuk lebih aktif dan dapat berperan serta  untuk menjadikan arisan ini lebih guyub.
  • Forum arisan adalah salah satu wahana bagi anggota untuk bertukar pikiran atau menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang dihadapi  setiap Keluarga /Anggota
  • Bagi anggota yang khususnya menarik uang arisan dihimbau untuk  dengan rela dan iklas menyisakan uangnya untuk Amal/Sodakoh
Hutang Piutang :
  1. Peminjam harus bertanggungjawab dan disiplin
  2. Peminjam diwajibkan membayar uang disiplin dengan jumlah yang 
  3. telah ditentukan pada setiap bulannya
  4. Peminjam wajib melunasi hutang pada waktu yang telah ditentukan
  5. Bilamana ada anggota yang tidak dapat menyelesaikan Hutang Piutang yang telah ditentukan,  Penyelesaiannya diserahkan kepada seluruh anggota  dengan cara musyawarah untuk

Ketentuan Pemberian bantuan :
  1. Bantuan untuk Anggota :
    -         
    Sakit dirawat dan Meninggal. Diberikan sesuai ketentuan yang telah disepakati anggota
    -         
    Siapa saja yang berhak diberikan bantuan adalah berdasarkan kesepakatan semua anggota
  2. Bantuan untuk Sosial :
    -         
    Bantuan sosial diberikan dengan pertimbangan Kemasyarakatan dan Kesosialan
    -          Untuk seberapa besar jumlahnya dimusyawarahkan semua anggota

Selesai

Tertanda,
(Anggota)

Tags

Recent Post